cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
MEDIA MEDIKA INDONESIANA
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "2008:MMI Volume 43 Issue 1 Year 2008" : 7 Documents clear
Peran Gen Polimorfik δ Asam Amino Levulinat Dehidratase pada Intoksikasi Pb Henna Rya Sunoko
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2008:MMI Volume 43 Issue 1 Year 2008
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (635.226 KB)

Abstract

ABSTRACTThe role of δ amino levulinic acid dehydratase polymorphism gene in lead intoxication.Background: Three distinct isozymes, designated ALAD 1-1,  1-2, and 2-2 are resulted from the expression of two common alleles, designated ALAD1 and ALAD2. The existence of this polymorphism gene whose product was implicated in the pathogenesis of lead toxicity suggested the potential for a genetically determined differential susceptibility. This study was attempted to investigate the role of ALAD polymorphism gene in lead intoxication showed by children blood lead levels.Methods: The study involved 54 children with 5-10-year-old, coming from Gebang Sari, Sekaran and Moro Demak. Cross-sectional design was adopted in this research. Blood lead level was measured by atomic absorption spectrophotometer. The ALAD polymorphism in exon 4 was determined by polymerase chain reaction (PCR) with restriction fragment length polymorphism, according to the methods described by Schwartz et al. Data were not statistically analyzed due to only two samples were ALAD2.Results: Two samples were ALAD2 (1-2 isozymes) with blood lead levels (BLL) of 24.50 ppb and 91.70 ppb respectivelly. The mean of ALAD2 BLL was about 48.60 ppb higher compared to that of ALAD1BLL.Conclusion: Individuals with ALAD2genotype had blood lead levels higher than those of individuals with the ALAD1 genotype, therefore, ALAD2genotype was much more susceptible to lead .Key Words: ALAD polymorphism gene, ALAD1, ALAD2, blood lead levelABSTRAKLatar belakang: ALAD 1-1, 1-2, dan 2-2, adalah tiga isozym yang berasal dari dua macam alel yaitu ALAD1 dan ALAD2. Keberadaan gen ALAD polimorfik dengan produknya ini, dalam patogenesis toksisitas Pb telah mengimplikasikan bahwa secara genetik sangat potensial untuk menyebabkan terjadinya perbedaan suseptabilitas terhadap Pb. Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari peran gen ALAD polimorfik pada intoksikasi Pb yang ditunjukkan oleh tingkat kadar Pb darah.Metode: Penelitian mengikutsertakan 54 anak, umur 5-10 tahun, berasal dari Gebang Sari, Sekaran dan Moro Demak. Penelitian didesain secara cross-sectional. Kadar Pb darah diukur dengan alat atomic absorption spectrophotometer. ALAD polimorfik pada exon 4 dideterminasi dengan polymerase chain reaction (PCR) dengan restriksi “fragmentlength polymorphism” sesuai dengan metoda Schwartz et al. Analisis statistik tidak dilakukan sebab hanya ada dua sampel dengan ALAD2.Hasil: Ditemukan dua sampel anak dengan ALAD2 (1-2 isozymes), kadar Pb darah masing-masing 24,50 ppb dan 91,70 ppb. Rerata kadar Pb darah dengan ALAD2 lebih tinggi sekitar 48,60 ppb dibanding rerata kadar Pb darah dengan ALAD1.Simpulan: Genotipe ALAD2 lebih suseptibel terhadap Pb.
Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris R.M. Suryadi Tjekyan
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2008:MMI Volume 43 Issue 1 Year 2008
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.002 KB)

Abstract

ABSTRACTAcne vulgaris and its risk factors.Background: Acne vulgaris (AV) gives cosmetic as well as psychological problem among the young. There is no data on the community prevalence and risk factors on this problem. Objective of this study aimed to find the community prevalence and risk factors of AV.Methods: A cross sectional study was carried in the city of Palembang among 5024 subjects aged 14-21 years in March-July 2007. Data were collected using questionnaire distributed through hamlets (RT) and analyzed using SPSS 13Results: The prevalence of AV was 68.2% and specifically were 58.4% among women and 78.9% among men, who were mostly at the age of 15-16 years. Papulopustulair type was the highest (35.8%) followed by comedonal (30.1%) and nodulistic (2.2%) with the location mostly on the face (58.9%) with bilateral position (55.7%). Routine facial cleaning gave lower AV development. Using and changing cosmetics were associated with AV (p1=0.04, p2=0.000). Respondents with family history of AV has higher risk to developAV (OR=2.18).Conclusion: Acne vulgaris is common among 15-16 years old boys and girls.Key Words: Prevalence, acne vulgaris, risk factorsABSTRAKLatar belakang: Akne vulgaris menjadi masalah kosmetika dan psikologis umum yang terutama terjadi pada kalangan remaja. Belum ada data angka kejadian dan faktor resiko akne vulgaris di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti angka prevalensi dan beberapa faktor resiko akne vulgaris penduduk kota Palembang.Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 5204 sampel usia 14 sampai 21 tahun di Palembang, memakai kuesioner yang didistribusikan melalui rukun tetangga di setiap kecamatan di kota Palembang yang terpilih. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli tahun 2007. Data diolah dengan piranti lunak SPSS 13.Hasil: Prevalensi umum AV pada subjek penelitian 68,2% dan 58,4% pada wanita dan 78,9% pada laki-laki dengan umur terbanyak berusia 15-16. Tipe papulopustular adalah yang tertinggi (35,8%) diikuti dengan komedonaly (30,1%) dan noduler (2,2%) dengan lokasi terutama di wajah dan bilateral. Pembersihan wajah secara rutin memberikan kejadian AV yang rendah. Menggunakan kosmetik dan kebiasaan berganti-ganti kosmetik berhubungan dengan kejadian AV (p1=0,04, p2=0,000). Responden dengan riwayatkeluarga ber-AV memiliki resiko untuk mendapatkannya (0R=2,18).Simpulan: Akne vulgaris banyak menimpa laki-laki maupun perempuan usia 15-16 tahun.
Karakteristik Penderita Sindroma Terowongan Karpal (STK) di Poliklinik Instalasi Rehabilitasi Medik RS Dr. Kariadi Semarang 2006 Lusan Maria T Tamba; Handojo Pudjowidyanto
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2008:MMI Volume 43 Issue 1 Year 2008
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.926 KB)

Abstract

ABSTRACTThe characteristics of carpal tunnel syndrome of patients in the medical rehabilitation (PMR) outpatient clinic Dr. Kariadi Hospital Semarang 2006Background: Carpal tunnel syndrome (CTS) is a common clinical disorder in daily practice, especially in the PMR outpatient clinic Dr. Kariadi Hospital Semarang. However it seems there is no pattern of patient characteristic and medical rehabilitation programs applied for the CTS patients. The objective of this study was to explore patient characteristics and the medical rehabilitation programs.Methods: The study was an observational descriptive study. Data were collected from medical records of new patients diagnosed with CTS in PMR Department Dr. Kariadi Hospital Semarang in 2006.Results: There were 34 patients (4% of 838 new patients) diagnosed with CTS, 32 (94,1%) were female and 2 (5,9%) were male, 18 (53%) with unilateral CTS and 16 (47%) with bilateral CTS. Most of them were 41-50 (38,2%) and 51-60 years old (35,3%) and dominantly were house wife (61,8%). The most frequent clinical manifestations were numbness (97%), with positive Tinel’s sign (88,2%). Electrodiagnostic examination was done in 17 subjects (50%). The most frequent medical rehabilitation program isultrasound therapy (76,5%), six times a week.Conclusion: CTS patients are predominantly women with positive Tinel sign, and therapy given is mostly ultrasound and ortotic prosthetic with splint.Key Words: carpal tunnel syndrome, clinical manifestation, medical rehabilitation programABSTRAKLatar belakang: Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan gangguan yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, khususnya di Poliklinik Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM) RS Dr. Kariadi Semarang. Namun hingga saat ini belum diketahui karakteristik penderita dan program rehabilitasi yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penderita STK dan program rehabilitasi medik yang diberikan.Metode: Penelitian bersifat observasional deskriptif. Data diperoleh dari rekam medis pasien dengan diagnosis STK yang berobat pertama kali ke Poliklinik IRM RS Dr. Kariadi Semarang tahun 2006, meliputi karakteristik penderita dan program rehabilitasi medik.Hasil: Selama 1 tahun (2006) didapatkan 34 penderita STK baru, yaitu 4% dari seluruh pasien baru (838 orang). Sebanyak 32 orang (94,1%) adalah perempuan dan 2 orang (5,9%) laki-laki, 18 (53%) unilateral dan 16 (47%) bilateral. Kelompok usia terbanyak adalah 41-50 tahun (38,2%) dan 51-60 tahun (35,3%). Pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga (61,8%). Keluhan/gejala terbanyak adalah parestesi (97%) dengan Tanda Tinel positif didapatkan pada 88,2% penderita. Pemeriksaan elektrodiagnostikdilakukan pada 17 orang (50%). Program rehabilitasi terbanyak diberikan adalah terapi ultrasound pada 26 orang (76,5%) dengan frekuensi setiap hari selama satu minggu.Simpulan: Penderita STK predominan perempuan dengan Tanda Tinel positif dan terapi yang diberikan adalah ultrasound dan splint ortotik prostetik.
Peran Limfosit T Helper-1 (TH1) dan T Helper-2 (TH2) pada Patogenesis Artritis Lepra Suyanto Hadi; Sunarto Sunarto; Hardyanto S; Triyuliati Triyuliati; Susanto J; F.X. Hartono
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2008:MMI Volume 43 Issue 1 Year 2008
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (926.698 KB)

Abstract

ABSTRACTThe role of lymphocyte T Helper-1 (TH1) and T Helper-2 (TH2) in the pathogenesis of leprosy arthritisBackground: The autoreactive of TH CD4+ cells is the thought to play an important role in arthritis leprosy pathogenesis. However, wheter of TH1 or TH2 predominant has never been studied.Methods: Various Ag M. leprae (Ag 35 kDa, 10 kDa, 45 kDa, 85 kDa, and MLSA 2 ug/ml) were stimulated to the peripheral blood (10cc) lymphocyte culture (PBMC) using 96 weels microplate and RPMI 1640 media of 22 leprosy arthritis cases, control-1 (n=12) (leprosy without arthritis) and control 2 (n=12) (healthy contact). The activity difference between TH1 and TH2 CD4+ lymphocyte was analysed using the difference delta levels of IFN-γ and IL-4 (ELISA) of the three group studies. Statistical analysis used wereANOVA, Kruskal Wallis or Mann Whitney, and Chi-square.Results: IFN-γ delta levels was significantly higher in the lymphocytes cultures in LA group (the median 132.234 pg/ml, 60.347 g/ml, 14.093 pg/ml, 16.619 pg/ml and 138.394 pg/ml) compared with IL-4 value level (median 0.317 pg/ml, 0.017 pg/ml, -0.206 pg/ml, -0.200 pg/ml and 0.492 pg/ml) after being stimulated with 35 kDa, 10 kDa MMP-1, 45 kDa LAM, 85 kDa and MLSA of 2 ug/ml dose consecutively (all p<0.001). The IFN-γ delta value in LA group also showed the significantly higher level in response toall M. leprae Ag compared to all control-groups, with all p value < 0.05.Conclusion: TH1 CD4+ lymphocyte activity is more dominant compared than TH2 CD4+ lymphocyte activity in leprosy arthritis group patients.Key Words: Leprosy arthritis, IFN-γ, IL-4, TH1 CD4+ and TH2 CD4+ lymphocyte, and M. leprae Ag ABSTRAKLatar belakang: TH CD4+ autoreactive diduga kuat pada patogenesis artritis lepra. Apakah autoimunitas akibat dominansi aktivasi limfosit TH1 atau TH2 pada penderita lepra belum pernah diteliti.Metode: Berbagai Ag M.leprae (35 kDa, 10 kDa, 45 kDa LAM, 85 kDa, dan MLSA dosis 2 ug/ml) distimulasikan pada kultur limfosit darah perifer (10 cc darah vena), menggunakan media RPMI 1640 dari 22 kasus artritis lepra, 12 kontrol-1 (lepra tanpa artritis), dan 12 kontrol-2 (tetangga sehat kontak positif). Nilai delta kadar IFN-γ dan IL-4 (ELISA) diukur untuk mengetahui peran aktivitas limfosit TH1 dan TH2. Statistik yang dipergunakan uji ANOVA, uji Kruskal-Wallis atau Mann Whitney, dan metode Chi-square.Hasil: Nilai delta IFN-γ kultur limfosit kasus artritis lepra (median 132,234 pg/ml, 60,347 pg/ml, 14,093 pg/ml, 16,619 pg/ml dan 138,394 pg/ml) kelompok LA lebih tinggi bermakna dibandingkan nilai delta IL-4 (median 0,317 pg/ml, 0,017 pg/ml, -0,206 pg/ml, - 0,200 pg/ml dan 0,492 pg/ml) pasca stimulasi dengan Ag M. leprae 35 kDa, 10 kDa MMP-1, 45 kDa LAM, 85 kDa dan MLSA dosis 2 ug/ml, (p<0,001). Nilai delta IFN-γ kelompok kasus juga lebih tinggi dibandingkan kedua kelompok kontrol (p< 0,05).Simpulan: Aktivitas limfosit TH1 CD4+ lebih dominan dibandingkan TH2CD4+ pada kelompok penderita artritis lepra.
Auditing Peta Medan Kuman dan Antibiogram sebagai Educated-guess Penanganan Penyakit Infeksi Hendro Wahjono; Tri Nur Kristina
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2008:MMI Volume 43 Issue 1 Year 2008
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (207.356 KB)

Abstract

ABSTRACTBacterial mapping and antibiogran as an educated quess in the management of infectious diseasesBackground: Facing infectious disease problems, rational diagnosis is needed using a foundation of theoretical and concept of clinical microbiology. Surveillance of bacterial mapping and susceptibility of antibiotics should be done routinely and reported as educated-guess.Methods: This was a descriptive study using secondary data from medical record of blood culture and sensitivity test from intensive care units Dr. Kariadi hospital, Semarang in 2005 and 2006.Results: There were several chages in bacterial mapping of blood culture from year 2005 and 2006. Bacterial mapping in ICU and PICU, which in 2005 was dominated by Gram (-) rods changed to Gram (+) cocci in 2006. This study also showed the decreasing effectivity of third and fourth generation of ceholosporin, and carbapenem that offenly used in intensive care units.Conclusion: Changes of bacterial mapping and antibiotic resistance can be caused by overuse and/or misuse of antibiotics therapy or prophylaxis. There should be a better coordination among members of the infectious desease control.Key Words: Bacterial mapping, sensitivity, antibiotics.ABSTRAKLatar belakang: Diagnosis rasional dengan menggunakan landasan teori dan konsep mikrobiologi klinik sangat diperlukan dalam menghadapi masalah medis yang berhubungan dengan infeksi. Survei peta medan kuman dan kepekaan antibiotik yang sering digunakan di RS perlu dilaksanakan secara rutin agar klinisi mempunyai pedoman dalam merancang alternatif tindakan dan terapi antibiotik pilihan.Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan data skunder dari catatan medik pemeriksaan kultur darah dan tes sensitiviti dari pasien rawat inap di unit perawatan intensif RS Dr Kariadi Semarang pada tahun 2005 dan 2006.Hasil: Gambaran peta medan kuman dari material klinik darah menunjukkan perubahan rangking populasi kuman dari tahun 2005 dan 2006. Peta medan kuman di ICU dan PICU yang pada tahun 2005 didominasi oleh kuman batang Gram (-), pada tahun 2006 berubah menjadi kuman coccus Gram (+). Hasil antibiogram tahun 2006 dari ICU menunjukkan terjadinya penurunan efektifitas antibiotika cephalosporin generasi III, IV, dan carbapenem yang lazim digunakan di unit-unit perawatan intensif.Simpulan dan Saran: Perubahan peta medan kuman dan turunnya efektifitas berbagai antibiotik kemungkinan diakibatkan oleh pemberian terapi atau profilaksis antibiotik yang kurang tepat atau bahkan berlebihan dalam penggunaannya. Perlu peningkatan kerjasama dari tim penanganan penyakit infeksi untuk mengatasi masalah tersebut.
Penentuan Kadar Spesi Yodium dalam Garam Beryodium yang Beredar di Pasar dan Bahan Makanan Selama Pemasakan dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Pasangan Ion Wisnu Cahyadi
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2008:MMI Volume 43 Issue 1 Year 2008
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.824 KB)

Abstract

ABSTRACTDetermination of Iodine Species Content in Commercials Iodized Salt and Foodstuffs During Cooking By Ion Pair HPLC MethodBackground: Iodine deficiency disorders (IDD) is still a major public health problem in several areas of the world, especially in developing countries. The stability of iodine will be influenced by food type, water content and temperature during cooking. The objectivse of the study was to determine iodine species in iodized salt and food. The benefit of the study was expected to answer the controversy problem about iodine losses in iodized salt and foodstuff.Methods: The study method used descriptive design (survey and intake samples, sample preparation and condition of appliance, making of standards solution, and analysis of iodine species), sampling method (purposif), and the analyse design (linear regression equation) , while analysis method was used by ion pair-HPLC.Results: The study revealed that iodine and iodate of iodized salt products fulfilled the requirement containing 30-80 mg kg-1. There different ways of adding iodized salt which were before, during and after cooking resulting highest reduction of iodine content in the first method (68,2%-61,9%) and the lowest in the last method (19,5%).Conclusion: Addition or used of iodized salt into foodstuffs should be after cooking or before serving.Key Words : iodized salt, foodstuffs, iodine species, iodine stability and HPLC-Ion PairABSTRAKLatar belakang: Kekurangan yodium masih menjadi masalah besar di beberapa negara di dunia, khususnya negara-negara berkembang. Kestabilan yodium akan dipengaruhi oleh jenis makanan, kandungan air dan suhu pemanasan pada saat pemasakan. Tujuan penelitian adalah menentukan kadar spesi yodium dalam garam beryodium yang beredar di pasar dan bahan makanan selama pemasakan. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menjawab masalah perbedaan pendapat tentang hilangnya yodiumdalam garam beryodium dan bahan makanan.Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan deskripsi (survei pasar dan pengambilan sampel, preparasi sampel dan pengkondisian alat, pembuatan larutan standar, dan pengujian kandungan spesi yodium dalam berbagai sampel), metode sampling (purposif), dan rancangan analisis (persaman regresi linier), sedangkan metode analisis yang digunakan adalah kromatografi cair kinerja tinggi-pasangan ion.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan kadar spesi yodium (iodida dan iodat) dari 15 produk garam beryodium (dengan merk yang berbeda) yang beredar di pasar telah memenuhi persyaratan yaitu sebesar 30-80 mg kg-1. Tiga cara penambahan garam beryodium ke dalam sediaan makanan yaitu sebelum pemasakan, pada saat pemasakan dan siap saji, menunjukkan hasil persentase penurunan iodat tertinggi dengan cara penambahan sebelum pemasakan yakni sebesar 68,20% s/d 61,90% dan yang terkecil dengan carapenambahannya saat siap saji yaitu 19,5%.Simpulan: Cara penambahan atau penggunaan garam beryodium ke dalam makanan sebaiknya dilakukan setelah pemasakan atausiap saji.
Antenatal, Place of Birth and Post-natal Related to Breastfeeding Practice among Women in Peri-urban Area, Semarang Ani Margawati
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2008:MMI Volume 43 Issue 1 Year 2008
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.504 KB)

Abstract

ABSTRACTBackground: Key health issues for women of reproductive age include problems concerning sexuality and reproduction. Sexuality is not merely about sex, but about the right of women to make choices and decisions related to sexual behaviour and practices, relationships, breastfeeding, contraception and abortion. This paper will examines the various health facilities, the services and treatments which are available, in particular those which influence breastfeeding practices.Methods: A combination of qualitative and quantitative data collection methods were used in this research. In the quantitative method, a questionnaire survey was conducted following preliminary analysis of the data collected through focus group discussions (FGDs). The methods employed for qualitative data collection included focus group discussions, informal and in-depth interviews and participant observation. The sample group in the peri-urban area included pregnant women, mothers with babies less than 2years old, a few husbands and a small number of women of reproductive age.Results: This research found that there were many factors influencing the choice of birth place such as location, costs and the quality of the services provided by nurses, doctors, etc. The women in this area still preferred the services of the dukun bayi for the postnatal treatment.Conclusion: The place where the mother delivers the baby influences their motivation to breastfeed. Although the respondents mentioned that breastfeeding is a good practice for feeding baby, however, they lack of knowledge about breastfeeding. This condition is closely related to poor counselling about breastfeeding.Key Words: Breast-feeding practice, lack of knowledge, antenatal care, birth place.ABSTRAKTempat persalinan, pemeriksaan pre dan pasca melahirkan terhadap pengetahuan dan praktek menyusui di pinggiran Semarang.Latar belakang: Beberapa permasalahan utama pada perempuan usia reproduksi adalah seksualitas dan reproduksi. Seksualitas tidak hanya meliputi masalah tentang seks, akan tetapi juga hak perempuan untuk memilih dan menentukan terhadap perilaku seksual, praktek, menyusui, pemilihan alat kontrasepsi dan juga aborsi. Artikel ini akan menganalisis berbagai fasilitas kesehatan, pelayanan dan perlakuan terhadap ibu hamil dan melahirkan dalam kaitannya dengan perilaku menyusui.Metode: Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Teknik survei adalah metode yang diaplikasikan dalam metode kuantitatif dan disajikan secara deskriptif; sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan diskusi kelompok terarah, wawancara mendalam dan observasi partisipasi. Sampel dalam penelitian adalah ibu yang tinggal di lokasi penelitian dan mempunyai anak di bawah 2 tahun dan beberapa wanita usia reproduksi.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai faktor yang membuat keputusan terhadap pemilihan lokasi pemeriksaan kehamilan, tempat persalinan, dan perawatan pasca persalinan, seperti lokasi, biaya dan mutu pelayanan. Ibu-ibu di daerah penelitian masih lebih memilih dukun bayi sebagai orang yang melakukan perawatan pasca persalinan.Simpulan: Tempat persalinan memberi pengaruh dan motivasi ibu-ibu di daerah penelitian untuk menyusui. Meskipun responden menyatakan bahwa menyusui merupakan perilaku yang baik sebagai pemberian makanan kepada bayi, akan tetapi mereka masih terbatas pengetahuannya terhadap menyusui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan disebabkan karena terbatasnya penyuluhan yang diberikan oleh petugas pada masa pemeriksaan kehamilan, dan juga pasca persalinan.

Page 1 of 1 | Total Record : 7