cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 21 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen" : 21 Documents clear
PEMBUKTIAN KEJAHATAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Sumerah, Brian
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak Pidana Pencucian uang dan bagaimanakah pembuktian terhadap kejahatan tindak pidana pencucian uang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Faktor penyebab dilakukannya praktek pencucian uang begitu beragam, namun secara singkat dapatlah disebutkan bahwa akibat teknologi maka banyak bermunculan cara-cara yang dipakai dalam dunia perbankan seperti electronic banking, Automated Teller Machine (ATM), e-commerce, yang memungkinkan terjadinya transaksi keuangan secara besar-besaran, padahal uang yang ditransfer merupakan hasil dari kejahatan. 2. Bahwa pembuktian kejahatan tindak pidana pencucian uang, memang bukan merupakan suatu hal yang mudah, karena tindak pidana pencucian uang merupakan kejahatan lanjutan, ada tindak pidana asalnya (predicate crime). Untuk membuktikan kejahatan tindak pidana pencucian uang, maka hakim dengan memakai teori negatief wettelijke yaitu dengan keyakinan hakim itu sendiri dengan didukung oleh alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, maka alat bukti surat, petunjuk dan keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling tepat untuk digunakan untuk membuktikan bahwa telah terjadi kejahatan tindak pidana pencucian uang. Secara kasuistis, maka alat bukti ‘petunjuk’ merupakan alat bukti yang paling sering dipakai. Kata kunci: Pembuktian, kejahatan, pencucian uang.
TINJAUAN YURIDIS PASAL 359 KUHP TENTANG KEALPAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG (STUDI KASUS KEALPAAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS) Wurara, Rivo
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pengendara kendaraan bermotor terhadap kelalaian yang mengakibatkan matinya orang lain di jalan raya dan bagaimana penyelesaian permasalahan terhadap kelalaian pengendara kendaraan bermotor yang mengakibatkan matinya orang.  Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Pertanggung jawaban pidana terhadap kelalaian pengendara yang menyebabkan matinya orang di jalan raya yaitu dalam Pasal 103 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu penjara 5 tahun - 6 tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000,- sampai Rp.12.000.000,- serta bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya yaitu, membayar ganti rugi. Serta pencabutan ijin tertentu (SIM). 2. Penyelesaian permasalahan terhadap kelalaian kendaraan bermotor dilakukan dengan proses beracara biasa, mulai dari penyidikan oleh penyidik kepolisian dan penyidik pembantu dan melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan, jaksa penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan apabila bukti sudah jelas, majelis hakim (pengadilan) mengadili dan memeriksa tersangka dan kemudian eksekusi putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kata kunci: Kealpaan, matinya orang
KETERANGAN SEORANG SAKSI TIDAK CUKUP UNTUK MEMBUKTIKAN TERDAKWA BERSALAH (KAJIAN PASAL 185 KUHAP) Ipol, Trival
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP dan apakah akibat hukum jika hanya seorang saksi,terdakwa bisa dibebaskan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative dan dapat disimpulkan: 1. Pada dasarnya tujuan hukum acara pidana itu adalah mencari, menemukan, dan menggali “kebenaranmateriil/materieele waarheid”atau kebenaran yang sesungguh-sungguhnya. Tegas dan singkatnya, hukum acara pidana berusaha mewujudkan “kebenaran hakiki”. Dengan demikian, berkorelatif aspek tersebut secara teoretik dan praktik peradilan guna mewujudkan materieele waarheid maka suatu alat bukti mempunyai peranan penting dan menentukan sehingga haruslah dipergunakan dan diberi penilaian secara cermat agar tercapai “kebenaranhakiki” sekaligus tanpa mengabaikan hak asasi terdakwa. 2. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yangia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan dimuka sidang pengadilan. Dengan perkataan lain hanya keterangan saksi yang diberikan dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan yang berlaku sebagai alat bukti yang sah (pasal 185 ayat (1) (KUHAP).
SANKSI PIDANA ATAS KEGIATAN YANG MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA FUNGSI JALAN Pandean, Christovel Y.
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dan bagaimanakah sanksi pidana terhadap kegiatan yang mengakibatkan terganggunnya fungsi jalan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan yaitu dengan sengaja dan karena kelalaian melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, milik jalan, pengawasan jalan. Melakukan kegiatan penyelenggaraan jalan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan. Melakukan kegiatan pengusahaan suatu ruas jalan tol sebelum adanya penetapan Menteri. Selain pengguna jalan tol dan petugas jalan tol yang dengan sengaja memasuki jalan tol. 2. Sanksi pidana terhadap kegiatan yang dilakukan dengan sengaja mengakibatkan terganggunya fungsi, penyelenggaraan jalan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan, mengusahakan suatu ruas jalan sebagai jalan tol sebelum adanya penetapan Menteri, dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika dilakukan karena kelalaian diberlakukan pidana kurungan dan pidana denda. Apabila dilakukan oleh badan usaha, baik karena kesengajaan maupun kelalalaian pidana dikenakan terhadap badan usaha yang bersangkutan berupa pidana denda ditambah sepertiga denda yang dijatuhkan. Kata kunci: Sanksi pidana, kegiatan, terganggu, fungsi jalan.
TINDAK PIDANA TERHADAP KONFLIK ANTAR KAMPUNG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Hartanto, Hermes Dananjaya
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perspektif sosiologis hukum terhadap konflik antar kampung di Indonesia dan bagaimana implementasi KUHP terhadap konflik antar kampung yang terjadi di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1.  Konflik antar kampung di Indonesia bisa terjadi karena tingginya faktor sosiologis dari masyarakat setempat yang melakukan peristiwa pidana tersebut, dari faktor disorganisasi sosial, individualisme dalam praktek politik dan ekonomi, mobilitas sosial dan konflik budaya. konflik antar kampung biasanya terjadi karena ketersinggungan anggota kelompok, kesalahpahaman, dendam, minuman keras, rasa solidaritas, kesenjangan sosial, penguasaan lahan dan hal-hal lain yang dapat membuat perpecahan. 2. Rumusan Pasal 170 dan Pasal 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah jelas dan mengatur tentang konflik antar kampung, bukan saja karena telah terjadinya kekerasan terhadap orang dan barang yang dilakukan secara bersama-sama, namun juga dapa merugikan orang lain. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga telah diatur dan dibagi tentang peranan dan pertanggungjawaban pelaku konflik antar kampung sesuai dengan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Namun implementasinya cukup sulit dalam memberikan sanksi yang adil dan efektif terhadap kerumunan massa yang melakukan konflik antar kampungtersebut. Hal ini karena dalam hukum pidana kita tidak mengenal pertanggungjawaban kolektif dan sanksi pidana lebih lanjut ditunjukkan kepada diri individu pelanggar. Menjatuhkan sanksi terhadap pelaku secara merata tidak mungkin dilakukan. Kata kunci: Tindak pidana, konflik, antar kampung
KEWENANGAN DAN PERANAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI Waani, Daniel Hendry Gilbert
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kedudukan KPK sebagai salah satu lembaga negara bantu adalah independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, hal ini dimaksudkan agar dalam memberantas korupsi KPK tidak mendapatkan intervensi dari pihak manapun. Terbentuknya KPK juga merupakan jawaban atas tidak efektifnya kinerja lembaga penegak hukum selama ini dalam memberantas korupsi, yang terkesan berlarut-larut dalam penanganannya bahkan terindikasi ada unsur korupsi dalam penanganan kasusnya. Kewenangan penuntutan yang ada pada KPK sudah tepat karena lembaga ini bergerak secara independen tanpa intervensi kekuasaan manapun.Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam karya tulis ini yaitubagaimana kewenangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi serta bagaimana peranan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Oleh karena ruang lingkup penelitian ini ialah pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hukum kepustakaan yakni dengan “cara meneliti bahan pustaka atau yang dinamakan Penelitian Hukum Normatif”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Pasal 11 Undang-Undang KPK bahwa kewenangan KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dibatasi pada tindak pidana korupsi yang: Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau; Menyangkut kerugian negara paling sedikit rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). KPK memiliki kewenangan tambahan yaitu dapat mengambil alih perkara korupsi walaupun sedang ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan (Pasal 8 ayat (2) UU KPK); Akan tetapi, pengambil alihan perkara korupsi tersebut harus dengan alasan yang diatur dalam Pasal 9 Undang - Undang KPK. Sedangkan peranan dari pada KPK jelas terlihat pada pasal 39 ayat 1, 2, dan 3. Yaitu; Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini; Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi; Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perintah dan bertindak untuk dan atas nama Komisi Pemberantasan Korupsi. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa kewenangan KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dibatasi pada tindak pidana korupsi yang sudah diatur dalam Pasal 11 Undang-undang KPJK. Peranan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi sangat besar.
ASPEK YURIDIS MENGENAI OBJEK PRAPERADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KUHAP Mangare, Allan
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk  bagaimanakah konsep Praperadilan Menurut UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan bagaimanakah Aspek Yuridis Objek Praperadilan Menurut UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Menurut UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Praperadilan adalah merupakan pemberian wewenang dan fungsi baru yang dilimpahkan oleh KUHAP kepada setiap pengadilan negeri, sebagai wewenang dan fungsi pengadilan negeri yang telah ada selama ini, yaitu mengadili dan memutus perkara pidana dan perdata sebagai tugas pokok, dan sebagai tugas tambahan untuk menilai sah atau tidaknya suatu penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, dan juga sah tidaknya suatu penyitaan, sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum. 2. Praperadilan adalah memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: sah atau tidaknya penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan  atau penghentian penuntutan; dan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Kata kunci: Objek praperadilan, KUHAP.
EKSISTENSI TINDAK PIDANA PELANGGARAN KESUSILAAN DI DEPAN UMUM (PASAL 281 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA) Kolompoy, Grant P.
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cakupan Pasal 281 KUHPidana dan bagaimana eksistensi Pasal 281 KUHPidana berhadapan dengan Pasal 10 Jo Pasal Pasal 36 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Cakupan dari tindak pidana melanggar kesusilaan di depan orang lain dalam Pasal 281 ayat 1 dan ayat 2 KUHPidana adalah dilarangnya perbuatan melanggar kesusilaan di depan umum, yaitu di tempat umum atau di tempat yang bukan tempat umum tetapi dapat dilihat/didengar dari tempat umum, atau di depan orang lain bertentangan dengan kehendaknya. Pengertian melanggar kesusilaan  merupakan pelanggaran sopan santun dalam bidang seksual, di mana perbuatan melanggar kesusilaan itu pada umumnya dapat menimbulkan perasaan malu, perasaan jijik atau terangsangnya nafsu birahi orang. 2. Eksistensi Pasal 281 KUHPidana masih tetap diperlukan karena unsur melanggar kesusilaan dari Pasal 281 KUHPidana memiliki cakupann yang lebih luas dari pada perbuatan-perbuatan yang telah dirumuskan secara spesifik dalam Pasal 10 jo Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008. Kata kunci: Eksistensi, kesusilaan, di depan umum
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH OLEH UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK May, John
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban  kekerasan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana diubah oleh undang-undang nomor 35 tahun 2014 dan bagaimana akibat hukum terhadap pelaku yang melakukan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Perlindungan terhadap anak merupakan hak asasi yang harus diperoleh anak, Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Dalam penyelenggaraan perlindungan anak yang tercantum dalam UU No.23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah oleh UU No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak maka semua pihak mempunyai kewajiban untuk melindungi anak dan mempertahankan hak-hak anak. Dalam undang-undang ini juga dijelaskan bahwa semua  anak mendapat perlakuan yang sama pula, dalam hal ini tidak ada diskriminasi ras, etnis, agama, suku dan sebagainya. 2. Pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak dalam lingkup rumah tangganya, termasuk salah satunya kekerasan fisik dan apabila pelakunya adalah orang tua kandung maka hukumannya akan lebih berat. Kata kunci: Anak, korban kekerasan, rumah tangga.
KAJIAN PASAL 56 KUHAP TENTANG PENUNJUKAN PENASEHAT HUKUM ADALAH HAK ASASI TERSANGKA/TERDAKWA Abdullah, Junaidi S
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan tersangka/terdakwa jika melakukan suatu perbuatan pidana, bisa didampingi oleh penasihat hukum/advokat dan sejauhmana penerapan Pasal 56 KUHAP bisa dikenakan kepada tersangka/terdakwa dalam proses persidangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Penunjukan penasehat Hukum dengan tanpa imbalan (secara Cuma-Cuma) masih sangat memprihatinkan pada proses Peradilan idealism penasehat Hukum membela kepentingan Tersangka/Terdakwa kadangkala luntur. 2.  Kehadiran penasehat Hukum dalam memberikan bantuan Hukum Khususnya pada tahap pemeriksaan penyidik hanya melihat dan mendengar, jadi hanya bersifat pasif tidak aktif. Kata kunci:  Penunjukan, penasehat hukum, hak asasi, tersangka

Page 2 of 3 | Total Record : 21


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue