cover
Contact Name
Endang Sriyati
Contact Email
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. karawang,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
ISSN : 08535884     EISSN : 25026542     DOI : -
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia accepts articles in the field of fisheries, both sea and inland public waters. The journal presents results of research resources, arrest, oceanography, environmental, environmental remediation and enrichment of fish stocks.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)" : 8 Documents clear
BEBERAPA JENIS HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BYCATCH) KAPAL RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA YANG BERBASIS DI CILACAP Budi Iskandar Prisantoso; Agustinus Anung Widodo; Mahiswara Mahiswara; Lilis Sadiyah
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.238 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.185-194

Abstract

Ikan-ikan tuna di Samudra Hindia dieksploitasi menggunakan rawai tuna oleh Jepang sejak tahun 1952, kemudian menyusul Korea dan Taiwan pada tahun 1964. Rawai tuna di Indonesia mulai digunakan sejak tahun 1973, sejak didirikannya PT. Perikanan Samodera Besar, yang berbasis di Benoa, Bali. Kemudian alat tangkap ini berkembang dengan pesat sejak tahun 1990-an, di mana pada tahun 2001 mencapai 618 kapal kemudian meningkat menjadi 705 kapal pada tahun 2002 serta 746 kapal pada tahun 2010. Target dari rawai tuna di Samudra Hindia adalah ikan madidihang atau tuna mata besar (Thunnus obesus). Walaupun demikian, banyak jenis-jenis ikan lain yang ikut tertangkap sebagai hasil tangkap sampingan. Ikan tuna sirip biru selatan tertangkap dianggap sebagai byproduct karena nilai ekonominya yang sangat tinggi, sedangkan ikan paruh panjang, cucut, ikan teleost lainnya, penyu, dan burung laut sebagai bycatch. Ikan cucut tertangkap sebagai bycatch hanya 10 spesies dari 61 spesies yang diketahui di Samudra Hindia. Jenis ikan teleost lain tertangkap tujuh jenis. Jenis-jenis penyu yang tertangkap adalah penyu hijau (Chelonia mydas) dalam trip pertama tiga ekor dan trip ketiga satu ekor, dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) trip kedua dua ekor dan trip ketiga dua ekor. Burung laut hanya tertangkap dua ekor pada trip ketiga (bulan Oktober 2004) dengan rata-rata laju tangkap 0,20 ekor burung laut per 1.000 pancing. Tuna species in the Indian Ocean have been exploited since 1952 by Japanese tuna longliners and followed by Taiwanese and Korean longliners in 1964. Indonesian company started to use this gear since 1973 when the government established PT. Perikanan Samodera Besar based in Benoa, Bali. In 1990s, this gear employed rapidly, where in 2001 the number of the boats was 618 boats, in 2002 increased up to 705 boats and became 746 boats in 2010. The main target of longline in Indian Ocean is yellowfin and bigeye tunas, however, many other species were caught as bycatch. Southern bluefin tuna was also caught but deemed as byproduct, whilst billfishes, sharks, rays, and other teleosts, turtle, and seabirds as bycatch. There were 61 shark species known from Indian Ocean, but only 10 species were caught. There were 7 species of other teleosts caught. The sea turtle caught were green sea turtle (Chelonia mydas), three in the first trip and one in the third trip. The other species caught was hawksbill sea turtle (Eretmochelys imbricate), two in the second trip and two in the third trip. There was only two seabirds caught during the third trip (October 2004), it meant that the possibility of bird caught was 0.20 at 1,000 hooks.
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA Syahrul Arief; Isa Nagib Edrus
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3640.245 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.235-250

Abstract

Pulau terpencil di wilayah Maluku Barat Daya telah mendapat perhatian pemerintah dalam kaitannya dengan pengumpulan informasi sumber daya pesisir. Penelitian ini dilakukan pada Pulau Leti, Moa, Lakor, Metimialam, dan Metimiarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi struktur komunitas ikan karang. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi adalah sensus visual dalam transek sabuk seluas 250 m2. Hasil penelitian pada 21 lokasi pencuplikan data menunjukan bahwa sedikitnya terdapat 309 jenis ikan karang dari 45 suku. Indeks kekayaan jenis berkisar pada nilai 8-18. Indeks keanekaragam komunitas ikan karang berkisar pada nilai tiga. Indeks dominansi di bawah 0,10. Kepadatan ikan per meter persegi di bawah 10 individu dan ini tergolong rendah pada sebagian besar lokasi transek. Kelompok ikan mayor mendominansi komunitas ikan karang. Remote islands in South East Maluku get a government concern in terms of gathering coastal resource information. This study was caried out in the adjacent waters of Leti, Moa, Lakor, Metimialam, and metimiarang Islands. This study objectives were to obtain data and information about community structure of coral fishes. Methods used for those were census visual in belt transect with 250 m2 in area. For the 21 data gathering sites, the results showed that at least there were 309 spesies derived from 45 families identified for reef fish. Richness index of fish spesies ranged from 8-18. Diversity indices of the community were around of 3 level. Dominant indices below 0.10. Fish density per square meter was less than ten individuals and those are rare for majority of the transect areas.Mayor-fish group dominated the communities.
ESTIMASI KEDALAMAN MATA PANCING TUNA LONGLINE DI SAMUDERA HINDIA: METODE YOSHIHARA DAN MINILOG Budi Nugraha; Ronny Irawan Wahju; Muhammad Fedi Alfiadi Sondita; Zulkarnain Zulkarnain
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1138.643 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.195-203

Abstract

Penyebaran tuna secara vertikal (berdasarkan atas kedalaman perairan) sangat dipengaruhi oleh suhu dan swimming layer. Informasi mengenai penyebaran tuna baik secara horisontal maupun vertikal sangat penting guna menunjang keberhasilan operasi penangkapan tuna. Penelitian mengenai kedalaman mata pancing tuna longline telah dilakukan di Samudera Hindia pada bulan Juli sampai Agustus 2005. Data kedalaman mata pancing diestimasi dengan menggunakan metode Yoshihara dan hasil pengukuran minilog. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi kedalaman mata pancing tuna longline dengan menggunakan metode Yoshihara dan minilog dan membandingkan perhitungan kedua metode tersebut serta mengetahui kedalaman renang tuna. Hasil perhitungan metode Yoshihara diperoleh kedalaman mata pancing terdalam diperoleh pada setting kesembilan pada pancing nomor 10 yaitu 359,1-379,1 m dan kedalaman terendah terdapat pada pancing nomor 1 setting kedelapan dan 10 yaitu 101,1 121,1 m. Kedalaman pancing terdalam yang diperoleh dari hasil pengukuran minilog terdapat pada pancing nomor 10 yaitu 339,8 414,6 m dengan suhu 9,2-11,7°C, sedangkan kedalaman pancing terendah terdapat pada pancing nomor 1 yaitu 110,3-151,1 m dengan suhu 20,6-25,4°C. Selisih kedalaman mata pancing yang terendah antara hasil perhitungan metode Yoshihara dengan minilog terdapat pada pancing nomor 2 yaitu 8,0 m, sedangkan selisih yang tertinggi terdapat pada pancing nomor 7 yaitu 81,8 m. Bigeye tuna tertangkap pada kedalaman 250-450 m dengan suhu 9-16°C, yellowfin tuna tertangkap sekitar kedalaman 200 m dengan suhu sekitar 17°C dan albacore tertangkap sekitar kedalaman 150 m dengan suhu sekitar 20°C. Vertical tuna distribution (based on depth of water) is strongly influenced by temperature and swimming layer. Information on the distribution of tuna either horizontally or vertically is very important to the success of tuna fishing operations. Research on deep tuna longline was carried out in Indian Ocean during July until August 2005. The data of hook depth was estimated using Yoshihara’s method and result of measurement minilog. The objectives of the research are to estimate depth of hook on operation of tuna longline using by Yoshihara method and minilog and to compare the calculation Yoshihara method with the result of measurement minilog also to know the swimming layer of tuna. Yoshihara method of calculation results obtained by the depth of the deepest hook is 359.1-379.1 m and the lowest depth is 101.1-121.1 m. The deepest hook obtained from the minilog measurement results is 339.8-414.6 m with temperature range from 9.2-11.7°C, while the lowest depth there is in 110.3-151.1 m with temperature range 20.6-25.4°C. Difference between hook depth of the lowest among the results of the calculation Yoshihara methods and minilog is 8.0 m, whereas the highest difference is 81.8 m. Bigeye tuna caught at depths of 250-450 m with range temperature of 9-16°C, yellowfin tuna caught around depth of 200 m with temperature around 17°C and albacore caught around depth of 150 m with temperature around 20°C.
KERAGAAN ARMADA PUKAT CINCIN TUNA YANG BEROPERASI DI SAMUDERA PASIFIK INDONESIA Agustimus Anung Widodo; Budi Iskandar Prisantoso
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.229 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.225-233

Abstract

Pukat cincin merupakan salah satu alat tangkap yang penting dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya tuna di perairan Pasifik Indonesia yang berbasis di Bitung, Sulawesi Utara. Dalam rangka mengetahui keragaan mengenai struktur armada, strategi penangkapan dan catch per unit of effort armada pukat cincin tuna yang beroperasi di perairan Samudera Pasifik dengan basis pendaratan di Bitung, Sulawesi Utara. Tahun 2009 telah dilakukan penelitian melalui kegiatan survei dan obeservasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa armada pukat cincin tuna terdiri atas tiga katagori yaitu kapal penangkap, kapal lampu, dan kapal penampung atau pengangkut. Kapal penangkap pada umumnya berukuran 30-100 GT, kapal lampu pada umumnya berukuran 10-20 GT dan lapal penampung atau pengangkut pada umumnya berukuran >150 GT. Strategi operasi penangkapan pukat cincin tuna pada umumnya adalah sistem paket di mana satu paket armada pukat cincin tuna terdiri atas 2-3 kapal penampung atau pengangkut, satu kapal penangkap dan 2-3 kapal lampu. Pukat cincin tuna beroperasi malam hari dengan alat bantu penangkapan rumpon dan cahaya lampu. Satu trip kapal pengangkut antara 10-12 hari, kapal penangkap 60-90 hari, dan kapal lampu 60-90 hari, rata-rata catch per unit of effort kapal pukat cincin tuna sepanjang tahun 2009 adalah 2,38 ton/tawur/kapal di mana nilai tersebut lebih rendah dari nilai sesungguhnya karena hasil observasi menunjukan bahwa laju tangkapnya mencapai 9,64 ton/tawur/kapal Purse seine is one important fishing gears for tuna exploitation in the Indonesian Pacific waters based in Bitung, North Sulawesi. A reseach has been conducted in order to categorize fleet structure, fishing strategy, and catch per unit of effort of tuna caught by pusre seine fleet based in Bitung during the year of 2009. Result showed that tuna purse seine fleet consisted of catcher boat, light boat and collecting/carrier vessel. The size of catcher boat mostly 30-100 GT, light boat 10-20 GT, and collecting/ carrier vessel >150 GT. Fishing strategy of tuna purse seine fleet developed in Bitung fishing companies were fishing unit system. One fishing unit of tuna purse seine fleet consisted of 2-3 units collecting/ carrier vessel, 1 catcher boat and 3-4 light boats. Tuna purse seine operated during the night around the fish agregating devices and using light. One trip of fishing operation of the collecting or carrier vessel was 10-12 days, catcher boat was 60-90 days and light boat was 60-90 days. The average of catch per unit of effort of tuna purse seine fleet in 2009 was 2,383 ton/setting/boat. This number considered to be under estimate compared to the real catch per unit of effort. Based on the field observation and interview to skippers it was informed that the average catch rate was 9.64 ton/setting/ boat.
EFEKTIVITAS TALI CUCUT SEBAGAI ALAT TAMBAHAN PADA PENGOPERASIAN RAWAI TUNA DALAM PENANGKAPAN CUCUT Dian Novianto; Abram Barata; Andi Bahtiar
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.287 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.251-258

Abstract

Cucut yang pada awalnya merupakan hasil tangkapan sampingan, cenderung berubah menjadi ikan sasaran penangkapan. Perubahan ini seiring dengan semakin tingginya permintaan pasar terhadap ikan cucut. Kondisi ini yang mendorong nelayan rawai tuna mencari upaya untuk dapat meningkatkan hasil tangkapan cucut dengan menggunakan tali cucut sebagai alat tambahan pada pengoperasian rawai tuna. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan tali cucut sebagai alat tambahan pada pengoperasian rawai tuna, telah dilakukan penelitian di atas kapal rawai tuna yang beroperasi di Samudera Hindia. Penelitian ini dilakukan sembilan trip observasi mulai tahun 2005-2009 dengan menggunakan kapal-kapal rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Umum Benoa. Jumlah cucut yang tertangkap dengan tali cucut 189 ekor (59%), sedangkan jumlah cucut yang tidak tertangkap pada tali cucut 130 ekor (41%). Hal ini menunjukan penggunaan tali cucut sebagai alat tambahan pada pengoperasian rawai tuna berpengaruh positif terhadap hasil tangkapan cucut. Uji-t perbandingan dua contoh menunjukan, kapal rawai tuna yang menggunakan tali cucut lebih efektif meningkatkan hasil tangkapan cucut daripada kapal rawai tuna yang tidak menggunakan tali cucut. Several kind of shark species were caught as incidental catch during operation of tuna long line in the Indian Ocean. Catch of this group of species tended to increase in the last decade and became a targeted species together with tuna related species due to highly market demands. The objective of this research is to obtain the effectivity of shark line as additional device on operation of tuna long line in Indian Ocean. The research was done based on data collected from the survey between 2005-2009 using tuna long line fishing boat at Benoa Harbor. The presentation of shark caught with shark line were 189 individuals (59%) and number of sharks were not caught with shark line were 130 individuals (41%). These data show that shark lines as additional gear on operation of tuna long line influenced on the catch of shark. Statistically T-test of comparation two samples shows the tuna long line fishing boat that used shark line increased more effectively the catch of shark than tuna long line fishing boat without shark line.
KERAGAAN PERIKANAN CUCUT DAN PARI DI LAUT JAWA Dharmadi Dharmadi; Kamaluddin Kasim
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.621 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.205-216

Abstract

Penelitian cucut dan pari di Laut Jawa bertujuan untuk mengetahui keragaan tipe dan spesifikasi alat tangkap, komposisi hasil tangkapan dari beberapa alat tangkap termasuk komposisi jenis cucut dan pari yang tertangkap, musim, dan daerah penangkapan sebagai bahan alternatif kebijakan pengelolaan sumber daya perikanannya. Penelitian ini dilakukan di empat lokasi pendaratan ikan utama yaitu di Tempat Pendaratan Ikan Muara Angke (Jakarta), Tempat Pendaratan Ikan Kejawanan - Cirebon (Jawa Barat), Tempat Pendaratan Ikan Juwana Pati (Jawa Tengah), dan Tempat Pendaratan Ikan Brondong (Jawa Timur). Data dan informasi perikanan cucut dan pari diperoleh dengan menggunakan metode pencatatan langsung hasil tangkapan cucut dan pari dari kapal dan data hasil tangkapan harian kapal yang menangkap cucut dan pari dari enumerator serta wawancara dengan nelayan atau nahkoda kapal untuk mengetahui alat tangkap yang digunakan dan daerah penangkapannya. Hasil penelitian menunjukan terdapat sembilan jenis alat tangkap cucut dan pari yang beroperasi di Laut Jawa yaitu jaring liongbun, jaring insang dasar mata kecil, jaring tiga lapis, jaring arad, jaring hanyut tuna, pancing senggol, rawai dasar, rawai tuna dan bubu. Komposisi jenis ikan cucut dan pari yang tertangkap bervariasi berdasarkan atas jenis alat tangkap yang digunakan. Jenis cucut yang tertangkap rawai dasar berturut-turut didominansi oleh Carcharhinus sorrah (35%), Carcharhinus falciformis (30%), Sphyrna lewini (15%), Isurus oxyrhynchus dan Chylocylliumpunctatum masing-masing adalah 10%. Sedangkan pancing rawai dasar terdiri dari atas Rhynchobatus djiddensis (30%), Himantura gerrardi dan Himantura undulata masing-masing (25%), dan Gymnura zonura (20%). Komposisi jenis pari dari hasil tangkapan cantrang didominansi oleh Himantura undulata (30%), Neotrygon kuhlii (20%), dan secara berturut-turut diikuti oleh Himantura gerrardi (15%), Pastinachus sephen, Himantura uarnacoides dan Dasyatis microps masing-masing (10%), dan Himantura jenskinsii (5%). Di Laut Jawa puncak musim penangkapan cucut terjadi bulan September sedangkan puncak musim penangkapan ikan pari terjadi pada bulan Maret, Juni dan September. Research on performance shark and ray fishery in the Java Sea aims to obtain data and information as alternative fishery resource management policies. The study was conducted in four major fish landing sites namely, Muara Angke (Jakarta), Cirebon (West Java), Juwana-Pati (Central Java) and Brondong (East Java). Source of data was based on daily catch that recorded by enumerators and interviews with fishermen as well. The results showed that there were nine types of shark and ray fishing gear in the Java Sea, i.e. large demersal bottom gillnet, small demersal bottom gillnet, trammel net, danish seine, tuna drift gillnet, rays bottom long line fisheries bottom long line, tuna long line and portable traps. Fish species composition of shark and ray were caught varies by type of fishing gear used. Type of shark caught by bottom long line was dominated by Carcharhinus sorrah (35%), Carcharhinus falciformis (30%), Sphyrna lewini (15%), Isurus oxyrhynchus, and Chiloscyllium punctatum was 10%, respectively. Whilst demersal longlines consisted of Rhynchobatus djiddensis (30%), Himantura undulate, Himantura gerrardi was 25%, respectively and Gymnura zonura (20%). Stingray species composition of the catch was dominated by Himantura undulata (30%), Neotrygon kuhlii (20%), and followed by Himantura gerrardi (15%), Pastinachus sephen, Himantura uarnacoides, and Dasyatis microps each (10%), and Himantura jenskinsii (5%). The peak fishing season of shark occured in September while the ray occured in March, June and September in the Java Sea.
MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI LAUT JAWA Umi Chodrijah; Tuti Hariati
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (132.082 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.217-233

Abstract

Penelitian tentang musim penangkapan ikan pelagis kecil di Laut Jawa dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan musim penangkapan dari perikanan purse seine Pekalongan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan serial data periode tahun 2002-2007 berupa informasi tanggal dan bulan pendaratan, nama kapal, hasil tangkapan menurut jenis ikan, lama di laut, dan daerah penangkapan. Pertama, kelimpahan (catch per unit of effort) ikan pelagis kecil dihitung dari data hasil tangkapan dan lama di laut, kemudian data catch per unit of effort dianalisis dengan metode rata-rata bergerak untuk memperoleh indeks musim penangkapan. Hasil penelitian ini menunjukan musim penangkapan ikan layang (Decapterus spp.) terjadi bulan Agustus, ikan siro (Amblygaster sirm) dan selar bentong (Selar crumenophthalmus) bulan Desember. Ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) bulan September dan ikan tembang atau juwi (Sardinella spp.) bulan Juni. Daerah penangkapan (fishing ground) purse seine Pekalongan sama dengan periode sebelumnya, meliputi perairan Laut Jawa (utara Tegal dan Pekalongan, Karimunjawa, Bawean, Masalembo, Matasiri, dan Kangean), perairan Laut Cina Selatan (Pejantan, Natuna, Midai, Tarempa, serta Tambelan) dan perairan Selat Makassar (Lumu-Lumu, Lari-Larian, dan Kota Baru). Reseach on fishing season index of pelagic fish in the Java Sea was carried out at Nusantara Fishing Port Pekalongan. The objective of this research was to obtain seasonal index of pelagic fish caught by purse seiners based on Pekalongan Nusantara Fishing Port. A series data of the periods of 2002-2007 consist of date of landing, name of vessel, fishing day, catch by (pelagic) fishes, as well as fishing ground were collected from Pekalongan Fishing Port. Firstly, index of abundance data (catch per unit of effort) were estimated from the catch and effort data, then the catch per unit of effort data were analyzed using the moving average method. The result showed that peaks season of Decapterus spp. occured in August, both Amblygaster sirm and Selar crumenophthalmus in December, Rastrelliger kanagurta in September, and Sardinella spp. in June. Basically, the fishing ground of Pekalongan purseiners in the period of years 2002-2007 were still the same as before around the Jawa Sea waters (north of Tegal and Pekalongan, Karimunjawa Islands, Bawean Island, Masalembo Islands, Matasiri Islands, and Kangean Island), the South China Sea waters (Pejantan Island, Natuna Island, Midai Island, Tarempa Island, and Tambelan), and also to the Makassar Straits (Lumu-Lumu, Lari-Larian, and Kota Baru).
BREAKING STRENGTH JARING POLYAMIDE MULTIFILAMEN 210D/6 PADA PENYIMPANAN DI RUANG TERBUKA DAN TERTUTUP: ASPEK TEKNIS PERIKANAN PAYANG DI TELUK PELABUHAN RATU Andhika Prima Prasetyo; Mokhamad Dahri Iskandar
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.437 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.173-183

Abstract

Armada payang merupakan salah satu armada penangkapan yang paling berkembang dalam pemanfaatan sumber daya ikan di Teluk Pelabuhan Ratu. Alat tangkap payang menggunakan sekitar 95% jaring berjenis polyamide dalam pembuatannya. Walaupun polyamide merupakan serat sintetis, polyamide memiliki kelemahan yaitu sangat sensitif terhadap sinar ultra violet. Selain meningkatkan ketahanan dan lama pemakaian nelayan Pelabuhan Ratu menggunakan pengawet reey. Reey merupakan ekstrak dari kulit pohon salam. Perkembangan terakhir diketahui nelayan mulai sulit memperoleh reey, terkait dengan keterbatasan dalam memperoleh bahan baku. Atas dasar itu penelitian ini dilakukan untuk mengkuantifikasi pengaruh penjemuran serta pengaruh perendam (solar, oli, dan aspal) yang diduga berfungsi sebagai pengawet terhadap kekuatan putus jaring polyamide multifilamen 210 D/6. Penelitian ini dilakukan untuk skala laboratorium selama enam bulan (bulan Mei sampai Nopember 2008). Setiap selang waktu satu bulan kekuatan putus jaring diuji dengan menggunakan breaking tester shimadzu autograph AGS-D series. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh perbedaan penyimpanan, perendaman, dan lama penyimpanan berbeda secara nyata terhadap kekuatan putus jaring polyamide (P<0,05). Kekuatan putus jaring yang disimpan di ruang terbuka lebih rendah dibanding jaring yang disimpan di ruang tertutup. Perendaman pada cairan aspal mampu memperlambat laju penurunan kekuatan putus pada penyimpanan di ruang terbuka. Seiring bertambahnya waktu penyimpanan maka kekuatan putus jaring polyamide akan mengalami penurunan. Fishing gear that dominant in Pelabuhan Ratu bay is payang (sein net). Basic material to make payang is netting (95%), netting type that ussualy used is polyamide. Although polyamide is a synthetic fiber, polyamide is very sensitive to ultra violet. In addition to improving the durability and duration, fishermen in Pelabuhan Ratu usually used preservative called reey. Reey is an extract from the bark of Indonesian laurel (syzygium polyanthum). But now fishermen difficult in getting reey, its related to limitations in obtaining raw materials to make reey. This research was conducted to quantify the effect of drying and the influence of soaking (diesel, oil, and asphalt) which suspected to function as a preservative to the breaking strength of polyamide multifilament 210 D/6 netting. This research was conducted for the laboratory scale. Each sample was stored for 6 months (May until November 2008). Breaking strength of netting was tested once per month with breaking tester shimadzu autograph AGS-D series. The experiment was showed that the effect of differences storage, immersed liquid, and storage time significant to breaking strength of polyamide netting (P<0.05). Breaking strength of netting stored at outdoor was lower than netting that was storage at indoor. Soaking with aspalt liquid able to slow the degradation rate of breaking strength at outdoor storage. If storage time is increasing, breaking strength of polyamide netting will decrease.

Page 1 of 1 | Total Record : 8


Filter by Year

2010 2010


Filter By Issues
All Issue Vol 31, No 4 (2025): (Desember 2025) Vol 31, No 3 (2025): (September 2025) Vol 31, No 2 (2025): (Juni 2025) Vol 31, No 1 (2025): (Maret 2025) Vol 30, No 4 (2024): (Desember 2024) Vol 30, No 3 (2024): (September) 2024 Vol 30, No 2 (2024): (Juni) 2024 Vol 30, No 1 (2024): (Maret) 2024 Vol 29, No 4 (2023): (Desember) 2023 Vol 29, No 3 (2023): (September) 2023 Vol 29, No 1 (2023): (Maret) 2023 Vol 28, No 4 (2022): (Desember) 2022 Vol 28, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 28, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 28, No 1 (2022): (Maret) 2022 Vol 27, No 4 (2021): (Desember) 2021 Vol 27, No 3 (2021): (September) 2021 Vol 27, No 2 (2021): (Juni) 2021 Vol 27, No 1 (2021): (Maret) 2021 Vol 26, No 4 (2020): (Desember) 2020 Vol 26, No 3 (2020): (September) 2020 Vol 26, No 2 (2020): (Juni) 2020 Vol 26, No 1 (2020): (Maret) 2020 Vol 25, No 4 (2019): (Desember) 2019 Vol 25, No 3 (2019): (September) 2019 Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019 Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019 Vol 24, No 4 (2018): (Desember) 2018 Vol 24, No 3 (2018): (September) 2018 Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018) Vol 24, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 23, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 23, No 3 (2017): (September 2017) Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 23, No 1 (2017): (Maret, 2017) Vol 22, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 22, No 3 (2016): (September) 2016 Vol 22, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 22, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 21, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 21, No 3 (2015): (September 2015) Vol 21, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 21, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 20, No 4 (2014): (Desember 2014) Vol 20, No 3 (2014): (September 2014) Vol 20, No 2 (2014): (Juni 2014) Vol 20, No 1 (2014): (Maret 2014) Vol 19, No 4 (2013): (Desember 2013) Vol 19, No 3 (2013): (September 2013) Vol 19, No 2 (2013): (Juni 2013) Vol 19, No 1 (2013): (Maret 2013) Vol 18, No 4 (2012): (Desember 2012) Vol 18, No 3 (2012): (September 2012) Vol 18, No 2 (2012): (Juni) 2012 Vol 18, No 1 (2012): (Maret 2012) Vol 17, No 4 (2011): (Desember 2011) Vol 17, No 3 (2011): (September 2011) Vol 17, No 2 (2011): (Juni 2011) Vol 17, No 1 (2011): (Maret 2011) Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010) Vol 16, No 3 (2010): (September 2010) Vol 16, No 2 (2010): (Juni 2010) Vol 16, No 1 (2010): (Maret 2010) Vol 15, No 4 (2009): (Desember 2009) Vol 15, No 3 (2009): (September 2009) Vol 15, No 2 (2009): (Juni 2009) Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009) Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008) Vol 14, No 3 (2008): (September 2008) Vol 14, No 2 (2008): (Juni 2008) Vol 14, No 1 (2008): (Maret 2008) Vol 13, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 13, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 13, No 1 (2007): (April 2007) Vol 12, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 12, No 2 (2006): (Agustus 2006) Vol 12, No 1 (2006): (April 2006) Vol 11, No 9 (2005): (Vol. 11 No. 9 2005) Vol 11, No 8 (2005): (Vol. 11 No. 8 2005) Vol 11, No 7 (2005): (Vol. 11 No. 7 2005) Vol 11, No 6 (2005): (Vol. 11 No. 6 2005) Vol 11, No 5 (2005): (Vol. 11 No. 5 2005) Vol 11, No 4 (2005): (Vol. 11 No. 4 2005) Vol 11, No 3 (2005): (Vol. 11 No. 3 2005) Vol 11, No 2 (2005): (Vol. 11 No. 2 2005) Vol 11, No 1 (2005): (Vol. 11 No. 1 2005) Vol 10, No 7 (2004): (Vol. 10 No. 7 2004) Vol 10, No 6 (2004): (Vol. 10 No. 6 2004) Vol 10, No 5 (2004): (Vol. 10 No. 5 2004) Vol 10, No 4 (2004): (Vol. 10 No. 4 2004) Vol 10, No 3 (2004): (Vol. 10 No. 3 2004) Vol 10, No 2 (2004): (Vol. 10 No. 2 2004) Vol 10, No 1 (2004): (Vol. 10 No. 1 2004) Vol 9, No 7 (2003): (Vol.9 No.7 2003) Vol 9, No 6 (2003): (Vol.9 No.6 2003) Vol 9, No 5 (2003): Vol. 9 No. 5 2003) Vol 9, No 4 (2003): Vol. 9 No. 4 2003) Vol 9, No 3 (2003): (Vol.9 No.3 2003) Vol 9, No 2 (2003): (Vol, 9 No. 2 2003) Vol 9, No 1 (2003): (Vol.9 No.1 2003) Vol 8, No 7 (2002): (Vol.8 No.7 2002) Vol 8, No 6 (2002): (Vol.8 No.6 2002) Vol 8, No 5 (2002): (Vol.8 No.5 2002) Vol 8, No 4 (2002): (Vol.8 No.4 2002) Vol 8, No 3 (2002): (Vol.8 No.3 2002) Vol 8, No 2 (2002): (Vol. 8 No. 2 2002) Vol 8, No 1 (2002): (Vol.8 No.1 2002) Vol 7, No 4 (2001): (Vol. 7 No. 4 2001) Vol 7, No 2 (2001): (Vol.7 No. 2 2001) Vol 6, No 3-4 (2000): (Vol.6 No.3-4 2000) Vol 6, No 2 (2000): (Vol.6 No.2 2000) Vol 6, No 1 (2000): (Vol.6 No.1 2000) Vol 5, No 2 (1999): (Vol.5 No.2 1999) Vol 5, No 1 (1999): (Vol.5 No. 1 1999) Vol 4, No 4 (1998): (Vol.4 No.4 1998) Vol 4, No 3 (1998): (Vol.4 No.3 1998) Vol 4, No 2 (1998): (Vol.4 No.2 1998) Vol 4, No 1 (1998): (Vol.4 No.1 1998) Vol 3, No 4 (1997): (Vol.3 No.4 1997) Vol 3, No 3 (1997): (Vol.3 No.3 1997) Vol 3, No 2 (1997): (Vol.3 No.2 1997) Vol 3, No 1 (1997): (Vol.3 No.1 1997) Vol 2, No 4 (1996): (Vol.2 No.4 1996) Vol 2, No 3 (1996): (Vol.2 No.3 1996) Vol 2, No 2 (1996): (Vol.2 No.2 1996) Vol 2, No 1 (1996): (Vol.2 No.1 1996) Vol 1, No 4 (1995): (Vol.1 No.4 1995) Vol 1, No 3 (1995): (Vol.1 No.3 1995) Vol 1, No 2 (1995): (Vol.1 No.2 1995) Vol 1, No 1 (1995): (Vol.1 No.1 1995) More Issue