cover
Contact Name
Salman Abdul Muthalib
Contact Email
tafse@ar-raniry.ac.id
Phone
+6282165108654
Journal Mail Official
tafse@ar-raniry.ac.id
Editorial Address
Gedung Fakultas Ushuluddin Lantai I, Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin, UIN Ar-Raniry, Jln. Lingkar Kampus, Kopelma Darussalam Banda Aceh, Aceh 23111
Location
Kota banda aceh,
Aceh
INDONESIA
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies
ISSN : 26204185     EISSN : 27755339     DOI : 10.22373
TAFSE: Journal of Qur’anic Studies is an open access, peer-reviewed journal that is committed to the publications of any original research article in the fields of Alquran and Tafsir sciences, including the understanding of text, literature studies, living Qur’an and interdisciplinary studies in Alquran and Tafsir. Papers published in this journal were obtained from original research papers,which have not been submitted for other publications. The journal aims to disseminate an academic rigor to Qur’anic studies through new and original scholarly contributions and perspectives to the field. Tafse: Journal of Qur’anic Studies DOES NOT CHARGE fees for any submission, article processing (APCs), and publication of the selected reviewed manuscripts. Journal subscription is also open to any individual without any subscription charges.All published manuscripts will be available for viewing and download from the journal portal for free.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1 (2019)" : 7 Documents clear
Keunikan Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh Karya Teungku Mahjiddin Yusuf Salman Abdul Muthalib; Nurlaila Nurlaila; Safriani Safriani
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v4i1.13095

Abstract

In general, the translation of the Koran is done in the national language so that it can be understood by the general public, but one of the Acehnese clerics, Tgk. H. Mahjiddin Jusuf in his work Al-Karim Qur'an and Free Translation of Rhyme in Acehnese translates the Qur'an in Acehnese and in the form of nazam. Based on this phenomenon, it is necessary to conduct a study to see the uniqueness and characteristics, advantages and disadvantages of the work. This research is a literature study with the data sources being the Qur'an and the Free Translation of Rhyme in Acehnese which was analyzed descriptively. The results showed that the interpretation made by Mahjiddin Jusuf was lughawi (language), because he translated the Koran by expressing words poetically. In terms of method, this work is included in the ijmali interpretation method, because it explains the meaning of the Qur'an globally. The translation of the Koran also has regional and literary characteristics, because it expresses the meaning of the Koran in the regional language (Aceh) in the form of a-b-a-b rhymes with an Acehnese cultural approach. Pada umumnya penerjemahan Alquran dilakukan dalam bahasa nasional sehingga dapat dipahami khalayak ramai, namun salah seorang ulama Aceh Tgk. H. Mahjiddin Jusuf dalam karyanya Alquran al-Karim dan Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh menerjemahkan Alquran dalam bahasa Aceh dan dalam bentuk nazam. Berdasarkan fenomena ini, maka perlu dilakukan kajian untuk melihat keunikan dan karakteristiknya, kelebihan dan kekurangan karya tersebut. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan dengan sumber datanya Alquran dan Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh yang dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penafsiran yang dilakukan Mahjiddin Jusuf bercorak lughawi (bahasa), karena menerjemahkan Alquran dengan mengungkapkan kata-kata secara puitis. Dari segi metode, karya tersebut termasuk dalam metode tafsir ijmali, karena menjelaskan makna Alquran secara global. Terjemahan Alquran tersebut juga berkarakteristik kedaerahan dan sastra, karena mengungkapkan makna Alquran dengan bahasa daerah (Aceh) dengan bentuk sajak a-b-a-b dengan pendekatan kultur masyarakat Aceh. 
Kepemimpinan Nabi Sulaiman dalam Al-Qur’an Zulihafnani Zulihafnani; Khalil Husaini
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v4i1.13101

Abstract

Leaders are people who undergo leadership. So far, there have been many misunderstandings about the meaning of leadership. In general, people see the leader as a position or a mere position. As a result, many people are pursuing to become a leader by justifying various ways to achieve these goals. This study discusses the verses of the Koran that talk about leadership by looking at the leadership model of the Prophet Solomon. This research is in the form of library research. There are three types of data collection, namely primary, secondary and tertiary data. Data collection techniques are carried out by collecting all data related to the subject matter. Then the author analyzes the content analysis method in the form of the maudu'i method so that the right answer is obtained. The story of Prophet Solomon is told in the Koran 16 times. The leadership concept contained in the story of Prophet Sulaiman is management ability, social responsibility, discipline, and firmness, checking all reports and conducting investigations into reports, and upholding the morals of a leader where a leader is not easily deceived by property. So with this leadership concept, Prophet Sulaiman's leadership stood firmly and was respected by his opponents. Pemimpin adalah orang yang menjalani kepemimpinan. Selama ini banyak sekali kekeliruan pemahaman tentang arti kepemimpinan. Pada umumnya, orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau posisi semata. Akibatnya banyak orang yang mengejar untuk menjadi seorang pemimpin dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapai tujuan tersebut. Penelitian ini membahas tentang ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang kepemimpinan dengan melihat pada model kepemimpinan Nabi Sulaiman. Penelitian ini berupa penelitian kepustakaan (library research), dalam pengumpulan data ini ada tiga jenis yaitu, data primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan seluruh data yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Kemudian penulis analisa dengan metode analisa isi dalam bentuk metode maudu’i, sehingga diperoleh jawaban yang tepat. Kisah Nabi Sulaiman diceritakan dalam Alquran sebanyak 16 kali. Konsep kepemimpinan yang terdapat dalam kisah Nabi Sulaiman ialah, kemampuan manajemen, tanggung jawab sosial, kedisiplinan dan ketegasan, melakukan pemeriksaan terhadap segala laporan dan melakukan penyelidikan terhadap laporan, dan  menjunjung tinggi moral seorang pemimpin yang mana seorang pemimpin tidak mudah diperdaya oleh harta benda. Sehingga dengan konsep kepemimpinan ini membuat kepemimpinan Nabi Sulaiman berdiri dengan kokoh, dan disegani oleh lawan-lawannya.
Penafsiran Ibnu Katsir terhadap Ayat-Ayat Isra’ Mikraj Ahmad Asyraf bin Mohd Asri; Zainuddin Zainuddin
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v4i1.13099

Abstract

Faith means belief in the heart, words in the mouth and practice with the limbs. Every believer must believe in Allah, His angels, His books, His Messengers, the Last Day, and belief in both good and bad destiny. Believing in the miracles of the apostles includes believing in the apostles. Among the miracles of the Prophet SAW is the Isra 'Mikraj event. This event is clearly mentioned in QS. al-Isrā' (17): 1 and QS. al-Najm (53): 5-18. This incident is also found in the hadiths of various narrations. The commentators have described in depth this great event, among them is Ibn Kathir. In the theory of creed, the arguments and proofs related to the issue of faith must be with definite arguments (qath'i), and cannot use conjectures (dzan). However, Ibn Kathir uses the dha'īf hadith and the āhād hadith in his interpretation of Isra' Mikraj. The research method used by the author is library research, including secondary data collection and processing of the data that has been obtained using descriptive-analytical methods. The author collects data according to the findings, then analyzes the data and understands Ibn Kathir's thoughts on the verses related to Isra and Mikraj. Iman berarti keyakinan dalam hati, perkataan di lisan dan amalan dengan anggota badan. Setiap mukmin wajib beriman kepada Allah Swt, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir baik maupun yang buruk. Mempercayai mukjizat-mukjizat para rasul termasuk beriman kepada rasul. Di antara mukjizat Nabi Saw adalah peristiwa Isra’ Mikraj. Peristiwa tersebut disebut secara jelas dalam QS. al-Isrā’ (17): 1 dan QS. al-Najm (53): 5-18. Peristiwa ini juga terdapat dalam hadis dari pelbagai riwayat. Para mufasir telah menguraikan dengan mendalam peristiwa besar ini, di antaranya adalah Ibnu Katsir. Dalam teori akidah, dalil dan hujjah yang berkaitan dengan masalah akidah haruslah dengan dalil yang pasti (qath‘i), tidak bisa menggunakan dugaan (dzan). Namun, Ibnu Katsir menggunakan hadis dha‘īf dan hadis āhād dalam penafsirannya tentang Isra’ Mikraj. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah library research (penelitian kepustakaan), meliputi pengumpulan data sekunder dan mengolah data-data yang telah didapatkan dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Penulis menghimpun data sesuai hasil temuan, lalu melakukan analisis data tersebut dan memahami pemikiran Ibnu Katsir terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan Isra’ dan Mikraj. 
Lafaz Yahudi dalam Al-Qur’an Zuherni Abubakar; Muhammad Amar bin Mohd Sabri
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v4i1.13103

Abstract

Judaism is one of the terms mentioned in the Koran. This paper specifically examines the Jewish pronunciation in terms of its use and the context in which it is mentioned in the Qur'an. The study was conducted using a qualitative approach with the type of literature study. The collected data were analyzed by the content analysis method. The results of the analysis show that the use of Jewish pronunciation in the Koran is quite diverse. The Hebrew word and its derivatives are mentioned 30 times. Jewish pronunciation consists of six forms. Respectively اليهود (al-yahūd),  يهوديا(yahūdiyā), هادوا (hādū), هدنا (hudnā),  هود(hūdun), and lafaz  هودا(hūdā). Jewish words in the Koran are mentioned in various contexts. It is sometimes mentioned in the context of the conflict between Jews and Christians, the prohibition of Muslims from choosing a leader from the Jews, the strict attitude of the Jews, claiming to be children and lovers of Allah, the disobedience of the Jews to the Koran, and in the context of the Jews being the most hostile to Islam. Yahudi merupakan salah satu istilah yang disebutkan dalam Alquran. Tulisan ini secara khusus meneliti lafaz Yahudi dalam kaitan dengan penggunaan dan konteks penyebutannya dalam Alquran. Kajian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi pustaka. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode analisis isi. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lafaz Yahudi dalam Alquran cukup beragam. Lafaz Yahudi dan turunannya disebutkan sebanyak 30 kali. Lafaz Yahudi terdiri dari enam bentuk. Masing-masing اليهود (al-yahūd), يهوديا (yahūdiyā), هادوا (hādū), هدنا (hudnā), هود (hūdun), dan lafaz هودا (hūdā). Lafaz Yahudi dalam Alquran disebutkan dalam beragam konteks. Adakalanya disebutkan dalam konteks pertentangan antara Yahudi dengan Nasrani, larangan Muslim memilih pemimpin dari Yahudi, sikap keras Yahudi, mengaku sebagai anak dan kekasih Allah, kedurhakaan orang Yahudi terhadap Alquran, dan dalam konteks Yahudi merupakan pihak yang paling memusuhi Islam. 
Makna al-Dhalalah dalam Al-Qur`an Furqan Amri; Samsul Bahri; Ahmad Suryani
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v4i1.13096

Abstract

There are two groups of verses in the Qur'an that have gaps in attributing al-dhalalah to Allah. The first group of verses attributes al-dhalalah to come from Allah, not a direct result of the servant's actions. Another group of verses attributes al-dhalalah to come from the servant, not from Allah. In this paper, the author examines the meaning of al-dhalalah expressed in the Qur'an with the aim of explaining the meaning of al-dhalalah contained in the verses of the Qur'an. This study is a literature study with descriptive analysis through the maudhū'i interpretation method. The word dhalla in its various forms is not less than 190 times repeated in the Qur'an. In order to eliminate the contradictory meanings of the two groups of contradicting verses, it must be understood in a syar'i way, not only understood textually (mantuq). The existence of this contradiction indicates that the meaning to be shown by the two groups of verses is the syar'i meaning, not the textual meaning (mantūq). So it can be concluded that understanding the two groups of verses of al-dhalalah it cannot only be understood textually but must be understood with a syar'i approach, by looking at the qarīnah point of view contained in each verse. The ratio of al-dhalalah to Allah SWT is only a ratio of creation, not a direct ratio, while the direct subject of al-dhalalah is humans. Ada dua kelompok ayat dalam al-Qur’an yang memiliki kesenjangan dalam menisbahkan al-dhalalah kepada Allah Swt. Kelompok ayat pertama menisbahkan al-dhalalah datang dari Allah, bukan akibat langsung dari perbuatan hamba. Kelompok ayat lain menisbahkan al-dhalalah datang dari hamba bukan dari Allah Swt. Dalam tulisan ini, penulis mengkaji makna al-dhalalah yang diungkapkan dalam al-Qur’an dengan tujuan untuk menjelaskan makna al-dhalalah yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an. Kajian ini merupakan studi kepustakaan dengan analisis deskriptif melalui metode tafsir maudhū’i. Kata dhalla dalam berbagai bentuknya tidak kurang dari 190 kali terulang dalam al-Qur’an. Untuk meniadakan kontradiksi makna dari dua kelompok ayat yang bertentangan, harus dipahami secara syar’i tidak hanya dipahami secara tekstual (mantuq). Adanya kontradiksi ini menunjukkan bahwa makna yang hendak diperlihatkan oleh kedua kelompok ayat adalah makna syar’i bukan makna tekstual (mantūq). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa dalam memahami dua kelompok ayat al-dhalalah tidak bisa hanya dipahami secara tekstual, akan tetapi harus dipahami dengan pendekatan syar’i, dengan melihat dari sudut pandang qarīnah yang terkandung dalam setiap ayat. Nisbah al-dhalalah kepada Allah Swt hanya sekedar nisbah penciptaan bukan nisbah secara langsung, sedangkan subyek langsung dari al-dhalalah adalah manusia.
Korelasi Kecerdasan Emosional dan Spiritual dengan Pengetahuan Hadis pada Mahasiswa Prodi IAT UIN Ar-Raniry Banda Aceh Siti Hajril Masyithah; Maizuddin Maizuddin; Nurkhalis Nurkhalis
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v4i1.13092

Abstract

This paper aims to determine the relationship between emotional intelligence and spiritual intelligence with knowledge of hadith about Islam, faith and ihsan in students of the Qur'an and Tafsir Study Program, Faculty of Ushuluddin and Philosophy (IAT FUF) UIN Ar-Raniry Banda Aceh. This research is quantitative with the type of correlation research. Based on the results of the study, shows: first, there is a positive and significant relationship between emotional intelligence and spiritual intelligence with the results of hadith knowledge about Islam, faith and ihsan in students of IAT FUF UIN Ar-Raniry Banda Aceh Study Program. The correlation between emotional intelligence and spiritual intelligence is directly proportional to hadith knowledge. With a correlation coefficient level of 0.65 in the strong category with a coefficient of determination (D) = 42%, the higher the level of knowledge of hadith about Islam, faith and ihsan among students, the higher the level of emotional intelligence and spiritual intelligence possessed by students the. Second, practical knowledge of hadith about Islam, faith and ihsan encourages students to motivate themselves, control emotions in social interactions and interpret the learning process as worship. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan pengetahuan hadis tentang Islam, iman dan ihsan pada mahasiswa Prodi Ilmu Alquran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (IAT FUF) UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan jenis penelitian korelasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan: pertama, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan hasil pengetahuan hadis tentang Islam, iman dan ihsan pada mahasiswa Prodi IAT FUF UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Korelasi antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berbanding lurus dengan pengetahuan hadis. Dengan tingkat koefisien korelasi sebesar 0,65 pada kategori kuat dengan koefisien determinasi (D) = 42%, semakin tinggi tingkat pengetahuan hadis tentang Islam, iman dan ihsan di kalangan mahasiswa, maka semakin tinggi pula tingkat kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Kedua, secara praktis pengetahuan hadis tentang Islam, iman dan ihsan mendorong mahasiswa untuk memotivasi diri, mengendalikan emosi dalam interaksi sosial dan memaknai proses pembelajarannya sebagai ibadah.
Lafaz Mathar dan Ghaits dalam Al-Qur’an Cut Widya Audina; Nuraini Nuraini; Abd. Wahid
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v4i1.13098

Abstract

Some of the verses in the Qur'an have pronunciations that seem synonymous (muradif) but when examined further they have different connotations, such as in the words mathar and ghaits. There are various kinds of meanings of lafaz mathar and ghaits in the Qur'an, namely the amazing rain, the rain of stones, the rain of the sijjil, and so on. This paper aims to reveal how the meaning of the lafaz mathar and ghaits in the Qur'an is viewed from the muradif aspect and how the context of the use of this lafaz in the Qur'an is. This study is a literature review by collecting data and reviewing library materials consisting of primary and secondary data. The data obtained as documentation uses the maudhu'i method. The results of this study, the lafaz mathar is found in 9 surahs with 6 forms of lafaz variations, while the ghaits lafaz is found in 5 surahs and has 6 forms of lafaz variations. Lafaz mathar and ghaits have the same meaning, namely rain, but the context of the verse and the interpretation are different. Lafaz mathar shows more rain of doom, punishment, or reinforcements. While lafaz ghaits shows the rain of mercy or help from Allah. Sebagian ayat-ayat dalam Alquran mempunyai lafaz yang tampaknya sinonim (muradif) namun bila diteliti lebih jauh memiliki konotasi yang berbeda, seperti pada lafaz mathar dan ghaits. Terdapat berbagai macam ragam makna lafaz mathar dan ghaits dalam Alquran yakni hujan yang mengagumkan, hujan batu, hujan sijjil, dan lain sebagainya. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana pemaknaan lafaz mathar dan ghaits dalam Alquran ditinjau dari aspek muradif dan bagaimana konteks penggunaan lafaz tersebut dalam Alquran. Kajian ini adalah kajian kepustakaan dengan mengumpulkan data-data dan mengkaji bahan-bahan kepustakaan yang terdiri dari data primer dan sekunder. Adapun data yang diperoleh sebagai dokumentasi menggunakan metode maudhu’i. Hasil penelitian ini, lafaz mathar ditemukan dalam 9 surah dengan 6 bentuk variasi lafaz, sedangkan lafaz ghaits ditemukan dalam 5 surah serta memiliki 6 bentuk variasi lafaz. Lafaz mathar dan ghaits memiliki makna yang sama yaitu hujan, akan tetapi konteks ayat dan penafsirannya berbeda. Lafaz mathar lebih menunjukkan kepada hujan azab, hukuman, atau bala. Sedangkan lafaz ghaits menunjukkan kepada hujan rahmat atau pertolongan dari Allah. 

Page 1 of 1 | Total Record : 7