cover
Contact Name
Muhammad Najib Habibie
Contact Email
najib.habibie@gmail.com
Phone
+6285693191211
Journal Mail Official
jurnal.mg@gmail.com
Editorial Address
Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat 10720
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
ISSN : 14113082     EISSN : 25275372     DOI : https://www.doi.org/10.31172/jmg
Core Subject : Science,
Jurnal Meteorologi dan Geofisika (JMG) is a scientific research journal published by the Research and Development Center of the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG) as a means to publish research and development achievements in Meteorology, Climatology, Air Quality and Geophysics.
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 20, No 2 (2019)" : 6 Documents clear
IDENTIFIKASI MESOSCALE CONVECTIVE COMPLEX (MCC) DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI BENUA MARITIM INDONESIA (BMI) SEPANJANG TAHUN 2018 Deni Septiadi; Yudhi Nugraha Septiadi
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 20, No 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2392.873 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v20i2.645

Abstract

One year observation of Mesoscale Convective Complexes (MCCs) over the Indonesian Maritime Continent (BMI) and its impact to the rainfall are analyzed. This study is focused on the area of BMI where the MCCs formed and then the criteria are identified based on the size, initiate, duration, shape, and the eccentricity.  In term of rainfall, this research also confirm that MCCs  will have an impact to the rainfall distribution around the MCCs area.  The first MCCs was developed on March, 15 and covered 348,410 km2 of the area. The most significant of MCCs was contributed to a 108 mm of rainfall occurs on December, 28 with 11 hours of duration and covered 771,448 km2 of area. The lag-time between rainfall and the mature stage of MCCs could be 1-3 hours.  Furthermore, all initiations of the MCC occurred at night with a duration of between 8-15 hours. Throughout the MCCs event,  top cloud of temperature derived by the Multi-functional Transport Satellite (MTSAT)-IR imagery could reached the temperature < -85 °C. Keywords : MCCs, BMI, rainfall, cloud
PENELUSURAN TRAJEKTORI AEROSOL DI KOTA BANDUNG MENGGUNAKAN HYSPLIT-4 BACK TRAJECTORY MODEL STUDI KASUS : KEJADIAN KABUT ASAP TANGGAL 23-28 OKTOBER 2015 Amalia Nurlatifah; R. Driejana
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 20, No 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (716.6 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v20i2.630

Abstract

Kebakaran hutan pernah terjadi beberapa kali di Indonesia dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, salah satu yang terparah adalah kebakaran hutan pada Bulan Oktober 2015. Aerosol adalah polutan hasil emisi kebakaran hutan yang dapat bertransportasi secara long-range dan dapat menimbulkan masalah pernafasan. Dalam penelitian ini dilakukan penelusuran trajektori aerosol di Kota Bandung pada masa terjadinya kebakaran hutan pada Oktober 2015 menggunakan HYSPLIT-4 Back Trajectory Model dengan data masukan GDAS 0,5ox0,5o. Analisis pengaruh kebakaran hutan terhadap peningkatan konsentrasi aerosol direpresentasikan dengan kenaikan nilai AOD. Nilai AOD yang digunakan adalah data AOD dari MODIS. Hasil keluaran model dianalisis bersama data curah hujan dari GSMaP, data meteorologi NCEP/NCAR, dan data topografi SRTM CGIAR-CSI untuk mendapatkan analisis yang lebih akurat dalam penelusuran trajektori aerosol di Kota Bandung menggunakan HYSPLIT-4 Back Trajectory Model. Pada periode Oktober 2015 terlihat bahwa nilai AOD di Kota Bandung cenderung tinggi bahkan mencapai nilai maksimum 1,406. Hal ini mengindikasikan adanya kenaikan konsentrasi aerosol pada Bulan Oktober 2015. Plot trajektori menyatakan aerosol di Kota Bandung cenderung berasal dari tenggara dan timur Kota Bandung diantaranya diduga berasal dari Samudera Hindia, Cilacap, Ciamis, Garut, Sumedang, Padalarang, ataupun Cimahi. Tingginya nilai AOD mengindikasikan adanya sumber aerosol yang mengemisikan aerosol secara masif sebelum trajektorinya sampai di Kota Bandung. Kebakaran Hutan Kareumbi di Sumedang, kebakaran Hutan Papandayan di Garut, dan kebakaran hutan di kawasan Gunung Masigit di Padalarang pada Bulan Oktober 2015 dipercaya sebagai pemicu utama tingginya nilai konsentrasi aerosol di Kota Bandung.
PENGEMBANGAN MODEL HyBMG 2.07 UNTUK PREDIKSI IKLIM DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSION (TRMM) Tri Astuti Nuraini; Danang Eko Nuryanto; Kurnia Endah Komalasari; Ratna Satyaningsih; Yuaning Fajariana; Rian Anggraeni; Ardhasena Sopaheluwakan
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 20, No 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3672.614 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v20i2.610

Abstract

Informasi iklim mempunyai nilai strategis dan penting dalam banyak aspek pembangunan berkelanjutan dan mendukung ketahanan pangan nasional. Layanan informasi iklim yang sudah ada diantaranya adalah analisa dan prediksi iklim bulanan. Saat ini telah banyak metode prediksi berbasis statistika yang dikembangkan untuk mendapatkan prakiraan iklim khususnya curah hujan. Salah satu model prediksi iklim dengan berbasis statistik baik statistik univariat maupun statistik multivariat yang dikembangkan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah HyBMG. Ada 3 metode prediksi univariat yang diujikan dalam aplikasi HyBMG yaitu Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS), Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), dan Transformasi Wavelet. Namun demikian masih ada beberapa kendala diantaranya running model masih dilakukan satu persatu untuk tiap lokasi dan metode, sehingga apabila akan melakukan running untuk beberapa titik (lokasi) membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu untuk menghasilkan informasi dan prediksi iklim yang berkualitas diperlukan model prediksi iklim yang memiliki performa tinggi. Untuk keperluan pengujian model prediksi iklim ini dilakukan validasi metode dengan menggunakan data penginderaan jauh (TRMM/GPM). Data yang digunakan adalah data curah hujan bulanan seluruh wilayah Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa prediksi curah hujan bulanan dari ketiga metode yang digunakan masih underestimate dibandingkan dengan data observasinya. Berdasarkan metode yang digunakan yang mempunyai korelasi tinggi di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
INDEKS PENULIS DAN INDEKS SUBYEK VOL. 20 INDEKS PENULIS INDEKS SUBYEK
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 20, No 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (30.993 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v20i2.684

Abstract

INDEKS PENULIS DAN INDEKS SUBYEK VOL. 20
PEMISAHAN AWAN KONVEKTIF DAN STRATIFORM DALAM MENGKAJI SIKLUS DIURNAL DAN MIGRASINYA DI PEGUNUNGAN BAWAKARAENG SULAWESI SELATAN BERDASARKAN DATA RADAR CUACA Syamsul Bahri; Nurjanna Joko Trilaksono
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 20, No 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v20i2.424

Abstract

Aktivitas konvektif diurnal merupakan mode paling dominan di Benua Maritim Indonesia (BMI). Namun kajian yang telah dilakukan sebelumnya tidak memisahkan periode analisis berdasarkan musim sekaligus pemisahan awan konvektif dan stratiform. Selain itu, data yang digunakan terbatas baik resolusi temporal maupun horizontalnya. Adapun tujuan dari kajian ini untuk mengetahui siklus dan migrasi diurnal awan konvektif dan stratiform pada musim berbeda. Kajian migrasi sistem awan hujan dilakukan dengan menggunakan radar cuaca C-Band polarisasi tunggal yang berlokasi di Maros (4.997733o LS, 119.572014o BT) dan terletak pada bagian barat Pegunungan Bawakaraeng (PB) Sulawesi Selatan. Metode Steiner dkk., digunakan untuk mengklasifikasikan awan hujan menjadi dua yaitu awan konvektif dan stratiform. Pada bulan Desember-Januri-Februari (DJF) terdapat aktifitas awan hujan yang bermigrasi secara zonal (timur-barat) yaitu awan konvektif di laut yang bergerak ke darat mulai pagi hari hingga siang dan awan stratiform di darat (gunung) bergerak menuju laut. Selain itu awan hujan juga tampak bermigrasi secara meridional (utara-selatan) yang didominasi oleh awan konvektif. Hasil analisis temporal siklus diurnal menunjukkan bahwa awan stratiform terjadi setelah satu jam puncak awan konvektif. Pada bulan Maret-April-Mei (MAM) aktifitas awan konvektif hanya terdapat di darat (gunung) dan tidak tampak adanya migrasi, berbeda halnya dengan awan stratiform yang tampak bermigrasi ke laut yang sangat jelas terlihat pada wilayah PB bagian utara. Adapun siklus diurnal awan konvektif di pesisir dan gunung maksimum terjadi pada sore hari berbeda dengan awan stratiform yang terjadi dua kali yaitu pada sore hari dan awal pagi. Puncak siklus awan stratiform terjadi setelah dua jam puncak awan konvektif
IDENTIFIKASI SUDUT PERGERAKAN SESAR SUMATRA DI SEGMEN MUSI KEPAHIANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK Ashar Muda Lubis; Devika Christina Butarbutar; Suhendra Suhendra
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 20, No 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v20i2.543

Abstract

Salah satu segmen yang aktif di sesar Sumatra adalah segmen Musi yang berada di Kabupaten Kepahiang. Pada segmen ini telah terjadi gempa bumi yang besar pada tahun 1979 dengan kekuatan Mw = 6,0 dan tahun 1997 dengan kekuatan Mw = 5,0. Hal ini mungkin dapat terjadi dimasa yang akan datang, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk meneliti tingkat akumulasi energi di segmen ini. Tingkat akumulasi energi berhubungan dengan  geometri sesar, yang salah satu geometri sesar adalah sudut (dip) pergerakan sesar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sudut (dip) pergerakan sesar di segmen Musi menggunakan metode geolistrik tahanan jenis. Penelitian  dilakukan pada 4 lintasan, untuk setiap lintasan mempunyai panjang lintasan 480 m dengan jarak spasi antara  elektroda sepanjang 10 m dan menggunakan 48 buah elektroda. Setiap lintasan pada penampang dapat dilihat nilai kontras resistivity yang menunjukkan keberadaan sesar. Setiap lintasan diperoleh sudut (dip) yang terbentuk akibat pergerakan sesar sebesar  Tetapi, pada lintasan keempat diperoleh sudut  yang tidak signifikan, karena memperoleh kontras resistivity yang kurang jelas, sehingga sulit untuk menentukan sudut (dip) pergerakan sesar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menentukan sudut (dip) pergerakan sesar pada segmen Musi menggunakan seismik Refleksi. 

Page 1 of 1 | Total Record : 6