cover
Contact Name
Opik Rozikin
Contact Email
rozikinopik@gmail.com
Phone
+6285862536992
Journal Mail Official
jurnalpemuliaanhukum@gmail.com
Editorial Address
Jl. Soekarno Hatta No. 530, Sekejati, Kec. Buahbatu, Kota Bandung
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Pemuliaan Hukum
ISSN : 26542722     EISSN : 28298640     DOI : https://doi.org/10.30999/jph.v4i1.
Core Subject : Social,
Jurnal Pemuliaan Hukum (P-ISSN: 2654-2722) is a double-blind peer-reviewed published by the Faculty of Law, Universitas Islam Nusantara (UNINUS), Bandung, Indonesia. This journal publishes research articles, conceptual articles, and book reviews with legal studies. The article is in the Journal of Legal Breeding studies, thought development, and research on civil law, Focus and Scope Review). This journal article is published twice a year in April and October. Since its publication in 2018, the Journal of Legal Breeding has been listed on CrossRef. All articles published by the Journal of Legal Breeding have a DOI number. The Journal of Legal Breeding is also indexed by Google Scholar, Garuda, Moraref, BASE, and other indexes, please open it here. Journal Secretariat: Faculty of Law, Nusantara Islamic University (UNINUS) Bandung, Indonesia, Jl. Soekarno Hatta No. 530, Sekejati, Kec. Buahbatu, Bandung City, West Java 40286, Indonesia.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol. 4 No. 2 (2021): Pemuliaan Hukum" : 6 Documents clear
Penerapan Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Tindak Pidana dalam Penegakan Hukum Dikejaksaan Jamaludin, Ahmad
Pemuliaan Hukum Vol. 4 No. 2 (2021): Pemuliaan Hukum
Publisher : Law Study Program, Faculty of Law, Nusantara Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30999/jph.v4i2.1453

Abstract

The purpose of this research is to find out the legal process in the application of restorative justice according to the Indonesian Prosecutor's Office Regulation Number 15 of 2020 concerning the Dismissal of Prosecution Based on Restorative Justice. The research method includes research specifications, namely analytical descriptive, normative juridical approach method, through the library research stage, namely researching and reviewing secondary data obtained through library study data collection techniques, then secondary data is analyzed juridically-qualitatively. The conclusions are as follows: the legal process in the application of restorative justice according to the Indonesian Prosecutor's Office Regulation Number 15 of 2020 concerning the Dismissal of Prosecution Based on Restorative Justice is considered more capable of realizing substantive justice as desired by the parties (perpetrators, victims and the community) which in this case is more focused on the interests of victims and the obstacles faced by the Prosecutor's Office in Implementing the RI Prosecutor's Regulation Number 15 of 2020 concerning Dismissal of Prosecution Based on Restorative Justice, among which are juridically, law enforcers are not given a clear and firm space in using alternative models in the settlement of criminal cases that allow for a balance protection of all parties.Tujuan peneltian ini adalah untuk mengetahui proses hukum dalam penerapan keadilan restoratif menurut Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pemberhentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.dan untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pemberhentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Metode penelitian mencakup spesifikasi penelitian, yairu deskriptif analitis, metode pendekatan yuridis normatif, melalui tahap penelitian kepustakaan, yaitu meneliti dan mengkaji data sekunder yang didapat melalui tknik pengumpulan data studi kepustakaan, yang selanjutnya data sekunder dianalisis secara yuridis-kualitatif. Kesimpulan kesimpulan sebagai berikut: proses hukum dalam penerapan keadilan restoratif menurut Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pemberhentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dianggap lebih dapat mewujudkan keadilan substantif sebagaimana diinginkan oleh para pihak (pelaku, korban dan masyarakat) yang dalam hal ini lebih fokus pada kepentingan korban dan Kendala yang dihadapi oleh Kejaksaan dalam Melaksanakan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pemberhentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan  Restoratif,  diantaranya  adalah  Secara  yuridis,  penegak hukum tidak diberikan ruang yang jelas dan tegas dalam menggunakan model alternatif dalam penyelesaian perkara pidana yang memungkinan adanya keseimbangan perlindungan semua pihak.
Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja atas Perundungan yang Terjadi di Tempat Kerja Noval, Sayid Muhammad Rifki
Pemuliaan Hukum Vol. 4 No. 2 (2021): Pemuliaan Hukum
Publisher : Law Study Program, Faculty of Law, Nusantara Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30999/jph.v4i2.1464

Abstract

Bullying is a serious phenomenon these days, as the intensity of reports and news about it is increasing. However, victim legal protection at the workplace is particularly low. False assumption that views bullying at the workplace as a common thing passing down to generations needs to be corrected. It should also be confirmed when there is huge potential of law violation. Yet, there is no specific laws regulating about bullying at the workplace, while other countries put more concern on this matter by establishing specific laws and regulations. This article attempts to provide alternative policies regarding bullying at the workplace by using normative legal method and approach to law, as well as comparative law method. Regulation and practice applied in several countries can become an alternative solution to be considered as preventive measures of bullying at the workplace.Perundungan menjadi fenomena yang memperihatinkan saat ini, tidak hanya karena instensitas laporan dan pemberitaan yang marak namun rendahnya perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban, diantaranya perundungan yang terjadi di tempat kerja. Anggapan keliru yang menilai perundungan di tempat kerja hanya sebagai budaya perlu diluruskan dan membutuhkan penegasan bila potensi hadirnya pelanggaran hukum sangatlah besar. Namun, perlu diakui jika saat ini tidak terdapat aturan yang secara khusus mengatur tindakan perundungan di tempat kerja sebagaimana negara-negara lain telah memberikan perhatiannya dalam bentuk regulasi khusus. Tulisan ini berupaya memberikan alternatif kebijakan yang dapat diterapkan terhadap perundungan di tempat kerja dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan undang-undang, serta perbandingan hukum. Regulasi dan praktik yang terjadi pada beberapa negara dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan dalam upaya mencegah terjadi perundungan di tempat kerja.
PERAN PEREMPUAN DALAM POLITIK DI INDONESIA Ramdhani, Fahmi Ali
Pemuliaan Hukum Vol. 4 No. 2 (2021): Pemuliaan Hukum
Publisher : Law Study Program, Faculty of Law, Nusantara Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30999/jph.v4i2.1479

Abstract

Women's political rights are fundamentally human rights, and human rights are the essence of the democratic framework. Therefore, involving women and men in the decision-making process is an absolute requirement in democracy. In this theory, in fact, there is no longer a female-male dichotomy. But in reality women's rights are still being politicized and mobilized in the name of democracy. With the fulfillment of the 30% quota for women's representation in parliament, there are at least two symptoms that can result from this excess. First, there is the seriousness of women in trying to enter the world of politics. In addition, politics is a state policy that regulates the direction and goals of the state, so that the policy-making process can be carried out by all components of the nation, including women. Second, public awareness to provide opportunities for women not only to vote but also to be elected.Hak politik perempuan pada dasarnya adalah hak asasi manusia, dan hak asasi manusia merupakan esensi dari kerangka demokrasi. Oleh karena itu, melibatkan perempuan dan laki-laki didalam proses pengambilan keputusan menjadi syarat mutlak dalam demokrasi. Dalam teori ini sesungguhnya tidak lagi ada dikotomi perempuan-pria. Tapi pada kenyataannya hak perempuan masih dipolitisasi dan dimobilisasi atas nama demokrasi. Dengan terpenuhinya quota 30 % keterwakilan perempuan diparlemen minimal ada dua gejala yang dapat ditimbulkan dari ekses tersebut. Pertama, adanya kesungguhan perempuan untuk berupaya mau terjun kedunia politik. Selain itu, kesadaran perempuan itu sendiri bahwa politik adalah bidang kebijakan kenegaraan yang mengatur arah dan tujuan negara, sehingga proses pengambilan kebijakan dapat dilakukan secara politis oleh semua komponen bangsa termasuk perempuan. Kedua, kesadaran masyarakat untuk memberikan kesempatan kepada perempuan untuk tidak saja memilih tetapi juga dipilih.
PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL KEJAHATAN SIBER (CYBER CRIME) MELALUI MATA UANG DIGITAL (CRYPTO CURRENCY) Puanandini, Dewi Asri
Pemuliaan Hukum Vol. 4 No. 2 (2021): Pemuliaan Hukum
Publisher : Law Study Program, Faculty of Law, Nusantara Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30999/jph.v4i2.1480

Abstract

This study aims to examine the crime of money laundering originating from cyber crimes through digital currency (Crypto Currency). This research uses a normative juridical approach with primary and secondary legal materials. The results of this study indicate that this virtual bitcoin currency has been defined by the FATF as a digital representation of exchange rates that can be traded virtually and functions as (1) a medium of exchange; and/or (2) one unit of account; and/or (3) a store of value, but does not have legal tender status in any jurisdiction. Bitcoin as a digital currency, can still be mentioned in the explanation of financial transactions in Article 1 number 4 of Law no. 8 of 2010, which refers to the receipt, transfer, deposit, withdrawal, book-entry, payment, grant, donation, deposit, and/or exchange of a sum of money or other actions and/or activities related to money. So, bitcoin should still be penalized if it is related to the transactions made. Activities that can be carried out legally through bitcoin are only in the form of investments so that they are vulnerable to money laundering. In an effort to overcome the occurrence of money laundering through digital currency in Indonesia, Indonesia can take several examples of law enforcement models in several countries such as Switzerland.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tindak pidana pencucian uang yang berasal dari kejahatan siber melalui mata uang digital (Crypto Currency) Penelitian ini dilakukan terhadap permasalahan hukum dari sisi normatif berdasarkan aturan hukum dalam perundang-undangan maupun norma. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan bahan hukum hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Mata uang virtual bitcoin ini telah didefinisikan oleh FATF sebagai representasi digital dari nilai tukar yang dapat diperdagangkan secara virtual dan berfungsi sebagai (1) media pertukaran; dan / atau (2) satu unit akun; dan / atau (3) penyimpan nilai, tetapi tidak memiliki status tender legal di yurisdiksi mana pun. Bitcoin sebagai mata uang digital, tetap dapat disinggung di dalam penjelasan mengenai transaksi keuangan dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 8 Tahun 2010, yaitu merujuk pada penerimaan, pentransferan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Maka, bitcoin pun seharusnya tetap dapat dipidanakan jika terkait dengan transaksi yang dilakukan. Kegiatan yang dapat dilakukan secara legal melalui bitcoin hanya dalam bentuk investasi sehingga rentan terjadi tindakan pencucian uang di dalamnya. Dalam upaya penanggulangan terjadinya tindak pidana pencucian uang melalui mata uang digital di Indonesia maka Indonesia dapat mengambil beberapa contoh model penengakan hukum di beberapa Negara seperti diantaranya Swiss.
PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA ANAK DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK DAN KETENAGAKERJAAN Hikmat, Ahmad Muhammad Ridwan Saifl
Pemuliaan Hukum Vol. 4 No. 2 (2021): Pemuliaan Hukum
Publisher : Law Study Program, Faculty of Law, Nusantara Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30999/jph.v4i2.1481

Abstract

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Hukum perlindungan anak yaitu perundang-undangan yang menjamin pelaksanaan kegiatan perlindungan anak dalam berbagai bidang khususnya dalam bidang ketenagakerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum, kendala serta permasalahannya bagi tenaga kerja anak dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan metode pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan). Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen dan metode analisa data untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah upaya perlindungan hukum bagi pekerja anak yang bekerja di Alifah Hijab Store belum memperoleh perlindungan yang layak dari lingkungan sekitar, pihak pengusaha dan pihak yang berwajib. Pekerja anak tersebut telah tereksploitasi baik disadari ataupun tidak oleh seluruh pihak yang berkepentingan. Dengan minimnya standar upah buruh di masa pandemi ini yang menyebabkan perekonomian menjadi sulit. Hak-hak anak sebagai pekerja yang telah terlanggar. Kenyataanya yang terjadi dimana ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sering dilanggar oleh pihak pengusaha yang mempekerjakan anak sebagai buruh. Bahaya lingkungan pekerjaan yang berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja anak. Ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebenarnya cukup memfasilitasi kepentingan anak sebagai pekerja. Namun masih kurangnya kesadaran dari pihak pengusaha dalam menjalankan peraturan perundang-undangan tersebut. Para pekerja anak juga belum atau bahkan tidak menyadari hak-hak mereka sebagai pekerja hingga mereka tidak berjuang menuntut hak-haknya. Saran yang dapat penulis kemukakan yakni perlu ditetapkannya peraturan khusus yang mengatur mengenai anak sebagai pekerja dan sebagai buruh, mengingat lemahnya posisi anak sebagai pekerja dibandingkan dengan para pengusaha. Bagi pengusaha yang mempekerjakan anak sebagai buruh senantiasa memperhatikan dan memberikan batas waktu bekerja bagi anak mengingat bahwa kondisi fisik anak tidaklah sekuat orang dewasa.
Konsep Jenis Lembaga Jaminan Utang Pada koperasi Gunawan, Gunawan
Pemuliaan Hukum Vol. 4 No. 2 (2021): Pemuliaan Hukum
Publisher : Law Study Program, Faculty of Law, Nusantara Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30999/jph.v4i2.1955

Abstract

In the practice of binding debt guarantees in the Rukun Mekar Savings and Loans Cooperative, there is a conflict between das sollen and das sein, or there is an imbalance between reality/empirical and ideal conditions, namely, regarding the provision of loans with collateral without being encumbered by mortgage or fiduciary rights. The reason for this is that the process of imposing mortgage rights, or fiduciary, is not a simple process, takes a long time and costs a lot of money. Based on these problems, this study aims to find out about the concept of types of debt guarantee institutions in cooperatives, which are different from mortgages, fiduciaries, pledges, mortgages, and warehouse receipts. The research specification is descriptive analytical, with a normative juridical approach, using the main source of secondary data, and the research is carried out in one stage, namely, library research, which is supported by interviews using data collection techniques consisting of library research and interviews, then secondary data and interviews. The results of the interviews inventoried were analyzed qualitatively normatively. This study found the results: the concept of a type of debt guarantee institution in cooperatives, is a concept that offers debt guarantee institutions that apply specifically to cooperatives that are different from mortgage, fiduciary, mortgage, mortgage, and warehouse receipt institutions, the agreement is made in the form of a deed. under a binding hand, the object of the guarantee is all objects, whether movable or immovable, tangible or intangible, whether existing or will be owned by the borrower, which gives a preferred position to the cooperative, the process is simple, fast, low cost, and also has the executive power of slag, namely the object of debt guarantees can be executed by force by the cooperative, if the borrower defaults, without the need for a civil court process, so as to provide legal certainty, justice, and benefit to the parties, especially the cooperatives.

Page 1 of 1 | Total Record : 6