Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

BREAKING STRENGTH JARING POLYAMIDE MULTIFILAMEN 210D/6 PADA PENYIMPANAN DI RUANG TERBUKA DAN TERTUTUP: ASPEK TEKNIS PERIKANAN PAYANG DI TELUK PELABUHAN RATU Andhika Prima Prasetyo; Mokhamad Dahri Iskandar
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 3 (2010): (September 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.437 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.3.2010.173-183

Abstract

Armada payang merupakan salah satu armada penangkapan yang paling berkembang dalam pemanfaatan sumber daya ikan di Teluk Pelabuhan Ratu. Alat tangkap payang menggunakan sekitar 95% jaring berjenis polyamide dalam pembuatannya. Walaupun polyamide merupakan serat sintetis, polyamide memiliki kelemahan yaitu sangat sensitif terhadap sinar ultra violet. Selain meningkatkan ketahanan dan lama pemakaian nelayan Pelabuhan Ratu menggunakan pengawet reey. Reey merupakan ekstrak dari kulit pohon salam. Perkembangan terakhir diketahui nelayan mulai sulit memperoleh reey, terkait dengan keterbatasan dalam memperoleh bahan baku. Atas dasar itu penelitian ini dilakukan untuk mengkuantifikasi pengaruh penjemuran serta pengaruh perendam (solar, oli, dan aspal) yang diduga berfungsi sebagai pengawet terhadap kekuatan putus jaring polyamide multifilamen 210 D/6. Penelitian ini dilakukan untuk skala laboratorium selama enam bulan (bulan Mei sampai Nopember 2008). Setiap selang waktu satu bulan kekuatan putus jaring diuji dengan menggunakan breaking tester shimadzu autograph AGS-D series. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh perbedaan penyimpanan, perendaman, dan lama penyimpanan berbeda secara nyata terhadap kekuatan putus jaring polyamide (P<0,05). Kekuatan putus jaring yang disimpan di ruang terbuka lebih rendah dibanding jaring yang disimpan di ruang tertutup. Perendaman pada cairan aspal mampu memperlambat laju penurunan kekuatan putus pada penyimpanan di ruang terbuka. Seiring bertambahnya waktu penyimpanan maka kekuatan putus jaring polyamide akan mengalami penurunan. Fishing gear that dominant in Pelabuhan Ratu bay is payang (sein net). Basic material to make payang is netting (95%), netting type that ussualy used is polyamide. Although polyamide is a synthetic fiber, polyamide is very sensitive to ultra violet. In addition to improving the durability and duration, fishermen in Pelabuhan Ratu usually used preservative called reey. Reey is an extract from the bark of Indonesian laurel (syzygium polyanthum). But now fishermen difficult in getting reey, its related to limitations in obtaining raw materials to make reey. This research was conducted to quantify the effect of drying and the influence of soaking (diesel, oil, and asphalt) which suspected to function as a preservative to the breaking strength of polyamide multifilament 210 D/6 netting. This research was conducted for the laboratory scale. Each sample was stored for 6 months (May until November 2008). Breaking strength of netting was tested once per month with breaking tester shimadzu autograph AGS-D series. The experiment was showed that the effect of differences storage, immersed liquid, and storage time significant to breaking strength of polyamide netting (P<0.05). Breaking strength of netting stored at outdoor was lower than netting that was storage at indoor. Soaking with aspalt liquid able to slow the degradation rate of breaking strength at outdoor storage. If storage time is increasing, breaking strength of polyamide netting will decrease.
PENGARUH DAYAAPUNG PELAMPUNG DAN UKURAN MATA JARING GOYANG (JARING INSANG DASAR) PADA KONDISI ARUS YANG BERBEDA TERHADAP TINGGI JARING PADA PENGAMATAN DI FLUME TANK Mokhamad Dahri Iskandar; Muhammad Rifki
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 2 (2010): (Juni 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.164 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.2.2010.163-171

Abstract

Penelitian ini dilakukan di flume tank milik Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Model jaring goyang (jaring insang dasar) yang digunakan berukuran mata 3,5 dan 4,0 inci yang masing-masing memiliki daya apung (buoyancy) pelampung 13,8 gf (kontrol), 20,7 dan 27,6 gf. Masing-masing jaring dipasang pada flume tank dengan kecepatan arus 15, 20, 25, dan 30 cm/detik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada kecepatan arus terendah yaitu 15 cm/detik, ketinggian maksimum jaring goyang ukuran mata 3,5 inci dengan buoyancy kontrol mencapai 45,4 cm sedangkan jaring goyang ukuran mata 4,0 inci dengan buoyancy yang sama memiliki ketinggian maksimum jaring mencapai 48,5 cm. Peningkatan buoyancy pelampung menjadi 20,7 gf mengakibatkan ketinggian jaring meningkat menjadi 57,2 cm pada jaring goyang ukuran mata jaring 3,5 inci dan 63,1 cm pada ukuran mata 4,0 inci. Nilai drag force yang dialami oleh jaring goyang dengan mata jaring 3,5 dan 4,0 inci pada kecepatan arus 15 cm/detik masing-masing 8,62 dan 7,72 gf. This experiment was carried out at the flume tank of Fisheries Resources Utilization Department, Faculty of Fisheries and Marine Science Model of jaring goyang (bottom gillnet) of 3.5 and 4.0 inch mesh sizes with float buoyancy of 13.8 gf (control), 20.7, and 27.6 gf, was used, respectively. Result of the experiment indicated that net height of gillnet of 3.5 inch mesh size using control float buoyancy was 45.4 cm while of gillnet of 4.0 inch mesh size was 48.5 cm. Increasing of float buoyancy to be 20.7 gf affected net height of gillnet of 3.5 and 4.0 inch mesh sizes to be 57.2 and 63.1 cm, respectively. At the current speed of 15 cm/s, value of drag force of bottom gillnet of 3.5 and 4.0 inch were 8.62 and 7.72 gf, respectively.
BREAKING STRENGTH BENANG PA MULTIFILAMEN 210D/6 PADA PENYIMPANAN DI RUANG TERBUKA Mokhamad Dahri Iskandar; Andhika Prima Prasetyo
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 1 (2010): (April 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1375.249 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.1.2010.57-63

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkuantifikasikan pengaruh lama penyimpanan dan pengaruh perendaman dengan cairan berupa solar, oli, dan ter terhadap penurunan nilai kekuatan putus benang polyamide 210 D/6. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kekuatan putus benang jaring semakin menurun setelah mengalami penyimpanan di ruang terbuka selama satu bulan (bulan ke satu) menjadi 5,8657 kgf dari 7,2903 kgf pada awal penyimpanan (bulan ke nol). Penurunan tersebut terus berlanjut sampai bulan keenam. Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan taraf uji 5% (α=5%) menunjukan bahwa lama penyimpanan secara nyata berpengaruh terhadap nilai kekuatan putus (breaking strength) benang polyamide pada ruang terbuka (P<0,05). Kekuatan putus benang Polyamide yang direndam pada cairan perendam berupa oli, solar, dan ter secara keseluruhan mengalami penurunan. Penurunan kekuatan putus terbesar dialami oleh benang yang direndam dengan solar dengan derajat penurunan kekuatan putus mencapai 30%. Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan taraf uji 5% (α=5%) menunjukan bahwa cairan perendam secara signifikan berpengaruh terhadap kekuatan putus (breaking strength) benang polyamide (P<0,05). Hasil uji lanjutan BNT menunjukan bahwa nilai kekuatan putus benang polyamide yang diberi pelakuan cairan perendam solar, oli, dan ter berbeda nyata terhadap benang kontrol (P<0,05). The objective of this experiment was to quantify the effect of storage duration and immersed liquid such as diesel fuel, lubricant and tar on the breaking strength of polyamide of 210 D/6. Results of experiment revealed that breaking strength of twine decrease after first month out door storage to be 5,8657 kgf from 7,2903 kgf in begining of storage. Decreasing of twine continued until sixth month of storage. Analyses of variances of 5% significance level indicated that length duration of storage for polyamide twine significantly different to the breaking strength. Breaking strength of polyamide twine which immersed in the lubricant, fuel diesel, and tar generally decreased. The biggest reduction of breaking strength occurred for twine immersed in the fuel diesel with reduction level until 30 %. Analyses of variances of 5% significance level indicated that immersed liquid significantly affected breaking strength of polyamide twine. Post Hoc test of LSD also indicated that breaking strength of polyamide twine significantly different (P<0,05) between lubricant, fuel diesel, and tar toward control twine
PENGGUNAAN ATRAKTOR UMPAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG DI TELUK PALABUHANRATU Azhari Imaduddin; Zulkarnain .; Mokhamad Dahri Iskandar
ALBACORE Jurnal Penelitian Perikanan Laut Vol. 3 No. 1 (2019): Albacore
Publisher : Departemen PSP IPB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.748 KB) | DOI: 10.29244/core.3.1.1-11

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi hasil tangkapan, frekuensi hauling dan pengaruh atraktor umpan cacing tanah terhadap hasil tangkapan bagan apung. Metode penelitian yang digunakan adalah experimental fishing dengan melakukan kegiatan operasi penangkapan sebanyak 20 kali ulangan (trip) di lapangan. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat total hasil tangkapan bagan apung perlakuan yakni 1401,1 kg dengan 13 jenis ikan dan bagan apung standar tanpa atraktor umpan 545,5 kg dengan 8 jenis ikan selama 20 ulangan (trip). Selanjutnya untuk melihat adanya perbedaan frekuensi hauling antara kedua bagan apung digunakan uji statistik Mann Whitney yang menunjukkan nilai P value atau Asymp Sig. (2-tailed) (0.09 > 0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan atau pengaruh yang signifikan terhadap hasil tangkapan kedua bagan apung pada taraf kepercayaan 95%. Akan tetapi penggunaan atraktor umpan cacing tanah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap berat hasil tangkapan bagan apung dengan nilai Asymp Sig. (2-tailed) (0,03 < 0,05) pada taraf kepercayaan 95%.Kata kunci       : Atraktor umpan cacing tanah, kantong umpan, light fishing, komposisi hasil tangkapan bagan apung Palabuhanratu, waktu hauling, jumlah hauling 
PENGARUH PERBEDAAN JUMLAH MULUT BUBU TERHADAP HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Fajar Sidik; Zulkarnain Sueb; Mokhamad Dahri Iskandar
ALBACORE Jurnal Penelitian Perikanan Laut Vol. 5 No. 1 (2021): Albacore
Publisher : Departemen PSP IPB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/core.5.1.071-079

Abstract

Salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan di perairan Kepulauan Seribu adalah bubu. Keberhasilan operasi penangkapan dengan bubu dipengaruhi oleh konstruksi mulut bubu baik bentuk maupun jumlahnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah dan bobot hasil tangkapan bubu maupun sebaran ukuran ikan yang dominan tertangkap. Penelitian dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu pada bulan Mei 2018. Metode penelitian ini adalah uji coba penangkapan bubu dengan jumlah total bubu yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 20 buah. Pada penelitian ini digunakan bubu dengan jumlah mulut satu buah sebanyak 10 bubu sedangkan bubu dengan jumlah mulut dua buah sebanyak 10 bubu. Hasil penelitian ini memperoleh jumlah tangkapan berupa ikan keya-keya sebanyak 169 ekor (7.099 gram), betok hitam 161 ekor (6.187 gram), strip delapan 152 ekor (1.850 gram). Hasil uji t yang dilakukan terhadap bobot hasil tangkapan bubu dengan jumlah mulut berbeda secara signifikan diperoleh bahwa bubu dengan jumlah mulut bubu sebanyak dua buah lebih efektif dibanding dengan jumlah mulut satu buah (P = 0,018). Hasil yang diperoleh juga menunjukan bahwa nilai Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener bubu dengan jumlah mulut dua bubuh lebih tinggi dibanding dibandingkandengan bubu dengan jumlah mulut satu buah. Kata kunci: bubu tambun, hasil tangkapan, konstruksi, mulut bubu, pulau panggang
Komposisi dan distribusi ukuran hasil tangkapan sampingan bubu ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu Mokhamad Dahri Iskandar; Sugeng Hariwisudo; Budi Hascaryo Iskandar; Mulyono S Baskoro
Depik Vol 9, No 3 (2020): December 2020
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (759.249 KB) | DOI: 10.13170/depik.9.3.18580

Abstract

Bycatch is non-target species which mostly caught at fishing operation. High quantity of bycatch mortality was predicted as one factor of fish stock depletion. Additionally, the high demand to improve fisheries production will be able to lead over fishing. This situation will affect improvement of bycatch and discarded species which will endanger the fish stock. The objective of this research was to identify bycatch composition, ratio between target species and bycatch and size distribution of dominant bycatch at yellow tail fishing operation in Seribu Islands. The research was carried out at Seribu Islands on July-August 2020. The fishing activity used pot with size length x width x height : 100 x 75 x 32.5 cm. Result of research indicated that yellow tail pot bycatch was dominated by brownstripe snapper (Lutjanus vitta) with catch amount of 330 fishes ( 15.9% of total catch) and weight of 50,861 kg (11.5% of total catch weight) followed by squirrelfishes (Sargocentron rubrum) with catch amount of 324 fishes (15.6 % of total catch) and weight of 51,181 kg (11.6%). Another dominant bycatch was striped spinecheek (Scolopsis margaritiferus) with catch amount of 289 fishes (13.9% of total catch) and weight of 40,042 kg (9.1% of total weight). Ratio of target of catch : bycatch in weight was 42.6% : 57.4%. It means, to catch 1 kg of yellow tail there will be caught 1.7 kg bycatch. Total length size of brownstripe snapper at range of 12-27 cm, squirrelfishes at range of 9-27 cm and striped spinecheek at range of 11-29 cm.Keywords:BycatchPotDiscard speciesYellow tailCatch compositionABSTRAKHasil tangkapan sampingan merupakan spesies hasil tangkapan non target yang relatif tinggi tertangkap pada operasi penangkapan. Tingginya jumlah kematian hasil tangkapan sampingan diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya stok sumberdaya ikan di seluruh penjuru dunia. Adanya permintaan yang tinggi untuk meningkatkan produksi perikanan dapat memicu peningkatan upaya penangkapan secara berlebihan. Kondisi ini mengakibatkan hasil tangkapan sampingan akan meningkat dengan meningkatnya upaya penangkapan sehingga membahayakan stok dan populasi sumberdaya ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi hasil tangkapan sampingan, rasio antara hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan dan ukuran hasil tangkapan sampingan dominan yang tertangkap pada operasi penangkapan ikan ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu. Penelitian dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu pada bulan Juli-Agustus 2020 dengan menggunakan bubu ekor kuning (ukuran p x l x t : 100 x 75 x 32,5 cm). Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tangkapan sampingan bubu ekor kuning didominasi oleh ikan kakap (Lutjanus vitta) dengan total jumlah hasil tangkapan mencapai 330 ekor ( 15,9%) dengan total bobot mencapai 50.861 kg (11,5%) disusul oleh ikan swanggi (Sargocentron rubrum) mencapai 324 ekor (15,6 %) dengan total bobot hasil tangkapan sebesar 51.181 kg (11,6%) dan ikan serak (Scolopsis margaritiferus) dengan jumlah hasil tangkapan mencapai 289 ekor (13,9%) dan bobot sebesar 40.042 kg (9,1%) dari total bobot hasil tangkapan bubu ekor kuning. Proporsi bobot hasil tangkapan utama dibanding dengan hasil tangkapan sampingan adalah 42,6% : 57,4%. Hal ini berarti untuk menangkap 1 kg ekor kuning maka akan tertangkap 1,354 kg hasil tangkapan sampingan. Ukuran hasil tangkapan sampingan dominan yang tertangkap pada bubu ekor kuning meliputi ikan kakap yang tertangkap pada selang ukuran panjang total 12-27 cm, ikan swanggi dengan selang ukuran panjang total berkisar 9-27 cm dan ikan serak dengan selang ukuran panjang total berkisar antara 11-29 cm.Kata kunci:Hasil tangkapan sampinganBubuDiscard spesiesIkan ekor kuningKomposisi hasil tangkapan
Komposisi dan distribusi ukuran hasil tangkapan sampingan bubu ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu Mokhamad Dahri Iskandar; Sugeng Hariwisudo; Budi Hascaryo Iskandar; Mulyono S Baskoro
Depik Vol 9, No 3 (2020): December 2020
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.13170/depik.9.3.18580

Abstract

Bycatch is non-target species which mostly caught at fishing operation. High quantity of bycatch mortality was predicted as one factor of fish stock depletion. Additionally, the high demand to improve fisheries production will be able to lead over fishing. This situation will affect improvement of bycatch and discarded species which will endanger the fish stock. The objective of this research was to identify bycatch composition, ratio between target species and bycatch and size distribution of dominant bycatch at yellow tail fishing operation in Seribu Islands. The research was carried out at Seribu Islands on July-August 2020. The fishing activity used pot with size length x width x height : 100 x 75 x 32.5 cm. Result of research indicated that yellow tail pot bycatch was dominated by brownstripe snapper (Lutjanus vitta) with catch amount of 330 fishes ( 15.9% of total catch) and weight of 50,861 kg (11.5% of total catch weight) followed by squirrelfishes (Sargocentron rubrum) with catch amount of 324 fishes (15.6 % of total catch) and weight of 51,181 kg (11.6%). Another dominant bycatch was striped spinecheek (Scolopsis margaritiferus) with catch amount of 289 fishes (13.9% of total catch) and weight of 40,042 kg (9.1% of total weight). Ratio of target of catch : bycatch in weight was 42.6% : 57.4%. It means, to catch 1 kg of yellow tail there will be caught 1.7 kg bycatch. Total length size of brownstripe snapper at range of 12-27 cm, squirrelfishes at range of 9-27 cm and striped spinecheek at range of 11-29 cm.Keywords:BycatchPotDiscard speciesYellow tailCatch compositionABSTRAKHasil tangkapan sampingan merupakan spesies hasil tangkapan non target yang relatif tinggi tertangkap pada operasi penangkapan. Tingginya jumlah kematian hasil tangkapan sampingan diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya stok sumberdaya ikan di seluruh penjuru dunia. Adanya permintaan yang tinggi untuk meningkatkan produksi perikanan dapat memicu peningkatan upaya penangkapan secara berlebihan. Kondisi ini mengakibatkan hasil tangkapan sampingan akan meningkat dengan meningkatnya upaya penangkapan sehingga membahayakan stok dan populasi sumberdaya ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi hasil tangkapan sampingan, rasio antara hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan dan ukuran hasil tangkapan sampingan dominan yang tertangkap pada operasi penangkapan ikan ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu. Penelitian dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu pada bulan Juli-Agustus 2020 dengan menggunakan bubu ekor kuning (ukuran p x l x t : 100 x 75 x 32,5 cm). Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tangkapan sampingan bubu ekor kuning didominasi oleh ikan kakap (Lutjanus vitta) dengan total jumlah hasil tangkapan mencapai 330 ekor ( 15,9%) dengan total bobot mencapai 50.861 kg (11,5%) disusul oleh ikan swanggi (Sargocentron rubrum) mencapai 324 ekor (15,6 %) dengan total bobot hasil tangkapan sebesar 51.181 kg (11,6%) dan ikan serak (Scolopsis margaritiferus) dengan jumlah hasil tangkapan mencapai 289 ekor (13,9%) dan bobot sebesar 40.042 kg (9,1%) dari total bobot hasil tangkapan bubu ekor kuning. Proporsi bobot hasil tangkapan utama dibanding dengan hasil tangkapan sampingan adalah 42,6% : 57,4%. Hal ini berarti untuk menangkap 1 kg ekor kuning maka akan tertangkap 1,354 kg hasil tangkapan sampingan. Ukuran hasil tangkapan sampingan dominan yang tertangkap pada bubu ekor kuning meliputi ikan kakap yang tertangkap pada selang ukuran panjang total 12-27 cm, ikan swanggi dengan selang ukuran panjang total berkisar 9-27 cm dan ikan serak dengan selang ukuran panjang total berkisar antara 11-29 cm.Kata kunci:Hasil tangkapan sampinganBubuDiscard spesiesIkan ekor kuningKomposisi hasil tangkapan
Komposisi dan distribusi ukuran hasil tangkapan sampingan bubu ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu Mokhamad Dahri Iskandar; Sugeng Hariwisudo; Budi Hascaryo Iskandar; Mulyono S Baskoro
Depik Vol 9, No 3 (2020): December 2020
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.13170/depik.9.3.18580

Abstract

Bycatch is non-target species which mostly caught at fishing operation. High quantity of bycatch mortality was predicted as one factor of fish stock depletion. Additionally, the high demand to improve fisheries production will be able to lead over fishing. This situation will affect improvement of bycatch and discarded species which will endanger the fish stock. The objective of this research was to identify bycatch composition, ratio between target species and bycatch and size distribution of dominant bycatch at yellow tail fishing operation in Seribu Islands. The research was carried out at Seribu Islands on July-August 2020. The fishing activity used pot with size length x width x height : 100 x 75 x 32.5 cm. Result of research indicated that yellow tail pot bycatch was dominated by brownstripe snapper (Lutjanus vitta) with catch amount of 330 fishes ( 15.9% of total catch) and weight of 50,861 kg (11.5% of total catch weight) followed by squirrelfishes (Sargocentron rubrum) with catch amount of 324 fishes (15.6 % of total catch) and weight of 51,181 kg (11.6%). Another dominant bycatch was striped spinecheek (Scolopsis margaritiferus) with catch amount of 289 fishes (13.9% of total catch) and weight of 40,042 kg (9.1% of total weight). Ratio of target of catch : bycatch in weight was 42.6% : 57.4%. It means, to catch 1 kg of yellow tail there will be caught 1.7 kg bycatch. Total length size of brownstripe snapper at range of 12-27 cm, squirrelfishes at range of 9-27 cm and striped spinecheek at range of 11-29 cm.Keywords:BycatchPotDiscard speciesYellow tailCatch compositionABSTRAKHasil tangkapan sampingan merupakan spesies hasil tangkapan non target yang relatif tinggi tertangkap pada operasi penangkapan. Tingginya jumlah kematian hasil tangkapan sampingan diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya stok sumberdaya ikan di seluruh penjuru dunia. Adanya permintaan yang tinggi untuk meningkatkan produksi perikanan dapat memicu peningkatan upaya penangkapan secara berlebihan. Kondisi ini mengakibatkan hasil tangkapan sampingan akan meningkat dengan meningkatnya upaya penangkapan sehingga membahayakan stok dan populasi sumberdaya ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi hasil tangkapan sampingan, rasio antara hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan dan ukuran hasil tangkapan sampingan dominan yang tertangkap pada operasi penangkapan ikan ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu. Penelitian dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu pada bulan Juli-Agustus 2020 dengan menggunakan bubu ekor kuning (ukuran p x l x t : 100 x 75 x 32,5 cm). Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tangkapan sampingan bubu ekor kuning didominasi oleh ikan kakap (Lutjanus vitta) dengan total jumlah hasil tangkapan mencapai 330 ekor ( 15,9%) dengan total bobot mencapai 50.861 kg (11,5%) disusul oleh ikan swanggi (Sargocentron rubrum) mencapai 324 ekor (15,6 %) dengan total bobot hasil tangkapan sebesar 51.181 kg (11,6%) dan ikan serak (Scolopsis margaritiferus) dengan jumlah hasil tangkapan mencapai 289 ekor (13,9%) dan bobot sebesar 40.042 kg (9,1%) dari total bobot hasil tangkapan bubu ekor kuning. Proporsi bobot hasil tangkapan utama dibanding dengan hasil tangkapan sampingan adalah 42,6% : 57,4%. Hal ini berarti untuk menangkap 1 kg ekor kuning maka akan tertangkap 1,354 kg hasil tangkapan sampingan. Ukuran hasil tangkapan sampingan dominan yang tertangkap pada bubu ekor kuning meliputi ikan kakap yang tertangkap pada selang ukuran panjang total 12-27 cm, ikan swanggi dengan selang ukuran panjang total berkisar 9-27 cm dan ikan serak dengan selang ukuran panjang total berkisar antara 11-29 cm.Kata kunci:Hasil tangkapan sampinganBubuDiscard spesiesIkan ekor kuningKomposisi hasil tangkapan
BOAT LIFT NET FISHING GEAR WHICH OPERATED AT BANTEN BAY WATERS AND ITS DEVELOPMENT STRATEGY Iskandar, Mokhamad Dahri; Wassahua, Zainal; Muqsit, Ali; Warsini, Sati; Tahapary, Nona; Siregar, Resmi
Aurelia Journal Vol 5, No 2 (2023): Oktober
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Dumai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/aj.v5i2.12737

Abstract

Bagan congkel is one of fishing gear which mostly used by fishermen in National Fishing Port of Karangantu, Banten. Bagan congkel has various size and specification in Indonesia. Characteristic of fishing ground and fish catch was also different at different area in Indonesia. Therefore, to develop bagan congkel in Teluk Banten waters need a good and systematics strategy. The objective of this experiment was to describe bagan congkel fishing gear and determine business development strategy of bagan congkel. Business development strategy was cariied out using SWOT Analyses (Strengths, Waeknesses, Opportunities, Threats). Result of research indicated that bagan congkel consist of boat which used to find fishing ground, net and lamp. There are 9 strategies to develop boat lift net i.e market enlargement, fishing optimalization, fish bottom price determination, fishing ground zonation each fishing gear, limitation of fishing fleet and fishing effort, selective fishing gear modification, capital loan for fishermen and combination of production factors to reach the efficiency.
KERAGAAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU, BANTEN Warsini, Sati; Iskandar, Mokhamad Dahri
ALBACORE Jurnal Penelitian Perikanan Laut Vol. 5 No. 2 (2021): Albacore
Publisher : Departemen PSP IPB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/core.5.2.211-220

Abstract

Alat tangkap bagan perahu merupakan salah satu alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu, Banten. Namun keragaan alat tangkap tersebut masih belum diketahui baik secara teknis maupun ekonomis. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan menentukan efisiensi teknis dan ekonomi alat tangkap bagan perahu di PPN Karangantu. Penentuan efisiensi dianalisis menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasil penelitian menunjukkan secara teknis, penggunaan jumlah trip, jumlah setting, jumlah BBM dan jumlah lampu sudah efisien karena berada pada tahap rasional (0 < Ep <1), sedangkan jumlah ABK, daya mesin dan ukuran kapal sudah tidak efisien dan perlu dikurangi karena memiliki nilai Ep < 0. Secara ekonomi penggunaan faktor jumlah trip, jumlah setting, jumlah BBM dan jumlah lampu belum efisien dan masih bisa ditambah karena memiliki nilai NPM/BKM > 1, sedangkan jumlah ABK, daya mesin dan ukuran kapal tidak efisien atau sudah berlebih dan perlu dikurangi karena memiliki nilai NPM/BKM < 1. Kata kunci: alat tangkap, bagan perahu, Cobb-Douglas, efisiensi teknis, efisiensi ekonomi, karangantu