Pasca disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, terdapat perubahan fundamental terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satunya yaitu penghapusan sanksi pidana pokok pada Pasal 48 ayat (1) dan (2) serta Pasal 49 tentang pidana tambahan. Penghapusan tersebut cukup kontroversial dan mengakibatkan kerancuan ketentuan prosedur penegakan undangundang serta memunculkan problematika dalam pemahaman konsep ketentuan undang-undang. Penulis tertarik melakukan analisis secara mendalam sehingga terjawab secara filosofis, historis, dan berujung pada rekomendasi konsep yang ideal. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative dengan pendekatan perundang-undangan, historis dan konseptual. Secara historis dan filosofis sejak awal pembahasan rancangan undang-undang telah terjadi perdebatan terkait sanksi pidana, sehingga sanksi pidana setelah undang-undang disahkan lebih ringan bahkan akhirnya berujung pada dihapusnya sanksi tersebut melalui undang-undang ciptakerja, yang selalu mengedepankan alasan investasi dan perkembangan ekonomi. Pro-kontra terkait penghapusan sanksi pidana tersebut dapat dikurangi dengan mengedepankan konsep perundang-undangan yang lebih konsisten dan jelas. Apabila sanksi pidana dihapus, harusnya pasal yang mengatur suatu perkara dapat menjadi perkara pidana juga dihapus. Bila tidak, akan berakibat pada rendahnya wibawa putusan KPPU. Untuk itu perlu upaya dalam memperkuat wibawa putusan KPPU dengan cara membuat aturan tentang integrasi antar lembaga terkait di bidang usaha, sehingga pelaksanaan putusan KPPU dapat dimonitor dangan menjadikannya sebagai syarat pengurusan adminstratif di lembaga terkait.
Copyrights © 2025