Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL KEJAHATAN SIBER (CYBER CRIME) MELALUI MATA UANG DIGITAL (CRYPTO CURRENCY) Dewi Asri Puanandini
JURNAL PEMULIAAN HUKUM Vol 4, No 2 (2021): Jurnal Pemuliaan Hukum
Publisher : Universitas Islam Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.475 KB) | DOI: 10.30999/jph.v4i2.1480

Abstract

This study aims to examine the crime of money laundering originating from cyber crimes through digital currency (Crypto Currency). This research uses a normative juridical approach with primary and secondary legal materials. The results of this study indicate that this virtual bitcoin currency has been defined by the FATF as a digital representation of exchange rates that can be traded virtually and functions as (1) a medium of exchange; and/or (2) one unit of account; and/or (3) a store of value, but does not have legal tender status in any jurisdiction. Bitcoin as a digital currency, can still be mentioned in the explanation of financial transactions in Article 1 number 4 of Law no. 8 of 2010, which refers to the receipt, transfer, deposit, withdrawal, book-entry, payment, grant, donation, deposit, and/or exchange of a sum of money or other actions and/or activities related to money. So, bitcoin should still be penalized if it is related to the transactions made. Activities that can be carried out legally through bitcoin are only in the form of investments so that they are vulnerable to money laundering. In an effort to overcome the occurrence of money laundering through digital currency in Indonesia, Indonesia can take several examples of law enforcement models in several countries such as Switzerland.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tindak pidana pencucian uang yang berasal dari kejahatan siber melalui mata uang digital (Crypto Currency) Penelitian ini dilakukan terhadap permasalahan hukum dari sisi normatif berdasarkan aturan hukum dalam perundang-undangan maupun norma. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan bahan hukum hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Mata uang virtual bitcoin ini telah didefinisikan oleh FATF sebagai representasi digital dari nilai tukar yang dapat diperdagangkan secara virtual dan berfungsi sebagai (1) media pertukaran; dan / atau (2) satu unit akun; dan / atau (3) penyimpan nilai, tetapi tidak memiliki status tender legal di yurisdiksi mana pun. Bitcoin sebagai mata uang digital, tetap dapat disinggung di dalam penjelasan mengenai transaksi keuangan dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 8 Tahun 2010, yaitu merujuk pada penerimaan, pentransferan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Maka, bitcoin pun seharusnya tetap dapat dipidanakan jika terkait dengan transaksi yang dilakukan. Kegiatan yang dapat dilakukan secara legal melalui bitcoin hanya dalam bentuk investasi sehingga rentan terjadi tindakan pencucian uang di dalamnya. Dalam upaya penanggulangan terjadinya tindak pidana pencucian uang melalui mata uang digital di Indonesia maka Indonesia dapat mengambil beberapa contoh model penengakan hukum di beberapa Negara seperti diantaranya Swiss.
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG PEKERJA MIGRAN INDONESIA Dewi Asri Puanandini
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 14, No 2 (2020): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/adliya.v14i2.9938

Abstract

This study aims to examine the problems of law enforcement against human trafficking against Indonesian migrant workers. This research was conducted on legal issues from the normative side based on the rule of law in legislation and norms. This study uses a normative juridical approach with primary and secondary legal materials. The results of this study indicate that the law enforcement process against the criminal act of trafficking of Indonesian migrant workers, there are parties that are organized, starting from the Indonesian Migrant Worker Placement Company for Civil Employment, Health (medical checkup), Immigration (making passports), and at the airport. P3MI uses unscrupulous immig­ra­tion officers who can pass prospective Indonesian migrant workers with a number of rewards. Law enforcement carried out by the Indonesian Migrant Workers Protection Agency by postponing services, revoking company permits, written warnings, temporarily suspending part or all of business activities, canceling the departure of prospective migrant workers, and or returning from abroad at their own expense. The long-term effort is to closely monitor Indonesian labor service companies.
PENERAPAN HUKUM PIDANA DALAM KASUS PENCUCIAN UANG DI SEKTOR PERBANKAN Rosgita, Jimpit; yantini , Sheilla Priyayi; Puanandini, Dewi Asri
Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora Vol. 2 No. 10 (2024): Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora
Publisher : Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pencucian uang merupakan tindak pidana yang signifikan dengan dampak merugikan terhadap stabilitas keuangan dan integritas ekonomi suatu negara, termasuk Indonesia. Tindak pidana ini dilakukan dengan cara menyamarkan asal-usul dana yang diperoleh secara ilegal agar terlihat sah. Oleh karena itu, penerapan hukum pidana yang efektif sangat penting dalam menangani kasus pencucian uang, khususnya di sektor perbankan yang berfungsi sebagai saluran utama transaksi keuangan. Kerangka hukum yang mengatur pencucian uang di Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), yang menekankan prinsip Know Your Customer (KYC) dan mewajibkan lembaga keuangan untuk melaporkan transaksi mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, berbagai tantangan menghambat efektivitas ketentuan hukum ini, termasuk kurangnya pemahaman di kalangan pegawai bank tentang penerapan KYC, pengawasan yang tidak konsisten oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan koordinasi antar lembaga yang kurang baik. Selain itu, perkembangan teknologi keuangan yang pesat telah membuat pencucian uang semakin kompleks, sehingga memerlukan respons regulasi dan kolaborasi yang lebih baik di antara lembaga terkait. Untuk meningkatkan efektivitas hukum pidana dalam memerangi pencucian uang, diperlukan reformasi strategis, termasuk peningkatan pelatihan bagi pegawai bank, kemampuan teknologi yang lebih baik untuk analisis transaksi, dan sanksi yang lebih ketat bagi pelanggaran. Dengan mengatasi isu-isu ini, Indonesia dapat memperkuat pengawasan keuangan dan mekanisme penegakan hukum untuk secara efektif melawan pencucian uang.
TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN LUAR BIASA SERTA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI PERSPEKTIF DAMPAK SERTA UPAYA PEMBERANTASAN Puanandini, Dewi Asri; Supriatna, Danu; Idris, Fahmi
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 2, No 3 (2023): JPS (Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum)
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v3i3.1047

Abstract

Corruption in Indonesia is no longer a new problem in legal issues for a country because the problem of corruption has existed for thousands of years, both in developed and developing countries including Indonesia. In fact, the development of corruption in Indonesia is now so severe and has become an extraordinary problem because it has infected and spread to all levels of society. The crime of corruption in the past was regulated in the Criminal Code, which due to the dynamics that developed in society, then the regulation underwent changes which were more of a special nature or lex specialis which was then regulated for the first time in Law Number 31 of 1999 jo. Amendment to Law Number 20 of 2001 concerning the Eradication of Corruption. In its journey, corruption activities are carried out by the highest power holders who have positions, where these positions are mostly the result of winning elections in a party. The Anti-Corruption Law states that people who commit corruption must compensate the state for losses, due to the economic and social impact of an area on state finances. The addition of heavy prison sentences for corruptors certainly has a deterrent effect on the perpetrators of corruption, which is expected to reduce the crime of corruption. The crime of corruption is one part of a special criminal offense in addition to having certain specifications that are different from general criminal offenses. The Corruption Crime Law is a regulation that has a specific nature, both regarding Formal Criminal Law (Procedure) and Material (Substance). The legal consequences of a criminal offense becoming a corruption offense include: The institution that handles corruption crimes, the evidentiary system Evidence in corruption crimes applies an inverse evidence system that is limited or balanced, and in terms of punishment. The purpose of this paper is to determine the implications of handling a criminal case as a corruption offense.ABSTRAKKorupsi di Indonesia bukan lagi sebagai masalah baru dalam persoalan hukum bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan masalah perkembangan korupsi di Indonesia saat ini sudah demikian parahnya dan menjadi masalah yang luar biasa karena sudah menjangkit dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Tindak pidana korupsi pada zaman dahulu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang karena dinamika yang berkembang dalam masyarakat, maka selanjutnya peraturan tersebut mengalami perubahan di mana lebih kepada bersifat khusus atau lex specialis yang selanjutnya kemudian diatur untuk pertama kali dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam perjalanannya kegiatan korupsi dilakukan oleh para pemegang kekuasaan tertinggi yang memiliki jabatan, yang mana jabatan tersebut kebanyakan merupakan hasil dari pemenang pemilu dalam suatu partai. Dalam UU PTPK. dinyatakan bahwa orang yang melakukan korupsi harus mengganti kerugian negara, dikarenakan dampak ekonomi dan sosial suatu wilayah yang ditimbulkannya pada keuangan negara. Pada perjalanannya penambahan vonis penjara bagi para koruptor yang berat tentu saja memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi, yang di mana dengan hal tersebut diharapkan tindak pidana korupsi dapat berkurang. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari tindak pidana khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan tindak pidana umum. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi merupakan aturan yang mempunyai sifat kekhususan, baik menyangkut Hukum Pidana Formal (Acara) maupun Materil (Substansi). Akibat hukum suatu tindak pidana menjadi tindak pidana korupsi, antara lain : Lembaga yang menangani tindak pidana korupsi, sistem pembuktiannya Pembuktian dalam tindak pidana korupsi menerapkan sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang, dan dari segi pendanaannya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana implikasi penanganan perkara suatu tindak pidana sebagai tindak pidana korupsi.
PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Puanandini, Dewi Asri; Turyadi, Lucky Darmawan; Saputra, Muhamad Alfin
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 3, No 1 (2024): JPS (Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum)
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v3i3.1096

Abstract

Human Trafficking (TPPO) is a serious and dangerous crime that is increasingly prevalent in Indonesia. This crime involves not only the trafficking of humans for sexual exploitation, but also for forced labor and other forms of exploitation. In addressing this issue, law enforcement agencies play a crucial role in prevention, enforcement, and protection of victims. This article aims to examine the role of law enforcement agencies, such as the Police, Prosecutors, and Courts, in combating Human Trafficking in Indonesia. Using a normative and empirical legal approach, this article analyzes the effectiveness of existing regulations, the cooperation mechanisms among law enforcement agencies, and the challenges faced in handling Human Trafficking cases. The research findings show that although there are laws regulating the eradication of Human Trafficking, there are still many obstacles in their implementation, particularly concerning inter-agency coordination, limited resources, and public legal awareness. Therefore, strengthening the capacity of law enforcement agencies and enhancing international cooperation are necessary to combat Human Trafficking more effectively.ABSTRAKTindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan salah satu bentuk kejahatan yang serius dan berbahaya yang semakin marak di Indonesia. Kejahatan ini tidak hanya melibatkan perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual, tetapi juga untuk kerja paksa dan bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. Dalam menghadapi masalah ini, lembaga penegak hukum memegang peranan yang sangat penting, baik dalam pencegahan, penindakan, maupun perlindungan terhadap korban. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji peran lembaga penegak hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan, dalam pemberantasan TPPO di Indonesia. Melalui pendekatan hukum normatif dan empirik, artikel ini menganalisis efektivitas peraturan perundang-undangan yang ada, mekanisme kerja sama antar lembaga penegak hukum, serta tantangan yang dihadapi dalam penanganan kasus TPPO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun sudah ada undang-undang yang mengatur pemberantasan TPPO, namun masih terdapat banyak kendala dalam implementasinya, terutama terkait dengan koordinasi antar lembaga, keterbatasan sumber daya, dan kesadaran hukum masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan penguatan kapasitas lembaga penegak hukum serta peningkatan kerjasama internasional untuk memerangi TPPO secara lebih efektif.
EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Puanandini, Dewi Asri; Syidiq, Muhammad Syahid; Noevera, Jihan Pasha
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 2, No 2 (2023): JPS (Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum)
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v3i3.1048

Abstract

Law No. 8/2010 on the Prevention and Eradication of Money Laundering is a legal framework designed to prevent and eradicate money laundering practices that have far-reaching impacts on economic stability, financial system integrity, and good governance. This law aims to create an integrated system through regulation of law enforcement, financial transaction supervision, and coordination between institutions such as the Financial Services Authority (OJK), the Financial Transaction Reports and Analysis Center (PPATK), and other law enforcement agencies. This research analyzes the effectiveness of the implementation of this law by using normative juridical method and qualitative approach. The results show that although Law No. 8/2010 has a strong legal foundation, its implementation still faces a number of challenges. These challenges include the lack of harmonization of regulations between sectors, discrepancies in the application of sanctions, and limited capacity of law enforcement in understanding the complexity of money laundering crimes, especially related to cross-border transactions and the use of modern technology. In addition, suboptimal inter-agency cooperation hampers the effectiveness of supervision and prosecution. This research confirms that to optimize the implementation of this law, efforts are needed to strengthen the capacity of law enforcement through training based on the latest technology, improving the technological infrastructure of financial supervision, and revising regulations to create synergies between agencies. In addition, it is necessary to develop a sophisticated data analysis system to detect suspicious transaction patterns in real-time. Thus, this law can function optimally in suppressing money laundering crimes, strengthening the national financial system, and supporting sustainable economic growth.ABSTRAKUndang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan kerangka hukum yang dirancang untuk mencegah dan memberantas praktik pencucian uang yang memiliki dampak luas terhadap stabilitas ekonomi, integritas sistem keuangan, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Undang-Undang ini bertujuan menciptakan sistem yang terintegrasi melalui pengaturan penegakan hukum, pengawasan transaksi keuangan, dan koordinasi antar lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta lembaga penegak hukum lainnya. Penelitian ini menganalisis efektivitas implementasi Undang-Undang ini dengan menggunakan metode yuridis normatif dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 memiliki landasan hukum yang kuat, pelaksanaannya masih menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan tersebut meliputi kurangnya harmonisasi regulasi antar sektor, ketidaksesuaian dalam penerapan sanksi, dan keterbatasan kapasitas penegak hukum dalam memahami kompleksitas tindak pidana pencucian uang, terutama terkait transaksi lintas negara dan penggunaan teknologi modern. Selain itu, kerja sama antar lembaga yang belum optimal menghambat efektivitas pengawasan dan penindakan. Penelitian ini menegaskan bahwa untuk mengoptimalkan implementasi undang-undang ini, diperlukan upaya penguatan kapasitas penegak hukum melalui pelatihan yang berbasis teknologi terkini, peningkatan infrastruktur teknologi pengawasan keuangan, dan revisi regulasi untuk menciptakan sinergi antar instansi. Selain itu, diperlukan pengembangan sistem analisis data yang canggih untuk mendeteksi pola-pola transaksi mencurigakan secara real-time. dengan demikian, undang-undang ini dapat berfungsi secara optimal dalam menekan tindak pidana pencucian uang, memperkuat sistem keuangan nasional, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN KEBIJAKAN NASIONAL Puanandini, Dewi Asri; Taufiqurrahmawati, Halena; Azhari, Ahmad Fauzy Nurazmy
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 3, No 2 (2024): JPS (Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v3i3.1157

Abstract

Money laundering (ML) is one of the most serious crimes that has a wide-ranging impact on economic stability, the financial system, and the integrity of the state. This article aims to analyze strategies to prevent and counter ML from the perspective of national laws and policies in Indonesia. This research uses a normative juridical approach with secondary data analysis from laws, regulations and other official documents. The results show that although Indonesia has comprehensive regulations, such as Law No. 8/2010 on the Prevention and Eradication of ML, implementation in the field still faces various challenges, including inter-agency coordination, law enforcement capacity, and public awareness. This article also explores the role of digital technology in detecting and preventing illicit financial flows. The author recommends strengthening inter-agency cooperation, increasing the capacity of law enforcement, and integrating technology-based financial reporting systems as strategic steps to strengthen efforts to eradicate ML in Indonesia.ABSTRAKTindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan salah satu kejahatan serius yang berdampak luas terhadap stabilitas ekonomi, sistem keuangan, dan integritas negara. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis strategi pencegahan dan penanggulangan TPPU dari perspektif hukum dan kebijakan nasional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan analisis data sekunder dari Undang-Undang, peraturan, dan dokumen resmi lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah memiliki regulasi yang komprehensif, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk koordinasi antar lembaga, kapasitas penegak hukum, dan kesadaran masyarakat. Artikel ini juga mengeksplorasi peran teknologi digital dalam mendeteksi dan mencegah aliran dana ilegal. Penulis merekomendasikan penguatan kerja sama antar lembaga, peningkatan kapasitas penegak hukum, serta integrasi sistem pelaporan keuangan berbasis teknologi sebagai langkah strategis untuk memperkuat upaya pemberantasan TPPU di Indonesia.
ORGANISASI NON-PROFIT (YAYASAN) SEBAGAI MEDIA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Puanandini, Dewi Asri; Alamyah, Mohamad Fajar; Syabani, Aliefiyar Muchamad
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 2, No 3 (2023): JPS (Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum)
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v3i3.1049

Abstract

Non-Profit Organizations such as Foundations receive attention when there are allegations of money laundering. In its development, the Foundation is used as a medium for money laundering due to the weak regulation of the organization of the Foundation. This research aims to find out how the legal arrangements of the Foundation, mapping risk factors and prevention efforts against the organization of the foundation as a medium for money laundering. This research is normative in nature using a statutory approach and conceptual approach. The results show that the Foundation is regulated through laws and government regulations, there are four risk factors for organizing foundations as a medium for money laundering, namely anonymous donations / mysterious donors, overvaluation of donated assets, misuse of funds, and other unusual transactions. Likewise, the importance of implementing proper due diligence procedures as an effort to prevent money laundering in the acceptance of foundation donations. The research concludes that money laundering threatens the integrity and stability of financial systems and institutions, including foundations. Foundation regulation in Indonesia is still limited, not comprehensive and very vulnerable to money laundering, so further research is needed to compare legislation in several other countries related to the Foundation.ABSTRAKOrganisasi Non-Profit seperti Yayasan mendapat perhatian ketika ada dugaan terjadinya pencucian uang. Dalam perkembangannya Yayasan dijadikan sebagai media pencucian uang akibat lemahnya pengaturan terhadap penyelenggaraan Yayasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum Yayasan, memetakan faktor risiko dan upaya pencegahan terhadap penyelenggaraan yayasan sebagai media tindak pidana pencucian uang. Penelitian ini bersifat normatif menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Yayasan diatur melalui Undang-Undang dan peraturan pemerintah, terdapat empat faktor risiko penyelenggaraan yayasan sebagai media pencucian uang yaitu sumbangan anonim/donor misterius, overvaluation aset sumbangan, penyalahgunaan dana, dan transaksi tidak biasa lainnya. Demikian juga pentingnya penerapan due diligence procedure yang tepat sebagai upaya mencegah pencucian uang dalam penerimaan donasi yayasan. Kesimpulan penelitian bahwa pencucian uang mengancam integritas dan stabilitas sistem dan lembaga keuangan, termasuk yayasan. Pengaturan Yayasan di Indonesia masih terbatas, belum komprehensif dan sangat rentan terhadap pencucian uang, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan peraturan perundang-undangan di beberapa negara lain terkait Yayasan.
PERMASALAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI PELANGGARAN ATAS HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT Puanandini, Dewi Asri; Putro, Ridzki Andiyono
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 3, No 2 (2024): JPS (Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v3i3.1172

Abstract

As time goes by, corruption is becoming more common and causing a lot of losses. Judging from how numerous and frequent this crime was committed, corruption seems to be considered as an ordinary and commonplace form of crime. Not only that, the punishment imposed on the suspects in corruption cases is relatively light when compared to the results of the crimes that have been committed. This makes many people wonder whether corruption is taken seriously in protecting the interests of the nation and state, especially Human Rights. This study aims to analyse the problem of corruption as a gross violation of Human Rights. The writing method used in the research are literature study and juridical analysis. The results of the study show that corruption as a form of crime does not only harm the state and society, but also perpetuates basic human rights such as the right to justice, the right to freedom from poverty, and legal recognition. Therefore, it is necessary to prevent and eradicate corruption effectively and efficiently in order to protect human rights and the quality of life of the community.ABSTRAKSeiring dengan berjalannya waktu, tindak pidana korupsi semakin menjadi-jadi dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Dari banyaknya dan seringnya bentuk kejahatan ini dilakukan, korupsi seolah-olah dianggap sebagai bentuk kejahatan yang biasa dan lumrah. Tidak hanya itu, hukuman yang dikenakan kepada para tersangka kasus korupsi terbilang ringan jika dibandingkan dengan hasil kejahatan yang telah diperbuat. Hal ini membuat banyak pihak berandai-andai apakah korupsi ditanggapi secara serius dalam melindungi kepentingan bangsa dan negara, khususnya Hak Asasi Manusia (HAM). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan tindak pidana korupsi sebagai sebuah pelanggaran HAM yang berat. Metode penulisan yang digunakan pada penelitian yang digunakan adalah studi literatur dan analisis secara yuridis. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa korupsi sebagai sebuah bentuk kejahatan tidak hanya merugikan negara dan masyarakat, tetapi juga melanggat hak-hak dasar manusia seperti hak atas keadilan, hak atas kebebasan dari kemiskinan, dan ha katas pengakuan hukum. Oleh karena itu, perlu adanya pencegahan dan pemberantasan korupsi secara efektif dan efisien dalam rangka melindungi HAM serta kualitas hidup masyarakat.
EFEKTIVITAS PENANGANAN PENEGAKAN HUKUM TERPADU DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG DI INDONESIA Puanandini, Dewi Asri; Oktaviani, Nabilla; Setyani, Nurul Endah
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 2, No 1 (2023): (JPS) Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v3i3.1038

Abstract

This journal explores the effectiveness of integrated law enforcement in eradicating criminal acts of corruption and money laundering in Indonesia. Corruption and money laundering are two crimes that are interrelated and have a detrimental impact on the economy and public trust. Integrated law enforcement, which involves collaboration between various law enforcement agencies, government, and civil society, is expected to increase effectiveness in dealing with these two types of crime. In this analysis, we identified various challenges faced in law enforcement, including weak monitoring systems, lack of coordination between institutions, as well as a culture of corruption that is still entrenched. The latest release of the Corruption Perception Index (IPK) shows that Indonesia is still facing serious challenges in eradicating corruption, with many cases going unsolved and perpetrators not being fairly punished. In addition, money laundering is often carried out in sophisticated ways, taking advantage of gaps in existing regulations and financial systems. This journal also discusses various strategies that have been implemented at the global level and how these strategies can be adapted for the Indonesian context. Through a comprehensive and collaborative approach, it is hoped that integrated law enforcement can provide better results in eradicating criminal acts of corruption and money laundering. This journal concludes that the success of law enforcement does not only depend on legal aspects, but also on active community participation and strong political commitment to create an environment free from corruption. Thus, integrated law enforcement can be the key to creating social justice and encouraging sustainable development in Indonesia.ABSTRAKJurnal ini mengeksplorasi efektivitas penanganan penegakan hukum terpadu dalam memberantas tindak pidana korupsi dan pencucian uang di Indonesia. Tindak pidana korupsi dan pencucian uang merupakan dua kejahatan yang saling terkait dan memiliki dampak yang merugikan terhadap perekonomian dan kepercayaan publik. Penegakan hukum terpadu, yang melibatkan kolaborasi antara berbagai lembaga penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat sipil, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dalam menangani kedua jenis kejahatan ini. Dalam analisis ini, kami mengidentifikasi berbagai tantangan yang dihadapi dalam penegakan hukum, termasuk lemahnya sistem pengawasan, kurangnya koordinasi antar lembaga, serta budaya korupsi yang masih mengakar. Hasil rilis terbaru dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam memberantas korupsi, dengan banyak kasus yang tidak terungkap dan pelaku yang tidak dihukum secara adil. Selain itu, pencucian uang sering kali dilakukan dengan cara yang canggih, memanfaatkan celah dalam regulasi dan sistem keuangan yang ada. Jurnal ini juga membahas berbagai strategi yang telah diterapkan di tingkat global dan bagaimana strategi tersebut dapat diadaptasi untuk konteks Indonesia. Melalui pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan penegakan hukum terpadu dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam memberantas tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Jurnal ini menyimpulkan bahwa keberhasilan penegakan hukum tidak hanya bergantung pada aspek hukum, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakat dan komitmen politik yang kuat untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari korupsi. Dengan demikian, penegakan hukum terpadu dapat menjadi kunci dalam menciptakan keadilan sosial dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia.