cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pekalongan,
Jawa tengah
INDONESIA
MUWAZAH: Jurnal Kajian Gender
ISSN : 20858353     EISSN : 25025368     DOI : -
Core Subject :
Muwazah adalah jurnal kajian gender dengan ISSN Print: 2085-8353; Online: 2502-5368 yang diterbitkan oleh Pusat Studi Gender (PSG) IAIN Pekalongan. Kata Muwazah berasal dari bahasa Arab yaitu (??????) yang memiliki arti kesetaraan. Jurnal ini fokus pada isu-isu aktual dan kontemporer yang berkaitan dengan kajian gender lokalitas dalam berbagai perspektif. Redaksi mengundang para ilmuwan, sarjana, professional, praktisi dan peneliti dalam berbagai disiplin ilmu yang konsern terhadap kajian gender berupa analisis, aplikasi teori, hasil penelitian, terjemahan, resensi buku, literature review untuk mempublikasikan hasil karya ilmiahnya setelah melalui mekanisme seleksi naskah, telaah mitra bebestari, dan proses penyuntingan. Jurnal ini terbit setahun dua kali setiap bulan Juni dan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue " Vol 7 No 2: Desember 2015" : 8 Documents clear
REINTERPRETASI HADIS NABI TENTANG STEREOTIPE TERHADAP PEREMPUAN (Perspektif Muhammad Al-Ghazali) Asih, Erni
MUWAZAH Vol 7 No 2: Desember 2015
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (549.73 KB)

Abstract

Gender issues is the discourse and movement to achieve equality role, This gender movement rovelves around problems that occur against women, are like stereotyping, marginalization, subordination and the double burden of violence. This article discusses how reinterpretation hadith about female stereotypes according to Muhammad Al-Ghazali that will be discussed more detail the text of hadith impressed bias gender to be understood comprehensively by the readers and eliminate the negative lebel against women.Isu gender merupakan wacana dan pergerakan untuk mencapai kesetaraan peran, pergerakan gender ini berputar sekitar permasalahan yang terjadi terhadap perempuan, yaitu stereotip, marginalisasi, subordinasi, beban ganda dan kekerasan. Artikel ini membahas tentang bagaimana reinterpretasi hadis Nabi tentang stereotip perempuan menurut pemikiran Muhammad Al-Ghazali yang akan dibahas secara mendalam mengenai teks hadis yang terkesan bias gender agar dapat dipahami secara komprehensif oleh pembaca dan menghilangkan label negatif terhadap perempuan.
MEMBANGUN POLA RELASI KELUARGA BERBASIS KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER Rofi'ah, Siti
MUWAZAH Vol 7 No 2: Desember 2015
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (518.113 KB)

Abstract

This study departs from the reality of patriarchal family relationship patterns that distinguish between the role of men (husbands) and women (wives) in the household, where the husband is the head of the family (public) and the wife is a housewife (domestic). Different patterns of family relationships, resulting in injustice and gender in equality. That condition would require the construction pattern of relationships base dongenderequality, to realize a gender partnership to wards a harmonious family. Construction pattern of gender relations gender equality, realized if there is cooperation and division of roles equal and fair between husband and wife, which refers to the planning and implementation of resource management family, so family members have roles in various activities (domestic, public, and social).Kajian ini berangkat dari realitas pola relasi keluarga patriarkhis yang mendikhotomikan peran antara laki-laki (suami) dan perempuan (isteri) dalam rumah tangga, dimana suami adalah kepala keluarga (public) dan isteri adalah ibu rumah tangga (domestik). Pola relasi keluarga yang dikhotomis, mengakibatkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Kondisi tersebut tentunya memerlukan konstruksi pola relasi yang berbasis pada keadilan dan kesetaraan gender, sehingga terwujud kemitraan gender menuju keluarga yang harmonis. Konstruksi pola relasi gender yang berkeadilan dan berkesetaraan gender, terwujud jika ada kerjasama dan pembagian peran yang setara dan adil antara suami dan isteri, yang merujuk pada perencanaan dan pelaksanaan manajemen sumberdaya keluarga, sehingga anggota keluarga mempunyai pembagian peran dalam berbagai aktivitas (domestik, publik, dan kemasyarakatan).
HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA (Kajian Hukum Berkeadilan Gender dalam Kerangka Feminis Legal Theory) Fakhri, Moch.
MUWAZAH Vol 7 No 2: Desember 2015
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.907 KB)

Abstract

This study set out from the issue of marriage law in Indonesia were inactiveness of women. This happens because the legal culture of the legislators was built with a base value of  patriarchy. The consequence is the demand for gender equality and equity. Gender equality can not be achieved within the institutional structures that currently applies ideological, because the condition of women are still regarded as inferior then the need for a democratic legal system that allows women to be able to define themselves. Thus the legal system can not be implemented in authoritarian (centralized) by a certain group or nation.Kajian ini beranjak dari isu hukum Perkawinan di Indonesia yang tidak berpihak pada kaum perempuan ( bias gender). Hal tersebut terjadi karena budaya hukum pembentuk undang-undang dibangun dengan basis nilai patriarkhi. Sifat patriakhal dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap perempuan, sehingga sebagai konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan dan keadilan gender tidak akan dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku, karena dalam kondisi perempuan masih dianggap sebagai inferior maka perlu adanya sistem hukum demokratis yang memungkinkan kaum perempuan dapat mendefinisikan diri mereka sendiri. Sistem hukum demikian tidak dapat dilaksanakan secara otoriter (sentralistik) oleh kelompok tertentu ataupun negara.
BEBAN GANDA PEREMPUAN BEKERJA (Antara Domestik dan Publik) Hidayati, Nurul
MUWAZAH Vol 7 No 2: Desember 2015
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.095 KB)

Abstract

Women's worked has become at usual things in this modern era. They are very diverse reasons, among others: economic conditions, the demands of time and self existence as human beings who have the same ability as men. However, culture is still not in favor of working women encounter resulted in a double burden, which play a role in public and domestic spaces. This double burden became socio-cultural problem and a form of gender in equity with the victims are women.Perempuan bekerja merupakan hal yang sudah biasa di era sekarang ini. Alasan mereka sangat beragam, antara lain: kondisi ekonomi, tuntutan jaman dan eksistensi diri sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki. Namun, kultur yang masih belum berpihak mengakibatkan perempuan bekerja mengalami beban ganda, yaitu berperan di wilayah publik sekaligus domestik. Beban ganda yang harus ditanggung oleh perempuan bekerja ini menjadi masalah sosiokultural dan merupakan bentuk ketidakadilan gender dengan korbannya adalah perempuan.
PATTERNS OF GENDER RELATIONS ON WOMEN MIGRANT WORKERS FAMILY IN THE PEKALONGAN REGENCY Aminullah, Fikri
MUWAZAH Vol 7 No 2: Desember 2015
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (673.586 KB)

Abstract

This Qualitative research of gender perspective, departing from the issue of the high divorce family female migrant workers, which is indicated by a shift in the pattern of gender relations in their family. The research location in Pekalongan. Determination of informants using purposive, developed with snowball. The collection of data through observation, interviews and document study. Analysis techniques using Interaktive Model. Checking the validity of the data using triangulation. The results showed that, shifting patterns of gender relations within the family women migrant workers occur because of, the economic base into the hands of his wife and cultural influences from abroad where women migrant workers work. The structure of the shift pattern of gender relations within the family women migrant workers are categorized in several models, namely: structural shift from vertical patriarchis to horizontal relationship; from the vertical patriarchis to vertical matriarkhis and; from horizontal relationship to vertical matriarkhis. The nature of the shift there are revolutionarily and evolutionary or dynamic equilibrium.Penelitian kualitatif berperspektif gender ini, berangkat dari isu tentang tingginya perceraian keluarga perempuan pekerja migran, yang terindikasi oleh suatu sebab, yaitu pergeseran pola relasi gender dalam keluarga mereka. Teori yang digunakan adalah, teori strukrural- fungsional dan transmisi budaya. Lokasi penelitian di Kabupaten Pekalongan. Penentuan informan menggunakan purposive, dikembangkan dengan snowball. Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi Dokumen. Teknik analisis menggunakan model Harvard, dengan proses Interaktive Model. Pengecekan validitas data menggunakan triangulasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pergeseran pola relasi gender dalam keluarga perempuan pekerja migran terjadi karena, adanya basis ekonomi yang beralih ke tangan isteri dan pengaruh budaya dari luar negeri dimana perempuan pekerja migran bekerja. Struktur pergeseran pola relasi gender dalam keluarga perempuan pekerja migran dikategorikan dalam beberapa model, yaitu: struktur pergeseran dari vertikal patriarkhis ke horisontal relationship; dari vertikal patriarkhis ke verikal matriarkhis dan; dari horisontal relationship ke vertikal matriarkhis. Sifat pergeserannya ada yang revolutif dan evolutif atau dynamic equilibrium.
TANTANGAN MEWUJUDKAN KESETARAAN GENDER DALAM BUDAYA PATRIARKI Susanto, Nanang Hasan
MUWAZAH Vol 7 No 2: Desember 2015
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (412.527 KB)

Abstract

Although the issue of gender equality tobe a demand in almost all countries, but the fact is not easy to achieve gender equality. This appearance infected the construc of cultural patriarchy since long time ago for discriminating roles of men and women. This Social Construct go on from generation to generation. Actually, there is still hope for realize the gender equality, although it requires a process. Among them is through education by providing adequate access to women, to exercise control over every policy of gender bias, involving women to provide participation, and provide equitable benefits between men andwomen.Meskipun isu kesetaraan Gender (genderequality) menjadi tuntutan hampir di semua Negara, namun faktanya tidak mudah untuk mewujudkan kesetaraan gender. Hal ini dikarenakan konstruk budaya masyarakat melalui budaya Patriarki yang membeda-bedakan peran laki-laki dan perempuan. Konstruk budaya ini sudah berlangsung lama dari generasi ke generasi. Sebenarnya masih ada harapan untuk mewujudkan kesetaraan gender, meskipun membutuhkan proses, karena merubah budaya membutuhkan waktu yang cukup lama. Diantaranya adalah melalui pendidikan dengan pemberian akses yang cukup kepadaperempuan, melakukan kontrol terhadap setiap kebijakan yang bias gender, melibatkan perempuan untuk memberikan partisipasinya, dan memberikan benefit yang adil antara lakilaki dan perempuan.
BUDAYA HUKUM BIAS GENDER HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PERKARA CERAI TALAK Jalaludin, Akhmad
MUWAZAH Vol 7 No 2: Desember 2015
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (519.35 KB)

Abstract

This study depart from the reality of the attitude religious court judges in handling divorce cases. The judges attitude of gender biased is represented in the language used in court, mediation, proving even the divorce judgment of divorce cases. Factors affecting the attitude among others: educational background, culture of patriarchy, the social and family environment and gender biased laws. The gender-biased of behavior, rather than a culture of law in the Religious Court Judge, that perpetuate gender inequality in the lawless, especially in the case of divorce divorce. Kajian ini beranjak dari realitas sikap gender hakim Pengadilan Agama dalam menangani perkara cerai talak. Sikap bias gender tersebut terepresentasi dalam bahasa yang digunakan dalam persidangan, dalam mediasi, pembuktian bahkan dalam putusan perkara cerai talak. Faktor yang mempengaruhi sikap tersebut antara lain: latar belakang pendidikan, kultur patriarkhi, lingkungan sosial dan keluarga dan aturan hukum yang bias gender. Sikap bias gender hakim Pengadilan Agama tersebut, alih-alih menjadi budaya hukum di lingkungan Hakim Pengadilan Agama, sehingga melanggengkan ketidakadilan gender dalam berhukum, khususnya dalam perkara cerai talak.  
IMPLIKASI TAFSIR KLASIK TERHADAP SUBORDINASI GENDER: PEREMPUAN SEBAGAI MAKHLUK KEDUA Nurani, Shinta
MUWAZAH Vol 7 No 2: Desember 2015
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (520.646 KB)

Abstract

Discriminatory views about women in the classical interpretation of the Qur’an such as the Qur’anic interpretation ofal-Suyuti, al-Baidhawi, Ibn Kathir, al-Qurtubi, and each other, places womenas being the second creation and the second sex. The logical consequence of this Qur’anic interpretations which is produce a stigma that women do not deserve to be a certain tasks because women are weak creatures who often relies on men and the second sex after male. The effect of this viewsettlesin the subconscious so that it becomespublic knowledge that the women is subordination ofmen. Therefore we need are contextualization visionary interpretation of gender to realize the mission of the Qur’an as anideal guidance in life, perfect religious, and rahmatan lil Alamin.Pandangan diskriminatif terhadap perempuan dalam penafsiran tafsir klasik seperti penafsiran al-Suyuthi, al-Baidhawi, Ibn Kathir, al-Qurtubi, dan lainnya menempatkan perempuan sebagai makhluk kedua dan jenis kelamin kedua. Konsekuensi logis dari interpretasi yang bias gender ini menghasilkan satu stigma bahwa perempuan tidak pantas memikul tugas-tugas tertentu karena perempuan merupakan makhluk lemah yang selalu bergantung kepada laki-laki dan menjadi makhluk kedua setelah laki-laki. Pengaruh dari pandangan ini mengendap di alam bawah sadar perempuan sehingga menjadi pemahaman umum bahwa perempuan adalah subordinasi laki-laki. Oleh karena itu, kita membutuhkan sebuah rekontekstualisasi penafsiran gender untuk mewujudkan misi dari al-Quran sebagai petunjuk ideal dalam hidup, agama yang sempurna, dan rahmatan lil Alamin.

Page 1 of 1 | Total Record : 8