cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen" : 11 Documents clear
UPAYA PAKSA DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Utiarahman, Andre Putra
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi di Indonesia dan bagaimana upaya paksa dalam penyidikan tindak pidana korupsi di Indonesia di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi di Indoensia dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk mengumpulkan bukti tentang terjadinya tindak pidana korupsi, yang dengan bukti itu akan terang tindak pidana korupsi yang terjadi sekaligus menemukan tersangkanya. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi dimulai dengan penerapan penyidikan yang dilakukan dengan cara terutama Penyusunan Laporan Kejadian Terjadinya Tindak Pidana Korupsi, pembentukan Tim Penyidik, Penerbitan Surat Perintah Penyidikan, membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Jaksa Penuntut Umum, melakukan koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum dan apabila Penuntut Umum telah menerima dan menyatakan lengkap berkas dari Penyidik (P21) maka penyidikan dianggap selesai. 2. Upaya paksa yang dapat dalam dilakukan dalam penyidikan tindak pidana korupsi adalah penangkapan dan penahanan terhadap tersangka, penggeledahan, penyitaan barang bukti, pencegahan kepergian keluar negeri, menghadapkan saksi dan penyadapan, yang harus dilakukan secara sah seperti harus ada surat perintah, izin pengadilan negeri dan memiliki alasan yang cukup berdasarkan hukum.Kata kunci: upaya paksa; korupsi;
PENERAPAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DAN DITAMBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PRAKTEK PERADILAN (Studi Kasus Nomor 199/Pid.B/2011/PN.Tdo) Makagansa, Marthin
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya peneltian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pasal 15 sebagai Tindak Pidana Korupsi dan bagaimana penerapan Pasal 15 dalam putusan Nomor. 199/ Pidana.B/ 2011/ PN.Tondano. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Tindak Pidana Korupsi merupakan suatu perbuatan Pidana melawan Hukum dengan maksud memeperkaya diri pribadi atau orang lain golongan secara salah dalam menggunakan pengaruh jabatannya yang bisa merugikan keuangan dan perekonomian negara, Dalam hal ini JPU telah mengajukan tuntutan kepada terdakwa ke Pengadilan Negeri Tondano, dengan dakwaan “Korupsi” dalam dakwaan Primer dan Subsidair, Hakim mempertimbangkan dakwaan Primer tidak terbukti, maka mempertimbangkan dakwaan Subsidair (Pasal 3 jo Pasal 15 jo Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No.20 Tahun 2001). 2. Penerapan Pasal 15 dalam putusan No. 199/Pid.B/2011/PN.Tdo telah di uji dalam persidangan Pengadilan Negeri dimana tentang percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat telah terbuktisecara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.Kata kunci: Penerapan Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999,  Tindak Pidana Korupsi, dalam praktek peradilan.
SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK MENURUT KUHP Sorongan, Charles
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya peneltian ini adalah untuk mengetahui bagaimana   ruang lingkup dari kejahatan kesusilaan dalam KUHP dan bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku  tindak pidana pencabulan menurut KUHP.  Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kejahatan di bidang kesusilaan adalah kejahatan mengenai hal yang berhubungan dengan masalah seksual. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Bab XIV Buku II dengan titel ”Kejahatan Terhadap Kesusilaan”. Ada 18 (delapan belas) jenis kejahatan terhadap kesusilaan di atas maka dapat dibagi atas lima (5) kelompok besar kejahatan terhadap kesusilaan yaitu: a. Tindak pidana menyerang rasa kesusilaan umum; b. Kejahatan kesusilaan dalam hal persetubuhan; c. Kejahatan kesusilaan mengenai perbuatan cabul; d. Perdagangan perempuan dan anak, dan menyerahkan anak untuk pengemisan; e. Tindak pidana kesusilaan yang berhubungan dengan pencegahan dan pengguguran kehamilan. 2. Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan menurut Pasal 287 ayat (1) KUHP adalah sembilan tahun apabila benar-benar hakim maupun penuntut umum dapat membuktikan bahwa perbuatan pelaku telah memenuhi unsur subyektif yaitu ‘yang ia ketahui’ dan ‘yang sepantasnya ia duga’ yang memenuhi unsur kesalahan dalam kedua bentuknya yaitu ‘sengaja’ dan ‘alpa’ serta unsur obyektif bahwa pelaku mengadakan ‘hubungan kelamin di luar perkawinan’ dengan ‘perempuan yang belum dapat dinikahi’.Kata kunci: Sanksi Pidana, Pelaku Tindak Pidana, Pencabulan Terhadap Anak
PENGATURAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME Marpaung, Christi H.
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pendanaan terorisme dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 dan bagaimana pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan tindak pidana transnasional yang terorganisasi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan tindak pidana pendanaan terorisme dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013, yaitu Pasal 4 merupakan tindak pidana pokok pendanaan terorisme yang telah mencakup rumusan 3 (tiga) tindak pidana berkenaan dengan pendanaan terorisme dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 juncto Perpu Nomor 1 Tahun 2002, yaitu Pasal 11 (menyediakan atau mengumpulkan dana), Pasal 12 (mengumpulkan harta kekayaan untuk melakukan tindakan berkenaan dengan bahan nuklir), dan Pasal 13 huruf a (memberikan atau menyewakan uang, barang atau harta kekayaan lainnya); tetapi yang dicakup hanya sepanjang perbuatan yang dilakukan dengan sengaja karena Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 hanya memiliki unsur dengan sengaja. 2. Dalam hal pendanaan terorisme yang dilakukan lintas negara dipandang sebagai tindak pidana transnasional yang terorganisasi (transnational organized crime) maka negara-negara yang berpandangan demikian dapat membuat membuat perjanjian kerja sama antarnegara yang akan makin mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme.Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan Terorisme, Pencegahan Dan Pemberantasan
PENYADAPAN OLEH BADAN INTELEJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA TERORISME Moonik, Andrew
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kewenangan  penyadapan  yang  dilakukan  Badan  Intelijen  Negara dalam memperoleh bukti permulaan dan penyadapan  yang  dilakukan  oleh  Badan  Intelijen  Negara  terhadap orang  yang diduga melakukan tindak pidana terorisme. Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penyadapan  yang  dilakukan  Badan  Intelijen  Negara  merupakan penyelenggaraan  fungsi  Intelijen,  diantaranya  fungsi  penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan melalui metode kerja untuk pendeteksian dan  peringatan  dini  dalam  rangka  pencegahan,  penangkalan,  dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional. 2. Ketentuan mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara terhadap  sasaran  yang  telah  mempunyai  bukti  permulaan  yang  cukup, dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri, secara a contrariodapat  diartikan  bahwa  penyadapan  yang  dilakukan  Intelijen  Negara terhadap sasaran  yang belum mempunyai bukti permulaan  yang cukup dapat dilakukan tanpa adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri.Kata kunci:  Penyadapan, Badan Intelejen Negara, Bukti Permulaan, Tindak Pidana Terorisme
HUKUMAN KEBIRI KIMIA PADA KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK Hassan, Priezka Pratiwi
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitiabn ini yaitu untuk mengetahui bagaimana perlindungan anak menurut undang-undang yang berlaku dan bagaimana penerapan hukuman kebiri kimia atas pelaku kejahatan seksual pada anak ysng dengabn metode penelitian hukum normatidf disimpulkan: 1. Perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Penerapan hukuman kebiri kimia telah didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubana Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang pada Pasal 81 ayat (5) dan Pasal 81 ayat (7) yang memuat ancaman hukuman tambahan, termasuk hukuman kebiri kimia terhadap pelaku yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak.Kata kunci: kebiri; kebiri kimia; anak;
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Pangesti, Hutpa Ade
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap korban kejahatan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia dan faktor-faktor apa yang menjadi penyebab korban kejahatan belum memperoleh perlindungan hukum secara memadai dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Bentuk perlindungan hukum terhadap korban kejahatan dalam penegakan hukum pidana diberikan dalam bentuk hak korban untuk memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman, memberikan keterangan tanpa tekanan, mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus, memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai kebutuhan, mendapatkan nasehat hukum dan memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan, dimana pertimbangan dalam bentuk hal ini diberikan kepada korban tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sampai keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 2. Penyebab korban kejahatan belum memperoleh perlindungan secara memadai dalam penegakan hukum pidana adalah faktor undang-undang yang belum dapat diterapkan bagi semua korban kejahatan, faktor kesadaran hukum korban terutama munculnya perasaan takut terjadi balas dendam dari pelaku, kurangnya sarana dan prasarana pendukung perlindungan korban dan keterbatasan sumber daya manusia hak secara kuantitas maupun kualitas.Kata kunci:  Perlindungan Hukum, Korban Kejahatan,  Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia
TINDAK PIDANA KORPORASI DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DIREKSI Diasamo, Indah Nofiyanti
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan dan pengaturan tindak pidana korporasi dan bagaimana pertanggungjawaban pidana Direksi suatu korporasi di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimnpulkan: 1. Tindak pidana Korporasi adalah tindak pidana yang subjek hukumnya adalah Korporasi sebagai bentukan manusia dan hukum (artificial person) yang mulanya hanya Pengurus Korporasi yang dimintakan pertanggungjawaban pidananya. Makin berkembang dan banyaknya Korporasi, khususnya berbadan hukum Perseroan Terbatas, makin terbuka peluang tumbuhnya tindak pidana oleh Korporasi. 2. Direktur adalah penamaan terhadap orang (orang-orang) sebagai anggota Direksi suatu Perseroan Terbatas yang diberikan kewenangan atas nama Perseroan baik ke dalam maupun ke luar Pengadilan oleh ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Konsekuensinya jika bermasalah di pengadilan, Direksi inilah yang tampil ke Pengadilan dan terhadapnya dimintakan pertanggungjawaban pidana sebagaimana pada perkara PT. GJW di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.Kata kunci: korporasi; direksi; pertanggungjawaban pidana;
KAJIAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA TERORISME Ulukyanan, Hagai Fernando
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana cara pemberian pembebasan bersyarat  terhadap narapidana terorisme dan apa pentingnya pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana terorisme. Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana terorisme berbeda dengan pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana umum. Dalam pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat terdapat syarat administratif yang didalamnya adanya program deradikalisasi, yang bertujuan untuk mengembalikan narapidana terorisme mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dasar pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana yang melakukan tindak pidana terorisme haruslah yang telah memenuhi persyaratan umum yaitu telah menjalankan 2/3 masa pidananya dan telah berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme serta memenuhi persyaratan khusus dengan turut  berkerja sama membantu membongkar tindak pidana terorisme yang dilakukannya dan mengikuti program deradikalisasi dari Kepala Lapas dan/atas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. 2. Negara berhak memperbaiki setiap pelanggar hukum yang melakukan suatu tindak pidana melalui sesuatu pembinaan dengan memperhatikan hak-hak dari narapidana selama menjalani masa pidananya tanpa terkecuali narapidana terorisme. Pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana terorisme ini menjadi suatu hal yang penting supaya narapidana tersebut dapat berintegrasi dengan baik terhadap masyarakat dan dapat menjalani fungsi sosialnya kembali ke masyarakat serta tidak lagi melakukan tindakkan melanggar hukum.Kata kunci: Kajian Yuridis, Pembebasan Bersyarat, Narapidana, Terorisme
TANGGUNG JAWAB PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN JABATAN BERDASARKAN KUHP Imbang, Putra Grandi Imanuel
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana  perumusan tindak pidana penyalahgunaan jabatan dalam KUHP dan bagaimana  tanggung jawab pidana pelaku tindak pidana penyalahgunaan jabatan berdasarkan KUHP yang dengabn metode penelitian hukum normative disimpulkan: 1. Pengaturan tentang tindak pidana penyalahgunaan jabatan diatur dalam KUHPidana, terkait dengan  pegawai negeri sebagaimana di dalam rumusan kejahatan jabatan yang diatur dalam Buku ke-II Bab ke-XXVIII  KUHP sebagai kejahatan jabatan dan di dalam dan dalam Buku ke-III Bab ke-VIII KUHP sebagai pelanggaran jabatan. 2. Kejahatan jabatan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil dengan menggunakan kekuasaan, sarana dan prasarana jabatannya, melakukan perbuatan melawan hukum dimana pelaku kejahatan  penyalahgunaan jabatan memenuhi unsur perbuatan melawan hukum ada kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan. pejabat sebagai pengemban amanah negara, tidak dibenarkan menggunakan jabatannya untuk melakukan kejahatan. Oleh karena itu pelaku kejahatan penyalahgunaan jabatan mempertanggungjawabkan perbuatannya menurut peraturan yang berlaku yang diatur di dalam KUHP Pasal 52 dengan memperberat hukuman pidana bagi pejabat yang  menggunakan jabatannya melakukan kejahatan.Kata kunci: penyalahgunaan jabatan; tanggung jawab pidana;

Page 1 of 2 | Total Record : 11


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue