cover
Contact Name
Fenny Sumardiani
Contact Email
jurnallitbang@gmail.com
Phone
+6285712816604
Journal Mail Official
jurnallitbang@gmail.com
Editorial Address
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian Jalan Salak No.22, Bogor 16151 E-mail : jurnallitbang@gmail.com Website : http://bpatp.litbang.pertanian.go.id
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ISSN : 02164418     EISSN : 25410822     DOI : http://dx.doi.org/10.21082
Core Subject : Agriculture,
Jurnal ini memuat tinjauan (review) mengenai hasil-hasil penelitian pertanian pangan hortiikultura, perkebunan, peternakan, dan veteriner yang telah diterbitkan, dikaitkan dengan teori, evaluasi hasil penelitian dan atau ketentuan kebijakan, yang ditujukan kepada pengguna meliputi pengambil kebijakan, praktisi, akademisi, penyuluh, mahasiswa dan pengguna umum lainnya. Pembahasan dilakukan secara komprehensif serta bertujuan memberi informasi tentang perkembangan teknologi pertanian di Indonesia, pemanfaatan, permasalahan dan solusinya. Ruang lingkupnya bahasan meliputi bidang ilmu: pemuliaan, bioteknologi perbenihan, agronomi, ekofisiologi, hama dan penyakit, pascapanen, pengolahan hasil pertanian, alsitan, sosial ekonomi, sistem usaha tani, mikro biologi tanah, iklim, pengairan, kesuburan, pakan dan nutrisi ternak, integrasi tanaman-ternak, mikrobiologi hasil panen, konservasi lahan.
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 29, No 1 (2010): Maret 2010" : 5 Documents clear
Pengembangan Budi Daya Tanaman Garut dan Teknologi Pengolahannya untuk Mendukung Ketahanan Pangan Titiek F. Djaafar; Sarjiman .; Arlyna B. Pustika
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.324 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v29n1.2010.p%p

Abstract

Ketahanan pangan merupakan salah satu tujuan pembangunan pertanian. Selain itu, ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional. Garut merupakan sumber bahan pangan lokal yang memiliki potensi dan perlu dilestarikan guna mendukung ketahanan pangan. Tanaman garut adaptif terhadap kondisi lingkungan, mampu tumbuh pada lahan marginal atau di bawah tegakan tanaman hutan. Hasil umbi garut berkisar antara 9-12 t/ha dengan kandungan pati 1,92-2,56 t/ha. Umbi garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pengolahanpangan, yaitu pati dan emping garut. Umbi garut bermanfaat bagi kesehatan, sebagai sumber serat pangan dan memiliki indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan umbi-umbian lainnya. Pati garut dapat mensubstitusi penggunaan terigu dalam berbagai produk pangan dengan tingkat substitusi 50-100%.
Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Indonesia Hamdi Mayulu; Sunarso .; Imam Sutrisno; Sumarsono .
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.605 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v29n1.2010.p%p

Abstract

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas, produksi maupun populasi sapi potong dalam rangka mendukung program kecukupan daging (PKD) 2010, yang direvisi menjadi 2014. Produksi daging dalam negeri diharapkan mampu memenuhi 9095% kebutuhan daging nasional. Karena itu, pengembangan sapi potong perlu dilakukan melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, didukung dengan industri pakan yang mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal spesifik lokasi melalui pola yang terintegrasi. Hingga kini, upaya pengembangan sapi potong belum mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, selain rentan terhadap serangan penyakit. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kelemahan dalam sistem pengembangan peternakan. Oleh karena itu, perlu diupayakan model pengembangan dan kelembagaan yang tepat berbasis masyarakat dan secara ekonomi menguntungkan. Pemerintah sebaiknya menyerahkan pengembangan peternakan ke depan kepada masyarakat melalui mekanisme pasar bebas. Pemerintah lebih berperan dalam pelayanan dan membangun kawasan untuk memecahkan permasalahan dasar dalam pengembangan peternakan sehingga dapat mengaktifkan mekanisme pasar. Usaha peternakan hendaknya dapat memacu perkembangan agroindustri sehingga membuka kesempatan kerja dan usaha. Implikasi kebijakan dari gagasan ini adalah perlu dibuat peta jalan pembangunan peternakan nasional dan diuraikan secara rinci di setiap wilayah pengembangan ternak.
Lalat Pengorok Daun, Liriomyza sp. (Diptera: Agromyzidae), Hama Baru pada Tanaman Kedelai di Indonesia Yuliantoro Baliadi; Wedanimbi Tengkano
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.405 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v29n1.2010.p%p

Abstract

 Lalat pengorok daun (Liriomyza sp.) ditemukan menginfestasi tanaman kedelai pada tahun 2007. Larva lalat pengorok daun merusak daun kedelai dengan membuat liang korokan beralur warna putih bening pada bagian mesofil daun dan berpotensi menurunkan hasil hingga 20%. Selain pada kedelai, gejala serangan yang sama juga ditemukan pada kacang hijau, kacang tunggak, kacang panjang, komak, kacang adzuki, buncis, dan 42 jenistanaman lainnya termasuk gulma. Empat spesies lalat pengorok daun yang diketahui menginfestasi tanaman kedelai adalah L. sativae, L. trifolii, L. huidobrensis, dan L. bryoniae. Pengendalian kimia dapat menimbulkan masalah karena lalat memiliki kemampuan genetik yang tinggi untuk menjadi tahan terhadap insektisida kimia.Pada habitat aslinya (subtropis), Liriomyza sp. tergolong serangga berstrategi-r, yaitu memiliki kemampuan reproduksi tinggi, cepat mengkoloni habitat, dan kisaran inangnya luas. Habitat tropis dengan ketersediaan tanaman inang sepanjang tahun dan penggunaan insektisida kimia yang kurang bijaksana memungkinkan lalat pengorok daunmenjadi hama penting pada kedelai. Pada habitat alaminya, populasi lalat pengorok daun rendah akibat pengendalian alami oleh parasitoid dan predator, salah satunya adalah parasitoid Hemiptarsenus varicornis. Oleh karena itu, perlu disiapkan teknologi pengendalian yang lebih memberdayakan peran musuh alami daripada insektisida kimia.Makalah ini menelaah gejala dan akibat serangan lalat pengorok daun, spesies dan biologi, tanaman inang, musuh alami, pemantauan, dan rekomendasi pengendaliannya.
Teknologi Pembibitan Duku dan Prospek Pengembangannya Ade Supriatna; Suparwoto .
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v29n1.2010.p%p

Abstract

Kendala utama dalam pengembangan agribisnis duku yaitu belum tersedia dan digunakannya benih bermutu. Tanaman duku umumnya berasal dari benih asalan. Perbanyakan dengan biji, di satu sisi, memberikan tingkat keberhasilan tinggi. Namun, tanaman memerlukan waktu lama untuk berbuah serta tidak selalu sama dengan induknya. Untuk itu, perlu teknik pembibitan yang lebih baik melalui sambung pucuk. Tulisan ini merupakan tinjauan terhadap pembibitan sambung pucuk pada duku dan prospek pengembangannya, meliputi penyemaian biji untuk batang bawah, pemupukan, persiapan batang atas (entres), cara penyambungan, dan kelayakan usaha pembibitan sambung pucuk. Batang bawah dianjurkan menggunakan jenis lokal karena perakarannya kuat dan daya adaptasinya tinggi terhadap lingkungan. Pupuk NPK diberikan dengan takaran 3 g/tanaman atau menggunakan pupuk daun plant catalyst dengan takaran 2 g/tanaman. Entres diambil dari pohon induk sehat dan telah berbuah minimal 3-4 kali, produktivitas tinggi, dari ujung cabang yang kulitnya hijau muda dengan posisi tumbuh lurus ke atas. Teknik penyambungannya adalah batang bawah dipotong pada bagian kulit yang masih hijau setinggi 2025 cm lalu dibelah membujur sepanjang 22,50 cm (huruf V). Entres disayat bagian pangkalnya pada kedua sisi sepanjang 22,50 cm (huruf V) lalu disisipkan ke dalam belahan batang bawah dan diikat tali plastik. Usaha pembibitan duku (skala 5.000 bibit) memberikan pendapatan bersih Rp6.618.560 dengan nilai R/C 2,20. Dengan demikian, teknik sambung pucuk mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. 
Capturing The Benefit of Monsoonal and Tropical Climate to Enhance National Food Security Amien, Istiqlal; Runtunuwu, Eleonora
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v29n1.2010.p%p

Abstract

Although the consumption level is declining with improved economy and living condition, rice remains the staple food in many Asian countries. With annual consumption per capita of more than 100 kg, Indonesia is far higher than Japan, Korea, Taiwan, and Malaysia with around 90 kg but less than the least developed countries in Southeast Asia, Laos and Myanmar that consume around 200 kg. Java the most populous island with about 7% of Indonesian terrestrial territory has long been and is still the national rice basket although its contribution to the national rice production is steadily declining. With population is still growing by 1.30% annually, competition for food, water, and energy will increase. Consequently food prices will rise, more people will go hungry, and migrants will flee theworst-affected regions. Therefore, to cater the national rice demand, alternatives has to be found in outer islands. The geographic position and variable climate of monsoonal and tropical rainfall patterns as well as the availabilityof large swathes of swampy land offer opportunity to evenly spread planting time and hence rice production throughout the year. However, recent rapid development of tree plantations will make it difficult to implement without political will supported with strong policy and appropriate planning. This paper describes the challenges and opportunities in utilizing climate variability to enhance national food security and improve farmers’ welfare.

Page 1 of 1 | Total Record : 5