cover
Contact Name
Eko Sujadi
Contact Email
ekosujadi91@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
ekosujadi91@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. kerinci,
Jambi
INDONESIA
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman
ISSN : 16938712     EISSN : 25027565     DOI : -
Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman (e-ISSN 2502-7565, p-ISSN 1693-8712 is a peer-reviewed (double blind review) journal published by Research and Community Service Office, State Islamic Institute of Kerinci. The goal of this journal is to facilitate scholars, researchers, and teachers for publishing the original research articles or review articles. Journal Islamika is published 14 articles in two editions in one year in July and December.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman" : 7 Documents clear
PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DALAM KHI MELALUI ANALISIS MAQASHID SYARI’AH Azhar Azhar
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v13i1.16

Abstract

The main objective of institutionalizing Islamic law is to create a common benefit to mankind through the analysis maqqashid Shari'ah. Renewal of Islamic Law is an attempt to apply the norms of the social reality to meet the needs of the development community to remain steadfast in the policies laid down by the religion itself through a dynamic process of purification. Reform does not mean replacing the teachings and laws that are absolute, fundamental, and universal, which is already covered by the provisions of the authentic. However, such reforms have ample wiggle room in how to renew understand, interpret, reformulate, and do teopassing on religious teachings which are beyond qath'iyyah region, namely the provisions that are included in the scope zhanniyyah reform areas. Tujuan utama pelembagaan hukum Islam, adalah untuk mewujudkan kemashlahatan bagi umat manusia melalui analisis maqqashid syari‟ah. Pembaharuan Hukum Islam merupakan upaya menerapkan norma-norma agama atas realitas sosial untuk memenuhi kebutuhan perkembangan masyarakat dengan tetap berpegang teguh pada dasar-dasar yang telah diletakkan oleh agama itu sendiri melalui proses pemurnian yang dinamis. Pembaharuan bukan berarti mengganti ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang bersifat mutlak, fundamental dan universal, yang sudah tertuang dalam ketentuan-ketentuan yang otentik. Tetapi, pembaharuan itumempunyai ruang gerak yang cukup luas dalam memperbaharui cara memahami, menginterpretasi, mereformulasi dan melakukan teopassing atas ajaran-ajaran agama yang berada di luar wilayah qath‟iyyah, yaitu ketentuanketentuan yang sifatnya zhanniyyah yang masuk dalam lingkup wilayah pembaharuan.
METODE IJTIHAD MAJELIS ULAMA INDONESIA Nofialdi Nofialdi
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v13i1.17

Abstract

Fatwa is believed to be a container having an important and significant role in the religious life of the Islamic community. The urgency and significance can be seen from its function as a mediating between the ideals of Islamic law on the one hand with the factual reality-communities on the other. This is where all the problems, concerns, hopes, aspirations and experiences presented and confronted people to look for common ground with the ideals of moral and religious ethics in Shari'ah mediated by the intellectual prowess of a mufti. One of the institutions that are semi-formal fatwa is the fatwa issued by the Fatwa Commission of the Indonesian Ulema Council (MUI), because these institutions are formally established by the government, but its provisions can not be forced as the decision of the judiciary. Since its establishment in 1975 MUI fatwa has been issued either at the request of individuals, community groups and at the request of the government. This simple article will try to look at and examine some of the MUI fatwa has been issued, to then be viewed and analyzed, especially in terms of legal istinbat method used in formulating his fatwa. Fatwa diyakini sebagai wadah yang memiliki peran penting dan signifikan dalam kehidupan beragama komunitas Islam. Urgensi dan signifikansinya terlihat dari fungsinya sebagai mediasi antara cita ideal hukum Islam di satu pihak dengan realitas-faktual masyarakat di pihak lain. Di sinilah setiap problem, keprihatinan, harapan, aspirasi dan pengalaman masyarakat disampaikan dan dikonfrontasikan untuk dicarikan titik temu dengan cita moral dan etika religius dalam syari’ah yang dimediasi oleh kecakapan intelektual seorang mufti. Salah satu lembaga fatwa yang bersifat semiformal adalah fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), karena lembaga ini resmi dibentuk oleh pemerintah, namun ketetapannya tidak dapat memaksa sebagaimana keputusan lembaga peradilan. Sejak berdiri tahun 1975, MUI telah banyak mengeluarkan fatwa baik atas permintaan individu, kelompok masyarakat maupun atas permintaan pemerintah. Tulisan sederhana ini akan mencoba untuk melihat dan meneliti beberapa fatwa yang telah dikeluarkan MUI, untuk kemudian dilihat dan dianalisis, terutama dari segi metode istinbat hukum yang digunakan dalam merumuskan fatwanya.
PEMBARUAN HUKUM ISLAM (Esensi, Urgensi dan Kendala) M. Saman Sulaiman
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v13i1.18

Abstract

Renewal of Islamic Law will discuss about the problem: the essence, renewing the urgency of Islamic law, the constraints faced by Islamic law reform, and efforts to over come the obstacle store form Islamic law be accepted by Muslims as a whole. In Taklid Period does not mean empty mujtahid imams competent to be ijtihad as its predecessor, but due to various factors they limit themselves in the line of a particular school. Among them are political factors; Islam has been divided into several governmental and civil war often a rise. Islamic legal reform does not mean rejecting or remodel any results of ijtihad scholars, but is an update was conducted on the al-i'adah, al-ibabanah and al-Ihya Pembaruan Hukum Islam akan membahas seputar masalah esensi, urgensi, dan kendala yang dihadapi pembaruan hukum Islam serta upaya mengatasi kendala tersebut sehingga pembaruan Hukum Islam dapat diterima oleh umat Islam secara menyeluruh. Perkembangan hukum Islam terjadi selama beberapa periode, salah satunya adalah periode taklid. Pada masa ini bukan berarti terjadi kekosongan para imam mujtahid yang berkompeten untuk berijtihad seperti pendahulunya, akan tetapi karena adanya berbagai faktor mereka membatasi diri dalam garis mazhab tertentu. Di antaranya adalah faktor politik; umat Islam telah terpecah belah menjadi beberapa pemerintahan dan sering timbul perang saudara. Pembaruan hukum Islam bukanlah berarti menolak atau merombak segala hasil ijtihad ulama masa lalu, tetapi adalah pembaruan yang dilakukan meliputi alI'adah, al-ibabanah dan al-ihya.
MEMBANGUN PERADABAN ZAKAT (Studi Terhadap Ayat, Hadis dan Regulasi Negara tentang Zakat, Infak dan Sedekah) Repelita Repelita
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v13i1.19

Abstract

In language, zakat means sacred, grow and develop. While the definition of zakat means "growth resulting from Allah blessed for the life here after. charity, donation or charity is an important instrument tin poverty reduction which would give further effect is very great improvement in welfare. Zakat command is deployed in Mecca, but details about the type of wealth that must be given as well as the kind of society who deserve it. Command charity Is revealed in Madinah in the second year after the Hijra of the Prophet shape society and the state. The recipient as the right (al-ashnaf) of zakat is determined by religious texts. He used to meet eight types of needs: indigent, poor, ibn sabil, the bank rupt, converts the needy, prisoners, amy land sabilillah.Secara bahasa, zakat berarti suci, tumbuh dan berkembang. Sedangkan secara definisi, zakat berarti pertumbuhan yang dihasilkan dari keberkatan Allah SWT untuk kehidupan dunia akhirat. Zakat, infak maupun sedekah adalah instrumen penting dalam pengentasan kemiskinan yang akan memberikan efek lanjutan sangat besar dalam peningkatan kesejahteraan. Perintah zakat diturunkan di Mekkah, tetapi rincian tentang jenis kekayaan yang wajib diberikan serta jenis kelompok masyarakat yang berhak menerimanya diturunkan di Madinah pada tahun kedua hijriah setelah Nabi membentuk masyarakat dan negara. Adapun penerima yang berhak (al-ashnaf) dari zakat ditentukan oleh teks-teks agama. Ia digunakan untuk memenuhi delapan jenis kebutuhan: fakir, miskin, ibnu sabil, orang bangkrut, muallaf yang membutuhkan, tawanan, amil dan sabilillah. 
BAI'UL WAFA` (Review Penggunaan Dalil Mashlahah di Kalangan Hanafiyah) Asa'ari Asa'ari
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v13i1.20

Abstract

Ba'i al-Wafa` first appeared in Central Asia, especially Bukhara and Balkh around the 5th century AH in order to avoid usury in borrowing. Many of the rich when it is not willing to lend money without any remuneration they receive. While many of the borrowers are not able to pay off debts due in return they have to pay along with money borrowed. On the other hand benefits granted on the basis of borrowing money, according to scholars of fiqh including usury. So to avoid usury, the community of Bukhara and Balkh formatting a form of trading known as alWafa` Bai'u. For today's economic context Bai'ulWafa` should be considered to be applied in the activities mu'amalatMuslim community, especially in Indonesia as a substitute for Pawn institutions that practice during this conflict with Rahan outlined by the texts, especially in terms of taking advantage of pledges by the lien holder Bai'u al-Wafa` muncul pertama kali di Asia Tengah khususnya Bukhara dan Balkh sekitar abad ke 5 Hijriyah dalam rangka menghindari terjadinya riba dalam pinjammeminjam. Banyak di antara orang kaya ketika itu tidak mau meminjamkan uangnya tanpa ada imbalan yang mereka terima. Sementara banyak pula para peminjam uang tidak mampu melunasi hutangnya akibat imbalan yang harus mereka bayarkan bersamaan dengan uang yang dipinjam. Di sisi lain imbalan yang diberikan atas dasar pinjam-meminjam uang itu menurut ulama fikih termasuk riba. Maka untuk menghindarkan diri dari riba, masyarakat Bukhara dan Balkh memformat suatu bentuk jual beli yang dikenal dengan Bai'u al-Wafa`. Untuk konteks ekonomi dewasa ini, Bai'ul Wafa` patut dipertimbangkan untuk diterapkan dalam aktivitas mu'amalat masyarakat Muslim khususnya di Indonesia sebagai pengganti institusi Gadai yang praktiknya selama ini bertentangan dengan Rahan yang digariskan oleh nash terutama dalam hal mengambil manfaat dari barang gadaian oleh pemegang gadai.
PERADABAN MASYARAKAT BERBER DI AFRIKA UTARA DAN SPANYOL ABAD 11 M DAN 13 M (STUDI DINASTI MUWAHHIDDUN 524 -667 H/ 1130 –1269 M) Norman Ohira
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v13i1.21

Abstract

This paper examines the Berber civilization / Bedouin in the region of North Africa and Spain (Andalusia) in the 11th and 12th centuries. The study of this quite interesting and unique, especially pay attention to the social conditions of the people who had previously been in the desert region and then move into settled communities / cities (from desert people to sedentary people). Unlike other Islamic regions, the Berber tribes that originally scattered united in a religious movement that subsequently form an Islamic government, one is the Almohads Dynasty (West, al-Mohad). In the beginning Almohads missionary movement led by Ibn Tumart, but later turned into a political movement until the founding of the dynasty by Abdul Mukmin Almohads. Important progress lies in the distinctive architectural style. This Dynasty finally surrender into the hands of the dynasty that won Marriniyyah Marrakech year 1269 AD. Tulisan ini mengkaji tentang peradaban masyarakat Berber/ Badui di wilayah Afrika Utara dan Spanyol (Andalusia) pada abad 11 dan 12. Kajian tentang hal ini cukup menarik dan unik terutama ketika memperhatikan kondisi sosial masyarakatnya yang sebelumnya berada pada wilayah padang pasir kemudian berpindah menjadi masyarakat menetap/kota (from desert people to sedentary people ). Berbeda dengan wilayah Islam lainnya, kelompok suku berber yang semula terpencar disatukan dalam sebuah gerakan keagamaan yang selanjutnya membentuk sebuah pemerintahan Islam, salah satunya adalah Dinasti Muwahhidun (Barat, al-Mohad). Pada mulanya Muwahhidun adalah gerakan dakwah yang dipimpin oleh Ibnu Tumart, namun kemudian berubah menjadi gerakan politik sampai berdirinya dinasti Muwahhidun oleh Abdul Mukmin. Kemajuan penting terletak pada gaya arsitektur yang khas. Dinasti ini akhirnya takluk ke tangan dinasti Marriniyyah yang merebut Marakesh tahun 1269 M
KEBEBASAN BERAGAMA (Sebuah Analisis Perundang-Undangan Indonesia, HAM, dan Hukum Islam) Yudesman Yudesman
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v13i1.22

Abstract

Belief can not be enforced. That phrase is often used as a philosophical argument why religious freedom should be upheld. Associated with the issue of human rights, religious freedom became one of the individual rights that can not be dihegemoni by any authority. In fact, included in this latter region, the freedom is no religion at all. If this issue is positioned with Islamic law on the one hand and with the laws of Indonesia on the other hand, practically will invite conversation is not simple. Whereas in Islam, acts out of Islam which is known as riddah is viewed as a crime. Then, how is it possible not to religious freedom can be juxtaposed with the belief in one God who became the first principle of Pancasila state ideology. Thus, the claim that religious freedom is a basic philosophical getting strong argument, not necessarily can be a reality. Keyakinan itu tidak dapat dipaksakan. Inilah kalimat yang sering dijadikan argumen filosofis kenapa kebebasan beragama harus dijunjung tinggi. Dikaitkan dengan isu hak asasi manusia, kebebasan beragama menjadi salah satu hak individu yang tidak dapat dihegemoni oleh otoritas apapun. Bahkan, termasuk dalam wilayah yang terakhir ini, kebebasan untuk tidak beragama sama sekali. Apabila isu ini diposisikan dengan hukum Islam di satu sisi dan dengan perundang-undangan Indonesia di sisi lain, praktis akan mengundang perbincangan yang tidak sederhana. Padahal dalam Islam, perbuatan keluar dari Islam yang dikenal dengan riddah dipandang sebagai sebuah kejahatan. Kemudian, bagaimana mungkin kebebasan untuk tidak beragama dapat disandingkan dengan Ketuhanan yang Maha Esa yang menjadi sila pertama dasar negara Pancasila. Dengan demikian, klaim kebebasan beragama yang secara filosofis mendapatkan dasar argumentasi yang kuat, tidak serta merta dapat menjadi realitas kehidupan.

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2013 2013


Filter By Issues
All Issue Vol. 25 No. 1 (2025): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 24 No. 2 (2024): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 24 No. 1 (2024): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 23 No. 2 (2023): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 23 No. 1 (2023): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 22 No. 01 (2022): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 22 No. 2 (2022): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 21 No. 02 (2021): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 21 No. 01 (2021): Islamika: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 20 No. 02 (2020): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 20 No. 01 (2020): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 19 No 02 (2019): Jurnal Islamika Volume 19 No 02 Vol 19 No 01 (2019): Jurnal Islamika Volume 19 No 01 Vol. 19 No. 02 (2019): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 19 No. 01 (2019): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 18 No 1 (2018): Volume 18 Nomor 1 Tahun 2018 Vol 18 No 02 (2018): Jurnal Islamika Volume 18 No 02 Vol. 18 No. 02 (2018): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 18 No. 01 (2018): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 17 No 2 (2017): Volume 17 Nomor 2 Vol 17 No 1 (2017): Volume 17 Nomor 1 Vol. 17 No. 2 (2017): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 17 No. 1 (2017): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 16 No. 2 (2016): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 16 No 2 (2016) Vol 16 No 1 (2016) Vol. 16 No. 1 (2016): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 15 No. 2 (2015): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 15 No 2 (2015) Vol 15 No 1 (2015) Vol. 15 No. 1 (2015): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 14 No 2 (2014) Vol. 14 No. 2 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 14 No 1 (2014) Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 13 No 2 (2013) Vol. 13 No. 2 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 13 No 1 (2013) More Issue