Cermin Dunia Kedokteran
Cermin Dunia Kedokteran (e-ISSN: 2503-2720, p-ISSN: 0125-913X), merupakan jurnal kedokteran dengan akses terbuka dan review sejawat yang menerbitkan artikel penelitian maupun tinjauan pustaka dari bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat baik ilmu dasar, klinis serta epidemiologis yang menyangkut pencegahan, pengobatan maupun rehabilitasi. Jurnal ini ditujukan untuk membantu mewadahi publikasi ilmiah, penyegaran, serta membantu meningkatan dan penyebaran pengetahuan terkait dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Terbit setiap bulan sekali dan disertai dengan artikel yang digunakan untuk CME - Continuing Medical Education yang bekerjasama dengan PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia)
Articles
30 Documents
Search results for
, issue
"Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi"
:
30 Documents
clear
Cardiorenal Syndrome: Patofisiologi, Diagnosis dan Tatalaksana
Puspaseruni, Karina
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (394.48 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1433
Sindrom kardiorenal merupakan gangguan yang melibatkan jantung dan ginjal; disfungsi akut atau kronis satu organ dapat menginduksi disfungsi akut atau kronis organ lain. Disfungsi ginjal terkait gagal jantung akut, dan sebaliknya, menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Tinjauan ini membantu menjelaskan hubungan antara cedera ginjal dan gagal jantung dan faktor-faktor yang berperan penting dalam kedua patologi ini. Identifikasi dini memungkinkan perawatan yang lebih efektif dan rawat inap yang lebih singkat. Pendekatan multidisiplin yang melibatkan ahli jantung dan ginjal sangat penting.Cardiorenal syndrome is a disorder involving both the heart and kidneys; acute or chronic dysfunction in one organ may induce acute or chronic dysfunction in the other organ. Renal dysfunction associated with acute heart failure, and vice versa, causes fairly high morbidity and mortality. This review explains the relationship between kidney injury and heart failure and factors that play an important role in both pathologies. Early identification will allow more effective treatment and shorter hospitalizations. A multidisciplinary approach involving cardiologists and nephrologists is imperative.Â
Pemilihan Pemeriksaan Imaging untuk Skrining Karsinoma Mammae
Gunawan, Andrey
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (91.911 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1438
Di seluruh dunia, kanker payudara adalah kanker yang paling sering didiagnosis dan penyebab utama kematian akibat kanker di kalangan wanita. Risiko terkena karsinoma mammae pada wanita sebesar 12,2%. Oleh karena itu skrining karsinoma mammae pada wanita usia produktif sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Mammografi tetap menjadi pilihan utama imaging untuk skrining karsinoma mammae. Pada kasus payudara padat USG mungkin dapat membantu diagnosis. MRI merupakan modalitas tambahan, dan memiliki sensitivitas tingggi bila digabung dengan mammografi dan pemeriksaan klinis, namun biaya pemeriksaan MRI perlu menjadi pertimbanganBreast cancer is the most frequently diagnosed life-threatening cancer in women and the leading cause of cancer death among women worldwide.Women have 12.2% risk for developing breast carcinoma. Screening for breast carcinoma in reproductive women should be done as early as possible. Mammography remains the main choice for screening by imaging. In case of dense breasts, ultrasound may help the diagnosis. MRI is an additional modality, and has a high sensitivity when combined with mammography and clinical examination, but the cost of MRI examination needs to be considered.
Deteksi Dini untuk Mencegah Kematian Mendadak Akibat Aritmia
Chandra, Evelyne;
Suwanto, Denny
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (278.435 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1429
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab 30% kematian di dunia ( 17 juta jiwa) dan 25% nya ( 4 juta jiwa) merupakan kematian jantung mendadak. Kematian jantung mendadak menggambarkan kematian alami yang tidak diduga dengan penyebab jantung dalam periode singkat, umumnya ≤1 jam sejak timbulnya gejala, pada seseorang yang tidak memiliki keluhan sebelumnya. Salah satu etiologi kematian jantung mendadak adalah aritmia jantung, yang umumnya dapat dicegah dengan implantable cardioverter defibrillator (ICD). Skrining dan asesmen risiko dapat mencegah kematian jantung mendadak pada berbagai populasi individu dengan atau tanpa penyakit jantung. Artikel ini membahas deteksi dini potensi kematian jantung mendadak untuk pencegahan primer.Cardiovascular diseases are responsible for 30% of global mortality rate annually, approximately 25% of which caused by sudden cardiac deaths. Sudden cardiac death is defined as unpredictable death, with cardiovascular cause as the presumed etiology, within 1 hour from the onset of symptoms in previously asymptomatic individual. Arrhythmia is one of the most prevalent cause, potentially preventable with implantable cardioverter defibrillator (ICD). Sudden cardiac death may be preventable by risk screening and severity assessment. This article sought to elaborate early detection as a part of primary prevention continuum in sudden cardiac death.
Diagnosis of Jejuno-ileal Atresia vs. Malrotation-associated Midgut Volvulus in Neonates
Julio, Ovamelia;
Theddy, Hing;
Lokananta, Irene
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (159.777 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1434
Background. In developing countries, diagnosis and treatment of congenital anomaly in neonates is quite challenging due to limited facilities and resources. Case. A 3 day-old male neonates with clinical presentation of small bowel obstruction and suspected jejuno-ileal atresia in plain abdominal radiograph. Volvulus-associated congenital malrotation with gangrenous intestines was found during surgical exploration. Resection was performed and Bishop-Koop procedure was done. Patient’s condition was deteriorated and succumbed to sepsis on day-three post-operative. Conclusion. This case illustrates potential pitfalls in clinical presentation and interpretation of plain abdominal radiographs that may negatively impact the management of neonatal obstructive ileus.Latar Belakang. Diagnosis dan tatalaksana kelainan kongenital pada neonatus di beberapa negara berkembang cukup sulit karena keterbatasan fasilitas dan sumber daya. Kasus. Neonatus laki-laki berusia 3 hari dengan gejala klinis obstruksi usus halus dan gambaran foto polos abdomen mengarah pada atresia jejunoileal. Intraoperatif dijumpai volvulus disebabkan malrotasi kongenital disertai gangren usus. Dilakukan reseksi usus dan prosedur Bishop-Koop. Kondisi pasien memburuk dan meninggal karena sepsis pada hari ketiga post-operasi. Simpulan. Kasus ini menggambarkan beberapa potensi pitfalls dalam interpretasi gejala klinis dan foto polos abdomen yang dapat berdampak negatif pada penanganan.
Pendekatan Multidimensional Computer Vision Syndrome di era WFH
Beatrice Alberta, Ivana;
Sebastian, Darvan;
Valeska Laksono, Natasha
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (154.217 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1439
Computer Vision Syndrome (CVS) merupakan penyebab masalah kesehatan okupasi nomor satu di abad 21. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Work from Home (WFH) di Indonesia terkait pandemi Covid-19 dapat meningkatkan risiko CVS. CVS merupakan kumpulan gejala mata akibat aktivitas penglihatan jarak dekat terus menerus selama penggunaan komputer dan gawai. Spektrum CVS meliputi nyeri kepala dan gangguan muskuloskeletal. CVS berdampak pada penurunan produktivitas dan kualitas hidup pekerja. Intervensi faktor risiko, pencegahan, dan tata laksana perlu ditinjau dari segi kesehatan mata, kesehatan kerja, dan kedokteran fisik.Computer Vision Syndrome is the leading cause of occupational health problems in the 21st century. The practice of large-scale social restrictions and work from home in Indonesia in accordance to Covid-19 pandemic, may increases the number of CVS incidences. CVS is a group of eye and vision symptoms caused by prolonged use of computers and gadgets. The spectrum includes headache and musculoskeletal disorders. These problems cause a decline in productivity and quality of life among workers. Prevention and management need to be assessed from ophthalmology, occupational health, and physiatry perspectives.Â
Vaksin Influenza dan COVID-19 : sebuah tinjauan
Devinqa Adhimah Amanda;
Henry Wijaya;
Niluh Ayu Sri Saraswati
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1440
Pendahuluan: SARS-CoV-2 merupakan agen virus penyebab COVID-19, penyakit yang menjadi wabah secara global. Gejala infeksi COVID-19 beragam, sebagian besar dengan derajat ringan, namun sekitar 14% mengalami perburukan.. Vaksinasi influenza diperkirakan dapat berperan sebagai faktor protektif terhadap COVID-19. Metode: Tinjauan literatur mengenai vaksin influenza dan COVID-19 menggunakan beberapa sumber seperti Google Cendekia, PubMed, dan WHO. Hasil: Influenza dan COVID-19 menunjukkan gejala serta karakteristik kelompok risiko tinggi yang serupa. Koinfeksi virus influenza dapat meningkatkan keparahan gejala COVID-19. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi influenza berasosiasi negatif dengan kematian akibat COVID-19, dan dapat mengurangi keparahan klinis. Mekanisme imunitas bawaan yang dipicu oleh vaksinasi dapat menghasilkan efek protektif, hal ini dapat memberikan peluang yang lebih baik dalam melawan virus. Simpulan: Selain mengurangi risiko koinfeksi influenza dengan COVID-19, vaksin influenza juga dapat berperan sebagai agen protektif terhadap COVID-19.Introduction: SARS-CoV-2 is the viral agent that causes COVID-19, a disease that is becoming a pandemic. The symptoms of COVID-19 are diverse, about 14% of individuals experience deterioration. Influenza vaccination may have a role as a protective factor in COVID-19. Methods: A literature review on influenza vaccine and COVID-19 is conducted using several sources such as Google Scholar, PubMed, and WHO. Results: Influenza and COVID-19 show similar symptoms as well as same characteristics of high-risk groups. Influenza virus co-infection can increase the severity of COVID-19. Previous studies have shown that influenza vaccination was negatively associated with mortality from COVID-19, and could reduce the severity of clinical symptoms. The innate immune mechanism triggered by vaccination could produce a protective effect. Conclusions: Apart from reducing the likelihood of influenza coinfection with COVID-19, influenza vaccine can also act as a protective agent against COVID-19,
Angina Prinzmetal - Diagnosis dan Tatalaksana
Tommy -
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1431
Angina Prinzmetal merupakan sindrom klinis yang dicirikan dengan nyeri dada saat istirahat disertai perubahan elektrokardiogram. Insidensi lebih tinggi pada populasi Asia dengan rentang usia di atas 50 tahun. Merokok dan penggunaan obat-obatan tertentu dapat meningkatkan risiko angina Prinzmetal. Penyakit ini jarang terdiagnosis sehingga tatalaksana belum optimal. Diagnosis berdasarkan kriteria Coronary Vasomotion Disorders International Study Group dan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi, uji provokatif, atau pencitraan intrakoroner. Tatalaksana mencakup perubahan gaya hidup, terapi farmaka, atau intervensi koroner perkutan. Prognosis mengacu pada hasil skor risiko Japanese Coronary Spasm Association, umumnya baik.Prinzmetal’s angina is a clinical syndrome in which angina occurs at rest with transient electrocardiogram changes. The incidence is higher in the Asian population with age ranges above 50 years. Smoking and use of certain drugs can increase the risk of Prinzmetal’s angina. This disease is underdiagnosed and the treatment is not optimal. Diagnosis is based on the Coronary Vasomotion Disorders International Study Group Criteria and supporting examinations such as electrocardiography, provocative test, or intracoronary imaging. The management includes lifestyle changes, pharmacotherapy, or percutaneous coronary intervention. Prognosis refers to the Japanese Coronary Spasm Association risk score, are generally good.
Terapi Antikoagulan pada COVID-19
Jane Cherub
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1436
Coronavirus disease-2019 (COVID-19) yang disebabkan infeksi Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-CoV-2) terutama bermanifestasi sebagai infeksi pernapasan, dengan salah satu komplikasi gangguan pembekuan darah yang dapat menyebabkan kesakitan hingga kematian. Dijumpai aktivasi kaskade koagulasi tidak terkontrol akibat berbagai efek sitokin proinflamasi yang dapat menyebabkan koagulopati konsumtif termasuk sepsis induced coagulopathy (SIC) dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Fondaparinux dapat menjadi alternatif untuk pasien COVID-19 rawat inap. Tromboprofilaksis extended dengan LMWH atau direct oral anticoagulants (DOAC) harus dipertimbangkan pada pasien COVID-19 dengan risiko perdarahan rendahCoronavirus disease-2019 (COVID-19) caused by Severe Acute Respiratory Syndrome CoronaVirus 2 (SARS-CoV-2) mainly manifests as a respiratory infection, with complications of blood clotting disorders in severe infection which can cause severe illness to death. Uncontrolled activation of the coagulation cascade due to various effects of proinflammatory cytokines can result inconsumptive coagulopathy. Coagulation disorders can occur including sepsis-induced coagulopathy (SIC) and disseminated intravascular coagulation (DIC). Unfractionated heparin (UFH) and lowmolecular-weight heparin (LMWH) are widely used in the management of COVID-19 patients. Fondaparinux may be an alternative. Extended thromboprophylaxis with LMWH or direct oral anticoagulants (DOAC) with a low risk of bleeding should be considered in COVID-19patients.
Evaluasi dan Tatalaksana Hipernatremia
Michael Johan
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1441
Hipernatremia didefinisikan sebagai kondisi kadar natrium plasma lebih dari 145 mmol/L. Penyebab hipernatremia bisa dari kehilangan air atau peningkatan kadar natrium. Kehilangan air dapat berupa kehilangan air saja seperti pada keadaan diabetes insipidus atau kehilangan cairan hipotonik seperti pada kehilangan air dari ginjal, gastrointestinal, ataupun kulit. Peningkatan kadar natrium biasanya akibat pemberian cairan hipertonik yang kurang tepat atau iatrogenik. Diagnosis berdasarkan durasi hipernatremia, identifikasi penyebab kehilangan cairan, penilaian status volume, dan osmolaritas urin. Tatalaksana meliputi koreksi penyebab dan koreksi defisit air.Hypernatremia is defined as a condition with a plasma sodium level of more than 145 mmol/L. The cause of hypernatremia can be from water loss or increased sodium level. Loss of water can be in the form of water loss alone, such as in diabetes insipidus or hypotonic fluid loss such as loss of water from the kidneys, gastrointestinal tract, or skin. Increased sodium level is usually the result of improper administration of hypertonic fluids. Diagnostic approach to hypernatremia is based on the duration of hypernatremia, identification of the cause of fluid loss, assessment of volume status, and urine osmolarity. Treatment includes correction of the underlying cause and correction of free water deficits.
Tatalaksana Penutupan Duktus Arteriosus Persisten Transkateter
Muhammad Irfan;
Muhammad Ali;
Tina Christina Lumban Tobing;
Rizky Adriansyah;
Hafaz Zakky Abdillah;
Putri Amelia
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i6.1432
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan salah satu kelainan bawaan terbanyak di dunia. Secara umum kelainan ini dibagi menjadi tipe sianotik dan asianotik. Duktus arteriosus persisten (DAP) merupakan salah satu tipe PJB asianotik dan menduduki peringkat ke 3 dari seluruh kelainan jantung bawaan. Penutupan DAP secara transkateter saat ini menjadi pilihan utama jika gagal dengan obat-obatan dan ukuran defek memungkinkan. Pengamatan pasca penutupan transkateter penting untuk menilai perubahan klinis dan kemungkinan komplikasi.Congenital heart disease (CHD) is one of the most frequent congenital anomalies in the world. These anomalies are usually divided into cyanotic and acyanotic type. Patent ductus arteriosus (PDA) is acyanotic type of CHD and ranked 3rd of all CHD. Transcatheter PDA closure now become first choice if drug treatment fails and the size of the defect is qualified for nonsurgery closure. Post-closure observation is important to assess clinical changes and possible complications.