cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen" : 20 Documents clear
IMPLEMENTASI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN KEWENANGAN KPK DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 (Muhammad Islami Mansur)IMPLEMENTASI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN KEWENANGAN KPK DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 Mansur, Muhammad Islami
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimanakah Kedudukan KPK dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan bagaimanakah Implementasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh KPK Berdasarkan UU No 30 Tahun 2002, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Kedudukan KPK sebagai salah satu Negara bantu adalah independen dan bebas dari kekuasaan manapun, hal ini dimaksudkan agar dalam memberantas korupsi KPK tidak mendapatkan intervensi dari pihak manapun. Terbentuknya KPK juga merupakan jawaban atas tidak efektifnya kinerja lembaga penegak hukum selama ini dalam memberantas korupsi, yang terkesan berlarut-larut dalam penanganannya bahkan terindekasi ada unsur  korupsi dalam penanganan kasusnya. Kewenangan penuntutan yang ada pada KPK sudah tepat karena lembaga ini bergerak secara independen tanpa intervensi manapun. 2. Implementasi KPK dalam memberantas korupsi adalah melaksanakan koordinasi, supervise, dan monitor yaitu mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, penuntutan TPK berdasarkan peraturan Perundang-undangan.Kata kunci: korupsi; kpk;
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PMEALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG Sambur, Melisa
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas dan bagaimana pemberantasan tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas adalah (1) faktor ekonomi, banyaknya jumlah penduduk dan kurangnya perhatian Negara menyebabkan para penduduk menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup yaitu salah satunya dengan melakukan kejahatan pemalsuan uang, dan (2) faktor teknologi, semakin canggihnya teknologi membuat orang dengan mudahnya mencetak uang palsu. 2. Pemberantasan Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas di Indonesia Dalam penegakan hukum dalam memberantas tindak pidana pemalsuan uang diperlukan dua upaya, yaitu: (1) upaya preventif, uang asli harus dibuat secanggih mungkin agar sulit dipalsukan,dan juga diperlukan adanya infromasi mengenai ciri-ciri umum uang asli. dan (2) upaya represif, upaya dan pekerjaan uang dilakukan oleh penegak hukum yaitu dengan penyelidikan dan penindakan.Kata kunci: Pemberantasan, Tindak Pidana, Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas.
PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PORNOGRAFI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI Uneto, Nirmala Pertama
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pornografi dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pornografi menurut Undang-Undang Pornografi nomor 44 tahun 2008, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Sebelum lahirnya Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi ada diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu pada Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, dan Pasal 533 KUHP, Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 ada di atur dalam Pasal 57 jo Pasal 36 ayat (5), Pasal 57 jo Pasal 36 ayat (6), Pasal 58 jo Pasal 46 ayat (3). Undang-Undang Perfilman No. 8 tahun 1992 ada diatur dalam Pasal 40 jo Pasal 33 ayat (1), Pasal 40 jo Pasal 33 ayat (6), Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999 ada di atur dalam Pasal 18 jo Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 jo Pasal 13 ayat (1), Undang-Undang Telekomunikasi No. 36 tahun 1999 ada di atur di dalam Pasal 45 jo Pasal 21, dan Undang-Undang ITE No.11 Tahun 2008 ada diatur di dalam Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45,  Pasal 50 jo 34 ayat (1), Pasal 52 ayat (1), ayat (4).  Sedangkan pengaturan pornografi menurut Undang-Undang No.44 Tahun 2008 ada di atur dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40 dan Pasal 41. 2. Proses penegakan hukum pidana pornografi berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi berjalan tidak begitu efektif,  penulis menghubungkan faktor yang menghambat proses penegakan hukum pornografi dengan teori yang dikemukakan oleh Soekanto, antara lain: (a), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi masih memiliki kelemahan yang perlu dikaji secara serius. Undang-Undang Pornografi dalam rumusan tindak pidana pornografi bersifat kabur (tidak pasti) sehingga berpotensi disalahtafsirkan. (b), Masih terbatasnya jumlah aparat dibandingkan dengan luasnya wilayah yang menjadi wilayah hukumnya. Selain itu, karena kurangnya pemahaman aparat tentang teknologi infomasi. (c), Kesadaran hukum masyarakat terhadap pornografi masih rendah. Seringkali masyarakat kurang bijak dalam menggunakan teknologi, sehingga mereka terjerumus untuk melakukan tindak pidana pornografi.Kata kunci: pornografi; tindak pidana;
BATAS-BATAS BERLAKUNYA KETENTUAN PIDANA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANAN MENURUT TEMPAT (PASAL 2 SAMPAI 8 KUHP) DARI ASPEK PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARA INDONESIA DI LUAR NEGERI Walintukan, Syalom
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan batas-batas berlakunya ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan menurut tempat dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 KUHP dan bagaimana pengaturan dalam Pasal 2 sampai Pasal 8 KUHP dilihat dari aspek perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia yang menjadi korban kejahatan di luar wilayah Indonesia dan pelakunya bukan Warga Negara Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan batas-batas berlakunya ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan menurut tempat dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 KUHP, yaitu: 1) dalam Pasal 2 diatur mengenai asas territorial sedangkan dalam Pasal 3 diatur perluasan asas territorial yaitu terhadap kendaraan air dan pesawat udara Indonesia; 2) dalam sebagian dari Pasal 4 diatur asas nasional pasif (perlindungsn) sedangkan dalam Pasal 7 diatur perluasan terhadap asas nasional pasif (personal) ini; 3) dalam Pasal 5 diatur asas nasional aktif  (personal) sedangkan dalam Pasal 8 diatur perluasan asas nasional aktif (personal) ini; dan 4) dalam sebagian dari rumusasn Pasal 4 diatur mengenai asas universal. 2. Peristiwa di mana seorang WNI menjadi korban kejahatan (victim) di luar Wilayah Indonesia di suatu negara asing – juga bukan terjadi di kendaraan air atau pesawat udara indonesia, juga pelakunya bukan seorang WNI, juga bukan persoalan meterai/merek/surat hutang yang dikeluarkan/digunakan/menjadi tanggungan Pemerintah Indonesia, serta juga bukan kasus pemalsuan mata uang/uang kertas atau pembajakan di laut atau di pesawat udara merupakan peristiwa yang bukan menjadi kompetensi pengadilan Indonesia untuk memeriksa dan memutusnya.Kata kunci: Batas-batas Berlakunya Ketentuan Pidana, Peraturan Perundang-undangan, Menurut Tempat, Aspek Perlindungan, Warga Negara Indonesia di Luar Negeri.
PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIIL (MATERIELE WEDERRECHTELIJK) DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Korompis, Juan Belva Caesar Abram
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijk) dalam hukum pidana di Indonesia dan bagaimana penerapan melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijk) dalam tindak pidana narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika untuk mencapai tujuan hukum, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Perbuatan melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijk) tidak diatur secara tegas baik dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika serta peraturan perundang-undangan lainnya di luar KUHP sebagai hukum positif di Indonsia, namun perbuatan melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijk) yang berfungsi sebagai alasan penghapus pidana keberadaannya dalam hukum pidana di Indonesia diakui dan dianut. 2. Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika mengenai perbuatan melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijk) yang didasarkan pada perasaan hukum masyarakat serta berfungsi sebagai alasan pembenar dalam kenyataannya tidak dilaksanakan secara konsekuen sehingga keadilan sebagai tujuan hukum yang paling mendasar tidak tercapai – Kepala Putusan Pengadilan: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.Kata kunci: melawan hukum materiil; narkotika;
JANGKA WAKTU PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA UMUM BERDASARKAN KUHAP (UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981) Sumual, Nicky Joshua
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kepastian ketentuan batas waktu penyidikan tindak pidana umum dalam Kitab Undang-Undang HukumAcara Pidana (KUHAP) dan bagaimana sebaiknya penanganan batas waktu penyidikan tindak pidana umum dalam pembaharuan hukum acara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Sebagai dasar pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) belum mengatur mengenai batas waktu penyidikan tindak pidana (umum), keadaan ini membawa akibat terjadinya ketidakpastian hukum serta memberi  kesempatan bagi aparat penegak hukum (penyidik) untuk bertindak sewenang-wenang serta terjadi pelanggaran terhadap hak-hak tersangka/terdakwa termasuk juga saksi. 2. Pengaturan batas waktu penyidikan tindak pidana umum dalam hukum acara pidana yang akan datang (Ius Constituendum) dirumuskan secara tegas danpasti berdasarkan kualifikasi berat atau ringan perkara yang ditangani demi terwujudnya kepastian hukum.Kata kunci: Jangka waktu; penanganan perkara; tindak pidana umum
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANGGOTA MILITER MENURUT UU NO. 39 TAHUN 1947 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER Prakoso, Rizal P. A.
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum pidana militer dan bagaimana penerapan hukum pidana militer terhadap anggota militer sebagai penyalahguna narkotika. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan terhadap Hukum Acara Pidana Militer menurut penulis, berbeda dari Hukum Acara Pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang disingkat KUHAP, antara lainnya tentang Penyidikan yang menurut Pasal 1 Angka 1 KUHAP. Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, merumuskan pada Pasal 1 Angka 33 bahwa “Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah administrasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan pembinaan dan penggunaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia serta mengelola pertahanan dan keamanan negara. 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Berdasarkan pada beberapa ketentuan pidana yang mengancam pidana penjara maupun pidana denda tersebut, jelaslah bahwa tindak pidana narkotika adalah salah satu ketentuan hukum pidana yang berat ancaman pidananya. Apabila, dalam penyalahgunaan narkotika semakin canggih operasionalisasinya, yang tidak jarang juga melibatkan anggota TNI, baik dalam pengamanan pengakutnya maupun di dalam transaksi-transaksinya.Kata kunci: Penyalahgunaan Narkotika, Anggota Militer, Hukum Pidana Militer
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PENGEDAR OBAT-OBATAN TANPA IZIN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Yarbo, Sadam
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui lembaga apa yang berwenang menerbitkan surat izin edar obat-obatan dan bagaimana proses pertanggung jawaban tindak pidana pengedar obat-obatan tanpa izin, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normative disimpulkan bahwa: 1. Lembaga yang berwenang menerbitkan izin edar suatu produk obat-obatan di wilayah Negara Republik hanyalah Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2. Proses Pertanggung jawaban pidana dalam tindak pidana pengedar obat-obatan tanpa izin sama seperti proses pertanggung jawaban tindak pidana biasanya, yaitu terpenuhinya unsur mens read dan actus reus.Kata kunci: obat; obat tanpa izin; kesehatan
TINDAK PIDANA MENGAMBIL KEUNTUNGAN DARI PENJUALAN BARANG YANG DIPEROLEH KARENA KEJAHATAN MENURUT PASAL 480 Ke 2 KUHP (KAJIAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 548 K/PID/2017) Sumampouw, Giovanni
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana menarik keuntungan dari hasil suatu barang yang diperoleh dari kejahatan dalam Pasal 480 ke 2 KUHP dan bagaimana penerapan Pasal 480 ke 2 KUHP dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 548 K/Pid/2017, di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Pengaturan tindak pidana menarik keuntungan dari hasil suatu barang yang diperoleh dari kejahatan (Pasal 480 ke 2 KUHP) terdiri atas unsur-unsur: 1) barangsiapa, 2) yang mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang, 3) yang diketahuinya atau yang patut harus disangkanya, dan 4) barang itu diperoleh karena kejahatan; di mana karakteristik yang membedakannya dari penadahan (Paal 480 ke 1 KUHP) terletak pada unsur “mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang”. 2. Penerapan Pasal 480 ke 2 KUHP dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 548 K/Pid/2017, yaitu Mahkamah Agung berpendapat bahwa jika seorang isteri menerima sesuatu dari suaminya dan si isteri menyatakan bahwa ia tidak tahu barang (uang) yang diterimanya itu merupakan hasil kejahatan, sedangkan harga barang (uang) yang diterima si isteri tidak terlalu berlebihan, maka dapat dipertimbangkan bahwa si isteri tidak bersalah atas dakwaan Pasal 480 ke 2 KUHP.Kata kunci: Pasal 480; keuntungan dari penjualan barang;
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 12 TAHUN 1951 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA API TERHADAP KASUS PENEMBAKAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN Tombokan, Mardiano Marco
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang penggunaan senjata Api menurut Hukum positif yang berlaku di Indonesia dan bagaimana Implementasi Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Penggunaan senjata api, terhadap kasus penembakan yang menyebabkan kematian. Dengan menggunakan metode penelitiahn yuridis normatif, disimpulkan:  1. Di Indonesia sendiri terdapat hukum positif yang mengatur tentang penggunaan senjata api atau yang berhubungan dengan itu. Ada aturan yang diatur pada saat sebelum indonesia merdeka dan ada juga aturan pada saat Indonesia merdeka. 2. Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, tidak mengatur secara rinci tentang sanksi bagi pelaku penyalahgunaan senjata api khususnya anggota kepolisian mengenai hal itu telah diakomodir oleh aturan diluar Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Dalam hal penerapan sanksi terhadap anggota POLRI, khususnya sanksi terhadap pelaku penyalahgunaan senjata api tergantung dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh unit P3D. apabila perbuatan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin maka sanksinya adalah sebagaimana disebut dalam pasal 7 peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota POLRI. Selanjutnya apaila hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh unit P3D dinyatakan sebagai pelanggran disiplin dan tindak pidana maka selain diberikan sanksi disiplin juga dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Kata kunci: Implementasi, senjata api, penembakan, kematian

Page 1 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue