cover
Contact Name
Dialektika Masyarakat: Jurnal Sosiologi
Contact Email
Dialektika Masyarakat: Jurnal Sosiologi
Phone
-
Journal Mail Official
labsosiologifisip@mail.uns.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Dialektika Masyarakat: Jurnal Sosiologi
ISSN : 25499467     EISSN : 26157500     DOI : -
Dialektika Masyarakat : Jurnal Sosiologiadalah peer-review jurnal yang diterbitkan secara periodik (Mei dan November) secara cetak dan online oleh Laboratorium Sosiologi Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret (UNS). Jurnal ini lahir berdasarkan surat keputusan Kepala Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta Nomor: 209/UN27.05.6.3/PB/2017 tertanggal 21 April 2017.
Arjuna Subject : -
Articles 24 Documents
SOCIOPRENEURSHIP MASYARAKAT GUSURAN DALAM MEMBANGUN KONSEP KAMPUNG WISATA TEMATIK TOPENG MALANGAN Faizal Kurniawan; Krisna Abdi Parela
Dialektika Masyarakat: Jurnal Sosiologi Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : UNS Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (771.927 KB)

Abstract

Penelitian yang telah didanai oleh kemenristek pada skim penelitian dosen pemula ini untuk mengetahui gambaran umum sociopreneurship masyarakat gusuran yang bermukim di kawasan kampung wisata kampung 1000 topeng malangan di dusun Baran, Kelurahan Tlogowaru, Kabupaten Malang. Penelitian ini menyimpulkan sebuah hasil, bahwa sociopreneurship menimbulkan sebuah inovasi baru bagi masyarakat kampung wisata topeng malangan. Masyarakat kampung topeng malangan adalah masyarakat yang terdiri dari gabungan anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang berasal dari beberapa kawasan di Kota Malang. Masyarakat ini dibina oleh dinas sosial dan diberikan modal sebesar lima juta rupiah sebagai modal untuk memulai usaha baru. Dari hasil depth interview dengan warga sekitar ditemukan bahwa sociopreneurship atau usaha berbasis kegiatan sosial menjadi solusi baru bagi masyarakat yang pertama kali memulai usaha baru dan meninggalkan pekerjaan mereka sebagai pemulung, pengamen, dan pengemis. Akan tetapi sociopreneurship ini tidak hanya memberikan dampak baik. Beberapa orang pun merasa kesulitan dalam memulai usaha barunya. Bahkan, ada yang ingin kembali melakoni pekerjaan lamanya sebagai gelandangan dan pengemis. Dalam komunal masyarakat gusuran ini mereka harus saling membantu antara satu sama lain agar usaha mereka tetap berjalan sehingga mereka tetap bisa melaksanakan aktivitas sociopreneurshipnya. Mereka melakoni sociopreneur tersebut demi sebuah dukungan demi terselenggarakannya konsep kampung wisata tematik khas kota Malang yaitu topeng Malangan.
HARMONISASI MASYARAKAT ADAT SUKU TENGGER (ANALISIS KEBERADAAN MODAL SOSIAL PADA PROSES HARMONISASI PADA MASAYARAKAT ADAT SUKU TENGGER, DESA TOSARI, PASURUAN, JAWA TIMUR) Okta Hadi Nurcahyono; Dwi Astutik
Dialektika Masyarakat: Jurnal Sosiologi Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : UNS Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.794 KB)

Abstract

Artikel ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research), pada Komunitas Adat Suku Tengger yang tinggal di Desa Tosari, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Tujuan dari dari artikel ini untuk: pertama, mengidentifikasi proses harmonisasi antar umat beragama yang terjadi pada komunitas adat Suku Tengger; dan kedua, mencari modal sosial yang ada dalam masyarakat adat dalam proses harmonisasi sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data diperoleh melalui observasi yang bersifat nonpartisipatif. wawancara mendalam (in-depth interview), dan studi pustaka yaitu dengan cara membandingkan data dengan sumber-sumber tertulis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial yang ada dalam masyarakat Suku Tengger berupa kepercayaan, kewajiban dan harapan, norma dan sanksi serta informasi seperti yang dikatakan oleh Coleman mampu menjadi pondasi bagi masyarakat Suku Tengger untuk mencapai harmonisasi di tengah beragamnya kebudayaan yang mereka miliki. Modal social dengan beberapa komponen di dalamnya tercakup dalam sebuah mitologi masyarakat yang berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat dalam kesehariannya. Keberadaan mitologi inilah yang kemudian menjadi pengikat yang kuat bagi masyarakat Suku Tengger dengan beragamnya budaya berupa agama, asal, pekerjaan dan profesi khususnya Desa Tosari dalam mencapai tujuan kehidupan yang selaras tanpa memunafikkan keberadaan alam sekitar.
RASIONALITAS PEMILIHAN PROGRAM STUDI RUMPUN SOSIAL-HUMANIORA PADA SBMPTN OLEH SISWA IPA BIMBINGAN BELAJAR BTA 8 CILEDUG Rahmat Saehu
Dialektika Masyarakat: Jurnal Sosiologi Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : UNS Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.951 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas fenomena pemilihan program studi rumpun sosial-humaniora pada Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) oleh siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian di Bimbingan Belajar BTA 8 Ciledug, Sudimara Barat, Kota Tangerang. Informan dalam penelitian ini berjumlah enam orang yang terdiri dari siswa-siswi IPA yang mengikuti program Super Intensif SBMPTN dengan karateristik yang telah ditentukan dan Staff BTA 8 Ciledug yang terkait dengan program tersebut. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ialah dengan wawancara dan observasi. Validitas data menggunakan validitas sumber dan metode dengan teknik analisis model interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemilihan program studi rumpun soshum oleh siswa-siswi IPA merupakan pilihan rasional yang ditentukan dengan pertimbangan untuk mendapatkan tujuan atau keuntungan yang didukung oleh sumber daya yang mereka miliki. Rasionalitas tersebut terbentuk secara individual yang dapat berbeda satu dengan lainnya.
MENJADI DALANG PEREMPUAN DALAM WAYANG KULIT JAWA : INISIATIF PRIBADI DAN LINGKUNGAN SEBAGAI TEMPAT PEMBELAJARAN Nor Ismah
Dialektika Masyarakat: Jurnal Sosiologi Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : UNS Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.41 KB)

Abstract

Sebagai aktor utama dalam pementasan wayang kulit Jawa, Dalang memainkan peran yang amat penting. Peran tersebut di antaranya ialah sebagai sutradara, penulis naskah pendongeng dan juga musisi. Mayoritas  orang Indonesia berpandangan bahwa dalang seharusnya diperankan oleh seorang laki-laki, karena dunia pewayangan dianggap sebagai budaya laki-laki. Akan tetapi,, tak selamanya peran dalang dimainkan oleh laki-laki, ada pula beberapa dalang peremuan yang namanya cukup dikenal. Tulisan ini mencoba memberikan gambaran singkat tentang bagaimana wanita  digambarkan dalam budaya Jawa dan wayang kulit Jawa, bagaimana peran dalang wanita dan perbandingannya dengan dalang laki-laki, serta uraian terkait beberapa dalang wanita di Indonesia dan apa yang memengaruhi mereka dalam meraih karir sebagai seorang dalang. Wanita dalam buaya Jawa digambarkan sebagai sosok yang menerima nasib mereka namun juga sebagai seorang yang berjuang keras dalam mempertahankan hidupnya. Cerita-cerita dalam wayang kulit Jawa sangat kental dengan budaya patriarki, munculnya beberapa dalang perempuan diharapkan dapat menafsirkan kembali dan memodifikasi cerita dalam pertunjukan untuk mengkritisi nilai-nilai patriarki.Tidak banyak perbedaan yang ditemukan antara dalang wanita dan pria, keduanya sama-sama harus memiliki wawasan yang luas, energy yang cukup dan juga kapasitas untuk tampil selama tujuh hingga delapan jam. Lingkungan tempat seorang dalang (wanita) belajar dalam hal ini keluarga tempat dalang tersebut tumbuh adalah faktor yang paling berpengaruh dalam mendukung dan membangun keterampilan sebagai seorang dalang. Di era saat ini, di mana kebudayaan Jawa menjadi lebih fleksible, kesempatan menjadi seorang dalang bagi wanita semakin besar, tetapi karena rumitnya syarat menjadi seorang dalang, maka jumlah dalang perempuan masih jauh lebih sedikit dibandingkan dalang laki-laki.Kata kunci : Dalang, Wanita, Budaya Jawa, Patriarki

Page 3 of 3 | Total Record : 24