cover
Contact Name
David Alinurdin
Contact Email
veritas@seabs.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
veritas@seabs.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan
ISSN : 14117649     EISSN : 26849194     DOI : -
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan is a peer-reviewed and open-access journal published semiannually (June and December) by Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary), Malang City, East Java, Indonesia. The journal specializes in evangelical theology that focuses on the novelty in biblical studies, systematic theology, and practical theology, contributing to theological studies and ecclesial ministry. Manuscripts submitted for publication in this journal include quantitative or qualitative field research findings, conceptual and critical studies, exegesis or exposition material, case studies, and other forms of original thought in the broad scope of theological research, supported with academic references that are adequate, robust, and accurate.
Articles 413 Documents
Daging yang Dipersembahkan kepada Berhala-Berhala : Suatu Eksegese terhadap 1 Korintus 8:1-13 Martus Adinugraha Maleachi
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 1 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.909 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i1.47

Abstract

Tulisan ini merupakan suatu eksegese terhadap 1 Korintus 8:1-13 yang bertujuan untuk melihat bagaimana Paulus secara persuasif mendorong orang-orang percaya di Korintus untuk tidak makan “daging yang dipersembahkan kepada berhala-berhala.” Paulus menggunakan argumentasi yang berdasarkan pada pertimbanganpertimbangan motivasi, teologis dan praktis untuk mendukung pendapatnya. Kebenaran perikop ini tidak hanya dapat diterapkan pada orang-orang Korintus saat itu, tetapi juga bagi orang-orang Kristen di Indonesia pada saat ini yang hidup dalam dunia yang multikultural.
Rahasia Jati Diri Yesus dalam Injil Markus : Suatu Tinjauan terhadap Tesis William Wrede Suliana Gunawan
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 1 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.29 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i1.48

Abstract

Kristologi dimulai ketika manusia mulai mengungkapkan kesaksian imannya di dalam nama Yesus. Momentum paling krusial yang tercatat di dalam Kitab Injil adalah ketika Petrus memberikan pengakuan kepada Yesus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat. 16:16; Mrk. 8:29; Luk. 9:20). Suatu pengakuan yang dibenarkan oleh Yesus sendiri, sesuai dengan kesadaran diri-Nya sebagai Mesias yang telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Dalam sejarah kekristenan studi kristologi yang signifikan telah banyak dilakukan dan telah memunculkan tantangan terhadap pemahaman kristologi tradisional gereja-gereja Kristen yang sudah berlangsung selama berabad-abad. Pemahaman-pemahaman yang baru selalu berupaya untuk mencapai suatu konklusi yang berbeda dengan pemahaman sebelumnya dengan cara mempertanyakan kembali kesadaran Mesianik dari Yesus. Akibatnya pertanyaan ini telah menimbulkan banyak perdebatan di kalangan para teolog karena setiap mereka berusaha untuk memberikan jawaban menurut sudut pandangnya masing-masing. Salah seorang dari antara jajaran teolog yang terlibat dalam perdebatan yang sengit ini adalah William Wrede. Ia adalah pelopor yang berinisiatif menganalisa dan menghargai natur teologi kitab-kitab Injil Sinoptik. Ia jugalah yang pertama kali memprakarsai studi Injil Markus dengan teorinya yang disebut Messianic Secret. Karena upaya inilah Injil Markus dapat dikenal sebagai Injil yang mengandung berita teologis yang berbeda, bukan hanya sekadar mengisahkan kembali sejarah pelayanan Yesus. Sebelum Wrede Injil Markus secara tradisional diperlakukan sebagai kitab yang paling sedikit bernilai teologis meskipun kitab ini diterima sebagai kitab yang paling dapat dipercaya dan sebagai dokumen historis dari antara keempat Injil.
Gereja Sebagai Umat Pilihan Allah dalam Pandangan Clemens Romanus Yudha Thianto
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 1 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.424 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i1.49

Abstract

Surat 1 Clement yang ditulis oleh Clemens Romanus (Clement of Rome) adalah salah satu naskah gereja abad permulaan yang dianggap memegang peranan penting dalam sejarah gereja mula-mula. Surat ini ditulis pada akhir abad pertama Masehi, sekitar tahun 95-96, dan merupakan tulisan Kristen paling awal sesudah penutupan kanon Perjanjian Baru yang kita miliki. Naskah ini berbentuk surat kiriman dan dicantumkan bersama-sama dengan salinan naskah Perjanjian Baru yang dimuat dalam Codex Alexandrianus, yang selalu dinilai memiliki bobot yang tinggi dalam analisa tekstual untuk salinan kitab-kitab Perjanjian Baru. Kenyataan bahwa surat ini dicantumkan bersama-sama dengan salinan Perjanjian Baru membuktikan bahwa gereja abad mula-mula sangat menghargai surat ini. Selain itu, surat ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Syriac, dan Coptic, sehingga isinya dapat dibaca oleh lebih banyak umat Kristen di wilayah yang lebih luas lagi, yakni di sekitar Yunani, Siria, Palestina dan Mesir pada akhir abad pertama dan awal abad kedua Masehi. …Tujuan penulisan artikel ini ialah untuk menunjukkan bahwa bagi Clement, pemahaman mengenai gereja sebagai umat pilihan Allah yang diikat erat dengan tali kasih satu dengan yang lain, adalah cara terpenting untuk mengatasi dan mencegah perpecahan di antara orang percaya. Menurut Clement gereja sebagai umat pilihan Allah memiliki tanggung jawab yang besar untuk menunjukkan kasih satu kepada yang lain.
Teologi Pluralisme Agama John Hick : Sebuah Dialog Kritis dari Perspektif Partikularis Thio Christian Sulistio
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 1 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.92 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i1.51

Abstract

Salah satu lagu George Harrison, anggota kelompok The Beatles yang terkenal, berjudul “My Sweet Lord.” Salah satu kalimat pada bagian refrainnya berbunyi: “I really want to know you, Lord, but it takes so long.” Kalau kita simak, pada latar belakang lagu ini terdengar paduan suara menyanyikan “Halleluyah.” Jika didengar sepintas lalu, lagu ini memberikan kesan seolah-olah lagu Kristen. Tetapi jangan keliru, karena Halleluyah ini kemudian berubah menjadi “Hare Krishna, Krishna, Krishna,” lalu nama dewa-dewa orang India muncul. Lagu ini menunjukkan ciri khas pemikiran kebanyakan orang pada masa kini. Mereka percaya bahwa agama-agama adalah jalan menuju Allah. Kemajemukan agama adalah fakta yang telah lama kita jumpai. Namun pada masa kini fakta kemajemukan agama bukan hanya sesuatu yang diterima tetapi juga dianggap baik, bahkan perlu dijaga, sebagaimana dikemukakan oleh Lesslie Newbigin: Kita sudah terbiasa mengatakan bahwa kita hidup di dalam masyarakat yang majemuk—bukan hanya masyarakat yang pada kenyataannya majemuk dalam bermacam-macam kebudayaan, agama, dan gaya hidup, tetapi juga majemuk dalam arti bahwa kemajemukan ini dirayakan sebagai perkara yang disepakati dan dihargai. Di sini kita perlu membuat perbedaan antara pluralisme agama sebagai sebuah fakta dan pluralisme agama sebagai suatu ideologi. Pluralisme sebagai suatu ideologi adalah suatu kepercayaan bahwa pluralisme ini didukung serta diinginkan, dan bahwa klaim-klaim normatif yang berbau imperialistik serta bersifat memecah belah perlu dibuang. Salah seorang tokoh pluralisme agama yang cukup terkenal adalah John Hick, yang membangun suatu pluralisme hipotetis yang cukup solid dan komprehensif. Artikel ini adalah sebuah dialog kritis terhadap pandangan Hick, khususnya mengenai metodologi, epistemologi, pandangannya tentang Yang Real (The Real), dan konsep keselamatannya. Sistematika penulisan artikel ini adalah sebagai berikut: Pertama, akan dibahas perjalanan spiritual Hick hingga ia sampai pada teologi pluralisme agamanya, dilanjutkan dengan pemaparan Hick mengenai masalah hubungan antara kekristenan dan agama lain di dalam sejarah agama Kristen. Bagian berikutnya akan mengulas metodologi, epistemologi, Yang Real serta konsep keselamatan menurut Hick. Selanjutnya adalah dialog kritis terhadap metodologi, epistemologi, konsep tentang Yang Real dan konsep keselamatan Hick. Bagian terakhir merupakan pembelaan atas keberatan Hick terhadap pandangan partikularisme.
Analisa S.W.O.T. untuk Parenting : Beberapa Parameter Kurikuler untuk Pelayanan Keluarga Ishak S. Wonohadidjojo
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 1 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19.233 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i1.54

Abstract

Seorang ayah mengeluh, “Kelihatannya tanggung jawab mendidik anak-anak menjadi semakin sulit. Terlalu banyak ancaman di sekitar kita yang bisa merusak dan mengganggu pertumbuhan mereka. Saya tidak mengerti apa yang harus saya perbuat!” Yang lain, seorang ibu dari tiga anak mengatakan, “Saya dibesarkan oleh orang tua yang ultraotoriter, dan hanya itulah satu-satunya cara yang saya tahu tentang membesarkan anak. Tetapi saya tidak ingin anak-anak saya kehilangan masa kecil mereka seperti saya, ibu mereka!” Kalimat-kalimat di atas adalah beberapa ekspresi kekuatiran para orang tua dalam membesarkan dan memastikan keberhasilan anak-anak mereka di masa depan. Kebingungan, keragu-raguan, dan stres adalah bumbu dari parenting. Banyak orang tua mengalaminya karena mereka berkeinginan untuk menolong anak-anak mereka bertumbuh secara totalitas, tetapi merasa tidak berdaya. Di lain pihak, sering para orang tua beranggapan bahwa parenting adalah aktivitas yang bisa dilakukan secara naluriah, otomatis, dan tanpa direncanakan. Akibatnya, mereka tidak pernah secara sengaja mempelajari parenting. Padahal, parenting merupakan tanggung jawab utama orang tua. Menurut Jack O. Balswick dan Judith K. Balswick, “Kenyataannya orang tua di sebagian besar masyarakat hanya berharap anak-anak mereka tumbuh dengan sendirinya menjadi orang dewasa yang normal dan sehat.” Namun sayangnya, hal tersebut bukanlah realitas yang kita temukan di masyarakat. Drastisnya perubahan lingkungan hidup dan tahap-tahap pertumbuhan anak menuntut penyesuaian yang berkelanjutan dalam parenting dan selalu saja ada masalah yang muncul karena kegagalan dalam proses penyesuaian tersebut. Biasanya, reaksi para orang tua adalah panik dan bingung karena mereka tidak mengantisipasi perubahan yang terjadi. Ketidakmampuan untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut menghasilkan keluarga-keluarga yang tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya (dysfunctional families), dan anak-anak yang bermasalah. Akhirnya, parenting mereka tidak hanya mempengaruhi para anggota keluarga, tetapi juga seluruh masyarakat karena masyarakat sendiri merupakan suatu sistem yang terdiri dari sejumlah keluarga. Artikel ini adalah paparan hasil sebuah studi lapangan yang dilakukan antara Maret hingga Mei 1998 di Baguio City, Filipina. Penelitian tersebut dirancang sebagai studi kasus perbandingan yang berkonsentrasi pada praktek-praktek parenting dari sejumlah keluarga Kristen Filipina dan Tionghoa. Dimulai dengan pengertian dasar tentang parenting, artikel ini menyajikan secara singkat hasil penelitian di atas dalam kerangka kerjanya dan kemudian diakhiri dengan sebuah usulan berupa parameter-parameter kurikulum untuk pelayanan keluarga di gereja.
Peranan Faktor Masa Depan dalam Pembimbingan Remaja Paul Gunadi
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 1 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.352 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i1.55

Abstract

Mengungkap permasalahan remaja memerlukan kecermatan sebab kalau tidak, kita akan terjatuh ke dalam perangkap fokus tunggal. Upaya memetakan permasalahan remaja secara “keseluruhan” lebih merupakan upaya untuk menyederhanakan daripada menjabarkannya secara tepat. Secara pribadi saya tidak yakin kita bisa merangkumkan “keseluruhan” permasalahan remaja dewasa ini. Menurut pengamatan saya, permasalahan remaja berdimensi majemuk di mana setiap dimensi bukan saja terkait dengan dimensi lainnya, tetapi ia pun berdiri sendiri sebagai masalah mandiri yang memerlukan penanganan secara khusus dan terfokus. Dengan kata lain, saya melihat permasalahan remaja sebagai permasalahan yang bersifat multidimensional sekaligus idiosinkretik—setiap dimensi memiliki karakteristiknya tersendiri. Sebagai pemerhati remaja kita tetap dapat melakukan “sesuatu” untuk salah satu dimensi permasalahannya tanpa kehilangan fokus pada keterkaitan antardimensi. Kita bisa menyoroti permasalahan remaja dari sekurang-kurangnya tujuh dimensi, yakni Dimensi Keluarga, Dimensi Sosial-Ekonomi, Dimensi Akademik, Dimensi Rohani, Dimensi Kebutuhan, Dimensi Perkembangan, dan Dimensi Gangguan atau Penyimpangan. Setiap dimensi—bak akar pohon—terkait dan tumpang tindih dengan keenam dimensi lainnya namun setiap dimensi merupakan suatu pokok kajian terpisah yang memerlukan penanganan secara khusus pula. Pada artikel ini saya akan menelaah salah satu dari ketujuh dimensi tersebut, yakni Dimensi Kebutuhan, dan sudah tentu dalam keterkaitannya dengan dimensi lainnya, yaitu Dimensi Kerohanian dan Dimensi Keluarga. Di akhir artikel ini saya akan memberi sumbang-saran untuk menggali potensi remaja.
Karakteristik Kepemimpinan Kristen yang Pas (Lukas 7:18-28) Eka Darmaputera
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 1 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.286 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i1.56

Abstract

Khotbah ini disampaikan pada Kebaktian Pembukaan Semester tanggal 19 Januari 2001 di Seminari Alkitab Asia Tenggara, dimuat dengan izin lisan dari Pdt. Dr. Eka Darmaputera.
Kembali kepada Khotbah Ekspositori Andri Kosasih
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 2 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.795 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i2.58

Abstract

Disadari atau tidak disadari, abad 21 telah memberikan tantangan tersendiri bagi dunia kekristenan. Tantangan-tantangan ini telah coba ditanggapi dan diantisipasi oleh berbagai pihak, salah satunya oleh Daniel Lucas Lukito lewat tulisannya di Veritas tiga edisi lalu. Dalam tulisannya, Lukito memberikan empat kecenderungan pemikiran teologi abad 21 sebagai tantangan yang harus diwaspadai oleh setiap orang Kristen, khususnya yang sangat dekat dengan disiplin teologi.1 Tulisan tersebut telah menggelitik penulis untuk mengaitkan dan menghubungkannya dengan masa depan khotbah Kristen. Penulis melihat bahwa khotbah memegang peranan penting di dalam gereja. Dalam hal ini, penulis sangat setuju dengan D. Martyn Lloyd-Jones yang menyatakan bahwa sejarah gereja mencatat bahwa khotbah selalu mendominasi kehidupan gereja.2 Bahkan bagi Earl V. Comfort, mimbar adalah suatu faktor yang menentukan dalam sejarah gereja.3 Intinya, mereka ingin mengatakan bahwa khotbah adalah faktor yang harus ada dalam kehidupan gerejawi. Ironisnya, yang terjadi ialah khotbah mendapat perhatian yang kurang serius dari beberapa golongan Kristen. Jika Lukito melihat bahwa teologi telah dianggap sebagai urusan “sepele,” penulis mengamati hal yang sama juga telah merambat dan terjadi dalam dunia khotbah. Sebagian orang Kristen lebih mempedulikan bagaimana khotbahnya bisa dimengerti dan memuaskan pendengar, tanpa memikirkan kealkitabiahannya. Yang lebih menguatirkan lagi, ada pengkhotbah yang membaca suatu bagian Alkitab sebagai “pendahuluan” khotbah, tetapi kemudian mengkhotbahkan suatu topik yang lain, misalnya isu-isu kontemporer, atau disiplin ilmu tertentu yang menjadi keahliannya. Bagian Alkitab yang sudah dibaca tidak sedikit pun disinggung. Persoalan di atas hanyalah sekelumit masalah yang dihadapi dalam khotbah Kristen, khususnya khotbah ekspositori yang menurut beberapa pakar homiletika disebut sebagai khotbah alkitabiah.4 Lewat tulisan ini penulis mencoba untuk mengajak para pembaca dan pengkhotbah Kristen untuk melihat dan menemukan kembali esensi dan keefektivitasan khotbah ekspositori guna menghadapi tantangan abad 21. Melalui artikel ini penulis mencoba untuk melihat apakah khotbah ekspositori itu dalam pengertian yang benar, kepentingan serta keuntungannya. Dalam artikel ini penulis tidak akan memberikan pelajaran homiletika, khususnya dalam hal membuat khotbah ekspositori. Pada bagian penutup, penulis akan memberikan kesimpulan dan aplikasi dari artikel ini bagi dunia khotbah di Indonesia. Diharapkan lewat tulisan ini para pembaca dan pengkhotbah Kristen tetap memiliki semangat dalam berkhotbah dan membakar kembali semangat mereka yang mulai memudar.
Rekonsiliasi Etnis : Misi Bersama Komunitas Kristen Tionghoa Markus Dominggus L. Dawa
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 2 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.207 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i2.59

Abstract

Dalam diskusi yang diadakan bersama oleh Kantor Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Arief Budiman menyampaikan bahwa ada empat konflik besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia hari ini. Salah satu dari keempat konflik itu adalah konflik antara Cina dan pribumi … Komunitas Kristen Tionghoa sebagai suatu entitas sosial hidup dan melayani di tengah konflik-konflik tadi, khususnya di tengah arus pusaran konflik etnis Tionghoa dan etnis Indonesia lainnya. … komunitas Kristen Tionghoa pertama tama hadir untuk menjadi saksi Kristus bagi bangsa ini. Untuk mencapai hal ini maka diperlukan suatu terobosan radikal dari pihak komunitas Kristen Tionghoa untuk membuka jalan bagi tersampaikannya dan diterimanya Injil Yesus Kristus, kepada dan oleh seluruh bangsa ini. … Untuk itu saya akan menempuh prosedur demikan: pertama-tama saya akan mengajak Anda membaca sejarah untuk mencari tahu di mana akar konflik Tionghoa dengan etnis Indonesia lainnya berada. Dari situ saya akan membawa Anda sejenak merenungkan apa yang dikatakan Alkitab mengenai misi rekonsiliasi, dan akhirnya saya mencoba memberikan beberapa kemungkinan yang dapat saja terjadi bila misi rekonsiliasi ini kita tuntaskan atau tidak kita tuntaskan hari ini.
Editorial Perdana Team Editor
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 1 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13.618 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i1.62

Abstract

Page 4 of 42 | Total Record : 413