cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum
ISSN : 19782292     EISSN : 25797425     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum merupakan media ilmiah bidang kebijakan hukum berupa hasil penelitian dan kajian, tinjauan hukum, wacana ilmiah dan artikel. Terbit tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli dan November.
Arjuna Subject : -
Articles 236 Documents
LEGALITAS SUBJEK HUKUM YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM (Kedudukan Yayasan Yang Terbentuk Sebelum Lahirnya UU 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan) THE LEGALITY OF THE INSTITUTION LEGAL SUBJECT AS CORPORATION (The Standing of Foundation Established before the inception of the Act Number 28 of 2004 on Amendement of the Act Number 16 of 2001 on Foundation) . Simatupang, Taufik H
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 7, No 1 (2013): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2013.V7.`1-12

Abstract

Pendirian yayasan di Indonesia sebelum tahun 2001 hanya berdasarkan atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud untuk berlindung dibalik status yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para para pendiri, pengurus dan pengawas. Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasarnya. Oleh karenanya, UU 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (UU Yayasan) dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam UU Yayasan.AbstractEstablishment of foundations in Indonesia before 2001 just based on habit in society and jurisprudence of the Supreme Court, because no it was not law that govern them. The facts show the community established a foundation intent to take cover behind the status of the foundation, which is not only used as a forum to develop social activities, religious, humanitarian, but it also to get feather one's nest of founders, administrators and supervisors. In line with this trend also arise various problems, both problems are related to the activities of the foundation which do not fit with the aims and objectives set forth in its charter. Therefore, Act No. 28 of 2004 on the amendment of Act No. 16 Year 2001 on the Foundation (Foundation Act) was intended to provide a correct understanding of the public about the foundation, ensure legal certainty and order and restore the function of the foundation as a legal institution in order to achieve certain goals in social , religion and humanity. Its establishment is done by notarial deed and obtain legal status after it is approved by the Minister of Law and Human Rights or his representative. The provision is intended to approval administrative structuring of a foundation as a legal entity can be done properly in order to prevent theestablishment of a foundation without going through the procedures specified in the Act of Foundations.
PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN AKIBAT HUKUMNYA (Suatu Tinjauan Normatif) THE REGISTRATION OF FIDUCIARY AND THE LEGAL CONSEQUENCES (A Review of Normative) Sanusi, Ahmad
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 7, No 1 (2013): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2013.V7.73-83

Abstract

Fenomena pertumbuhan ekonomi di 2013 sebesar 6.8 % akan membawa dampak pada dunia lembaga penjaminan. Sektor perkreditan konsumtif diasumsikan akan meningkat. Dengan didaftarkannya jaminan fidusia akan memberikan perlindungan hukum terhadap penerima fidusia (debitur) maupun terhadap Pemberi Fidusia (kreditur). Dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UUJF) adanya kewajiban bagi si pemberi fidusia (kreditur) untuk memberikan benda yang menjadi jaminan fidusia kepada si penerima fidusia (debitur) jika terjadi gagal bayar (wan Prestasi). Akan tetapi tidak diikuti sanksi apapun jika debitur tidak memenuhi kewajibannya.AbstractThe phenomenon of economic growth in 2013 at 6.8% will have impacts of insurance corporation. The consumer credit sector is assumed to be rise. With the registration of the fiduciary will deliver legal protection against the debtors of fiduciary or creditors. In Act No. 42 of 1999 concerning Fiduciary (UUJF) a fiduciary obligation to the creditors to give thing as fiduciary to the debitors if the event of default. But, He/she does not get any sanctions if the debtors does not fulfill its obligations.
Evaluasi Pola Karir di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Apriansyah, Nizar
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 11, No 1 (2017): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2017.V11.41-58

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran data dan fakta empiris terkait dengan Pelaksanaan pola karir Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Metode Penelitian dikategorikan sebagai penelitian evaluasi yang bersifat deskriftif analisis dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif Jenis sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode Pengumpulan data mengunakan quesioner serta metode analisa data dengan pentabulasian frekuensi. Dari hasil pembahasan menyimpulkan bahwa pada dasarnya Kementerian Hukum dan HAM telah menerapkan pedoman pola karir seperti yang diamanatkan oleh Permenkumham Nomor. M.3819.KP.04.15/2006 tentang Pola Karir di Departeman Hukum dan HAM  dan Peraturan Pemerintah Nomor  35 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Pola Karir Pegawai Negeri Sipil. dalam implementasinya dilapangan pembinaan sistem karir di lingkungan Kemenenterian Hukum dan HAM telah memperhatikan unsur-unsur seperti yang diamanatkan oleh Peraturan – peraturan tersebut  yang meliputi pendidikan formal, diklat   jabatan, usia, masa kerja, pangkat/golongan  ruang, tingkat  jabatan,  pengalaman  jabatan,  penilaian prestasi kerja dan kompetensi jabatan.  Tapi walau bagaimanapun masih ada yang harus diperbaiki, karena sampai saat ini Kemenkumham belum memiliki pedoman pola karir terbaru yang mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara, karena dilapangan masih banyak kendalah-kendala teknis yang belum diatur dalam pedoman pola karir yang ada sekarang.
Pelaksanaan Reward dan Punishment Terhadap Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM Meyrina, Susana Andi
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 11, No 2 (2017): July Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2017.V11.139-157

Abstract

Untuk mencapai tujuan keberhasilan Refomasi Birokrasi di Kementerian Hukum dan HAM, salah satunya adalah pelaksanaan reward dan punishment agar dapat berjalan bersama-sama saling bersinergi, untuk menjadi feedback (umpan balik) kebijakan yang adil dalam mengambil keputusan terhadap peningkatan kinerja pegawai, agar dapat mengurangi tingkat tingginya penjatuhan hukuman disiplin pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, terutama di Lembaga Permasyarakatan. Langkah-langkah kebijakan strategis terhadap pelaksanaan reward dan punishment dalam rangka peningkatan kinerja pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, berkaitan dengan tulisan ini, ingin mengetahui pelaksanaan reward dan punishment agar dapat berjalan bersama-sama berdampak pada peningkatan kinerja pegawai di lingkungan Kementerian Hukum Dan HAM. Metode penelitian ini dengan pendekaan kualitatif dan tipologi penelitian yang bersifat deskriptif dengan mengumpulkan dan memanfaatkan informasi dan menggambarkan yang terkait dengan pelaksanaan reward dan Punishment. Data sekunder yang dikumpulkan berdasarkan penelurusuran literature library manajemen Sumber daya manusia. Dari hasil kesimpulan kajian ini adalah pelaksanaan reward dan punishment belum dapat seimbang berjalan bersama-sama yang berdampak pada peningkatan karier pegawai, Selama ini reward diberikan kepada pegawai berprestasi berupa plakat, sertifikat dan piagam maka dirasakan pegawai belum menunjukkan keadilan dan belum sesuai dengan tujuan untuk meningkatkan kegairahan dalam motivasi peningkatan kinerja pegawai, akibatnya tindakan hukuman disiplin belum memberikan efek jera kepada pegawai, terbukti masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai pada kasus yang sama maka diperlukan konsistensi yang dapat menjamin bahwa reward yang diberikan pegawai bersifat bermanfaat yang berdampak pada karier pegawai dan punishment yang diberikan bersifat keras dan tegas, tidak pandang bulu.
Analisis Fungsi dan Manfaat WTO Bagi Negara Berkembang (Khususnya Indonesia) Jamilus, Jamilus
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 11, No 2 (2017): July Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2017.V11.205-225

Abstract

Globalisasi memberikan dampak berupa perubahan pada pasar internasional, salah satunya adalah liberalisasi perdagangan, yang dipandang sebagai suatu upaya untuk meningkatkan daya saing ekonomi.hal ini menjadi polemik bagi Negara berkembang seperti Indonesia yang memang mengharuskan untuk memproteksi liberalisasi perdagangan dunia tersebut untuk menjaga kelangsungan produksi lokal sebagai Implikasi keikutsertaan Indonesia dalam organisasi GATT/ WTO. Tulisan ini bertujuan untuk mendapat gambaran tentang fungsi dan manfaat WTO  bagi negara berkembang khususnya Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, data yang diperoleh di analisis secara deskriptif kualitatif. Hasilnya adalah, ada 3 Fungsi WTO bagi negara berkembang, Pertama, sebagai suatu perangkat ketentuan (aturan) multilateral yang mengatur tindak tanduk perdagangan; Kedua, sebagai suatu forum (wadah) perundingan perdagangan. Ketiga sebagai suatu “pengadilan” internasional. Dan Manfaat WTO bagi Negara berkembang adalah dapat meningkatkan kinerja, khususnya bagi Indonesia dapat menjamin terciptanya lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi dan perdagangan dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dunia. Sementara itu terdapat hambatan, antara lain kurangnya komitmen pemerintah dalam meningkatkan dunia usaha akibat mengalami masalah dalam pembangunan, ditambah dengan kurangnya kesiapan sumber daya manusia, baik pengusaha, kalangan professional, maupun pejabat pemerintah. Untuk itu, perlu harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan, baik yang bersifat nasional maupun internasional dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.
Kebijakan Perlakuan Khusus terhadap Narapidana Risiko Tinggi di Lembaga Pemasyarakatan (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kls III Gn. Sindur) Haryono, Haryono
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 11, No 3 (2017): November Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2017.V11.231-247

Abstract

Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum di penjara. Oleh karena itu diperlukan satu sistem yang jelas mengenai perlakuan terhadap narapidana. Meningkatnya kategori dan jumlah narapidana risiko tinggi disikapi oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan menetapkan kebijakan perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi di lembaga pemasyarakatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlakuan khusus terhadap narapidana risiko tinggi serta implementasi kebijakan perlakuan khusus terhadap narapidana risiko tinggi di lembaga pemasyarakatan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data penelitian ini dengan pengamatan dan focus group discussion. Model perlakuan khusus kepada narapidana tertentu merupakan salah satu syarat untuk mencapai efektifitas pelaksanaan pembinaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa Perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi di Lapas Klas III Gn. Sindur belum dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-58. OT.03.01 tahun 2010 tentang Prosedur Tetap Perlakuan Narapidana Risiko Tinggi. Hal ini disebabkan karena masih ada kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan pedoman perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi dari sisi sosialisasi peraturan, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana.
Aspek Layanan Kesehatan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dan Tahanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (Aspects of Health Carestowards Convicts And Inmates) Ahmad Sanusi
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.37-56

Abstract

Berdasarkan data, Narapidana dan Tahanan di Lapas dan Rutan pada 33 (tiga puluh tiga) Provinsi di 464 UPT Lapas dan Rutan sudah mencapai 162.441 orang/Januari 2015. Padatnya tingkat hunian Rutan/Lapas menghambat Rutan/Lapas dalam melaksanakan fungsi pelayanan atau pembinaan. Kelebihan kapasitas yang tidak sebanding dengan luas dan hunian akan berakibat sangat cepat narapidana dan tahanan terjangkit penyangkit menular. Disisi lain kondisi sanitasi yang kurang baik akan mempercepat proses lingkungan yang tidak sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum terkait dengan layanan kesehatan dan perawatan bagi narapidana dan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Dengan permasalahan sebagai berikut : pertama Bagaimana pelaksanaan Layanan Kesehatan pada Lapas dan Rutan. Kedua Bagaimana kendala yang dihadapi dalam pemberian layanan kesehatan pada Lapas dan Rutan. Sementara Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan strategi meneliti menekankan pada usaha memanfaatkan dan mengumpulkan informasi mengenai suatu fenomena secara statistik. Hasil penelitian menyimpulkan belum ada standardisasi poliklinik pada Rutan dan Lapas. Kemudian penempatan tenaga medis (dokter) masih belum merata pada tiap-tiap Rutan dan Lapas. Selain pula Sarana dan prasarana poliklinik serta obat-obatan, menurut responden dari tenaga medis masih dirasakan sangat kurang dan masih perlu adanya peningkatan. Oleh karena itu, maka penulis merekomendasikan Rutan dan Lapas, perlu adanya kebijakan standard ruang layanan kesehatan (poliklinik kesehatan), seperti ruang obat; ruang poli gigi, ruang konseling; ruang poli umum; dan ruang rawat inap. Dan padaRutan dan Lapas, perlu segera adanya penempatan tenaga medis (dokter) yang masih belum terisi oleh tenaga medis seperti dokter umum dan dokter gigi.Kata Kunci : Layanan Kesehatan, Warga Binaan Pemasyarakatan dan Tahanan, Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan NegaraAbstractBased on data, on January 2015, the numbers of convicts and inmates in correctional institutionals and jails (464 technical units), in 33 provinces reached 162.441. The density of this occupancy in correctionals and jails had caused disruptive in carrying service out or development for them. The over capacity is not comparable with wide of area and occupancy that can lead many communicable diseases to them. On the other hand, a poor sanitation can make unhealthy environment. This research was aimed to find out a general description about health and treatment cares for convicts and inmates in correctionals and jails. The problems were : first, how the implementation of health cares in correctionals and jails? Second, how obstacles faced in serving health in correctionals and jails? It used quantitative approach by using a strategy of pointing on utilizing and collecting information about a phenomenon, statistically. The result of this research was concluded that there was not a standardization of polyclinic`s building at correctionals and jails, yet. Then, there were differences of of paramedic placement (doctor), in each correctionals and jails. According to respondents (paramedic) still found the lacks of infrastructures and medicines. The recommendation of this research were it was necessary a policy of polyclinic standard, such as drugstore, dental room, room of counselling, room of general polyclinic, and room of inpatient. It was needed paramedics to place in correctionals and jails both doctors and dentists.Keywords: Health Care, convicts and inmates, correctional institutionals and jails
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BEBAS VISA DALAM PERSPEKTIF KEIMIGRASIAN Ahmad Jazuli
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 3 (2016): Edisi November
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.211-225

Abstract

Penelitian ini mencoba untuk mengamati implementasi kebijakan bebas visa dalam perspektif keimigrasian. Bebas Visa, sebagai suatu kebijakan telah diimplementasikan dalam tiga tahap melalui Peraturan Presiden No. 69/2015 (30 negara);PeraturanPresiden No. 104/2015 (75 negara) dan Peraturan Presiden No. 21 /2016 (169 negara). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis permasalahan terkait upaya jajaran keimigrasian dalam kebijakan bebas visa; serta kendala yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif – kuantitatif (mixed methods). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: pertama, upaya yang dilakukan oleh immigrasi yaitu: pengawasan dan kerja sama dengan instansi terkait TIMPORA sampai tingkat Rukun Tetangga/Rukun Warga; peningkatan kompetensi sumber daya manusia, saranaprasarana, dan intelijen; memperkuat sistem perlintasan orang asing mulai dari bandar udara, pos lintas batas dan pelabuhan laut; dan kedua, ada beberapa kendala terkait kebijakan bebas visa yaitu: kurangnya Sumber Daya Manusia baik kualitas maupun kuantitas untuk pengawasan orang asing; kurangnya pengetahuan intelijen imigrasi; serta kurangnya intensitas sosialisasi bebas visa kepada orang asing.
KRIMINALISASI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA (Criminalization of Authority Abuse In Criminal Act Related to Management And Accountability of State Finance) Randy Pradityo
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 3 (2016): Edisi November
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.269-278

Abstract

Dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan negara, hendaknya mengutamakan asas transparansi dan akuntabilitas. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan keuangan negara memang cukup rentan dengan pelanggaran bahkan menjurus pada penyalahgunaan wewenang, terutama ketika dalam proses pemeriksaan, pertanggungjawaban maupun setelahnya. Karena kerentanan itu pula, perlu berbagai upaya agar dapat menanggulangi pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang tersebut, salah satunya melalui sarana penal. Penulis menganalisa kebijakan kriminalisasi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang dilakukan oleh pemeriksa keuangan, yang memang mempunyai kewenangan cukup besar dalam memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Maka dari itu untuk menanggulangi penyalahgunaan wewenang tersebut, perlu keterlibatan dari masyarakat luas sebagai fungsi kontrol agar tercipta sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang baik dan transparan.AbstractIn managing and taking responsibility for state finance should accentuate transparency and accountability principles. Because it is vulnerable with a violation that even it can lead to abuse of authority, especially when examining the process, accountability and after. So, it is necessary to prevent the violation or its abuse through court proceedings (penal). The writer analyzes criminalization policy of authority abuse in managing and taking accountability of state finance conducted by finance auditor whose big authority in examining of state finance. To prevent its abuse, it is needed the involvement of society as control function in order to create a good and transparency of management and accountability of state finance system.
PERAN PEMERINTAHAN DALAM PEMBENTUKAN KEBIJAKAN HUKUM (Role of Government in Legal Policy-Making) Nizar Apriansyah
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.187-196

Abstract

Pemerintah sebagai pembentuk kebijakan terkadang menghasilkan kebijakan yang tidak menyentuh langsung kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.Birokrasi pemerintah memberi andil terhadap keterpurukan bangsa Indonesiadalam krisis yang berkepanjangan. kesemuanya ini patut diduga imbas dari birokrasi yang dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi (orde baru), yang telah membentuk budaya birokrasi yang kental dengan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dari data Komisi Pemberantasan Korupsi terlihat bahwa setiap tahun terjadi peningkatan penindakan korupsi yang ditangani, kesemuanya ini mengindikasikan bahwa reformasi birokrasi yang dijalankan selama ini belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan diharapkan dapat meminimalisir celah-celah yang bisa membuat oknum pemerintah berbuat di luar prosedur yang berlaku belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kebijakan yang diciptakan seringkali bertentangan dan tidak memenuhi rasa keadilan masayarakat hal ini terlihat dari banyaknya peraturan pemerintah daerah yang dibatalkan dan direvisi.Dalam tulisan ini ada beberapa hal yang terungkap diantara aspek-aspek yang mempengaruhi birokrat di Indonesia dalam proses pembentukan kebijakan dan peran pemerintah dalam pembentukan kebijakan hukum dan faktor yang mempengaruhinya.AbstractThe government as policy-maker, sometimes its policies does not satisfy a basic need and come to the sense of society justice. The government bureaucracy has a contribution to the adversity of Indonesia in a long drawn crisis. It can be suspicious of the impact of bureaucracy that is created by old government (new order) before reformation era, had made a thick culture`s bureaucracy with corruption, collusion nepotism. The data from the Corruption Eradication Commission shows that corruption increase year by year, it indicates that bureaucracy reform having not been carried out as expected, yet. The government`s role as policy-maker is hoped to minimize cracks that could make government officials perform their duties against procedures. Often, the policies that have been issued by government contradict and do not meet the sense of social justice, they can be seen by cancellation and revision of regional government regulations. In this writing, many things are revealed between the aspects influencing bureaucrat in the policy-making process and the factors that bring around it.

Page 4 of 24 | Total Record : 236


Filter by Year

2013 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 19, No 2 (2025): July Edition Vol 19, No 1 (2025): March Vol 19, No 1 (2025): March Edition Vol 18, No 3 (2024): November Edition Vol 18, No 3 (2024): November Vol 18, No 2 (2024): July Edition Vol 18, No 1 (2024): March Edition Vol 17, No 3 (2023): November Edition Vol 17, No 2 (2023): July Edition Vol 17, No 1 (2023): March Edition Vol 16, No 3 (2022): November Edition Vol 16, No 2 (2022): July Edition Vol 16, No 1 (2022): March Edition Vol 15, No 3 (2021): November Edition Vol 15, No 2 (2021): JULY EDITION Vol 15, No 1 (2021): MARCH EDITION Vol 14, No 3 (2020): NOVEMBER EDITION Vol 14, No 2 (2020): JULY EDITION Vol 14, No 1 (2020): March Edition Vol 13, No 3 (2019): Edisi November Vol 13, No 3 (2019): November Edition Vol 13, No 2 (2019): July Edition Vol 13, No 2 (2019): Edisi Juli Vol 13, No 1 (2019): March Edition Vol 13, No 1 (2019): Edisi Maret Vol 12, No 3 (2018): November Edition Vol 12, No 3 (2018): Edisi November Vol 12, No 2 (2018): July Edition Vol 12, No 2 (2018): Edisi Juli Vol 12, No 1 (2018): Edisi Maret Vol 12, No 1 (2018): March Edition Vol 11, No 3 (2017): Edisi November Vol 11, No 3 (2017): November Edition Vol 11, No 2 (2017): Edisi Juli Vol 11, No 2 (2017): July Edition Vol 11, No 1 (2017): Edisi Maret Vol 11, No 1 (2017): March Edition Vol 10, No 3 (2016): November Edition Vol 10, No 3 (2016): Edisi November Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli Vol 10, No 2 (2016): July Edition Vol 10, No 1 (2016): March Edition Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret Vol 7, No 1 (2013): Edisi Maret Vol 7, No 1 (2013): March Edition More Issue