cover
Contact Name
Anggraeni Endah Kusumaningrum
Contact Email
anggraeni@untagsmg.ac.id
Phone
+6224-3558376
Journal Mail Official
spektrumhukum@untagsmg.ac.id
Editorial Address
Jl. Pemuda 70 Semarang 50133
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Spektrum Hukum
ISSN : 18580246     EISSN : 23551550     DOI : 10.35973/Spektrum hukum
Core Subject : Social,
Jurnal SPEKTRUM HUKUM, merupakan jurnal peer review yang di terbitkan oleh Program Magister Ilmu Hukum Untag semarang, SPEKTRUM HUKUM diterbitkan dua kali dalam setahun pada bulan April, dan Oktober. Ruang lingkup artikel yang diterbitkan dalam jurnal ini berkaitan dengan berbagai topik di bidang Hukum Pidana, Hukum Perdata bisnis, Hukum politik pemerintahan, Hukum Kesehatan, serta bidang kajian hukum secara luas.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM" : 9 Documents clear
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN YANG MENGGUNAKAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA Ruddy Handoko
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.838 KB) | DOI: 10.35973/sh.v14i2.1077

Abstract

Konsep outsourching dalam UU Ketenagakerjaan terbagi dalam dua kategori yaitu outsourching pekerjaan dan outsourching pekerja. Banyak perusahaan yang mempekerjakan buruh dengan sistem outsourching untuk semua pekerjaan, baik pekerjaan inti maupun pekerjaan penunjang. Pasal 65 ayat (2) huruf a UU tentang ketenagakerjaan telah menentukan bahwa pekerjaan penunjang saja yang dilakukan dengan outsourching baik melalui outsourching pekerjaan maupun outsourching pekerja. Perusahaan yang mempekerjaan Pekerja dengan sistem Outsourcing, senantiasa membuat para pekerja resah, karena masa kerjanya dibatasi dengan waktu tertentu,sehingga kadang-kadang sering terjadi demo mengakibatkan situasi perusahaan tidak kondusif. Penggunaan tenaga kerja dengan sistem outsourcing masih banyak persoalan sehingga tenaga kerja sering pada posisi yang lemah. Hal ini yang perlu dilakukan Pemerintah dalam penegakan hukum bagi perusahaan yang menggunakan tenaga kerja dengan sistem outsoursing, agar hak-hak para pekerja dapat terlindungi sesuai ketentuanUndang-undang No. 13 Tahun 2003.
REHABILITASI SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA Sri Wulandari
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.633 KB) | DOI: 10.35973/sh.v14i2.1083

Abstract

Penyalahguna narkotika dan obat - obatan terlarang di Indonesia sangat memprihatinkan, bersifat urgen dan kompleks serta menunjukan tren yang semakin meningkat dengan resiko kecanduan yang semakin tinggi. Bahaya narkoba membawa dampak luar biasa terhadap keselamatan jiwa, keamanan dan ketahanan berbangsa dan bernegara sehingga perlu dilakukan upaya pengawasan secara ketat untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan narkotika. Rehabilitasi sebagai alternatif penyelamatan para pengguna dari belenggu narkoba, karenanya diperlukan kepedulian dari setiap komponen untuk bersama-sama melakukan pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. Badan Narkotika Nasional (BNN) diberikan kewenangan pemerintah untuk melakukan penanganan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi, sebab pengenaan pidana penjara 4 tahun (UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika) bukan solusi yang tepat dan efektif serta tidak memiliki efek jera karena penyalahguna narkotika adalah korban. Ironisnya Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang seharusnya menjadi tempat rehabilitasi dan reintegrasi sosial narapidana malah dijadikan sarana pengendalian peredaran narkotika. 
PRESIDEN DALAM PENGANGKATAN DUTA BESAR REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 SETELAH PERUBAHAN Suroto Suroto
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.881 KB) | DOI: 10.35973/sh.v14i2.1079

Abstract

Fungsi DPR adalah pengawasan legislasi anggaran menjadikan setiap kebijakan  pemerintah yang akan dibuat maupun dilaksanakan harus mendapat persetujuannya. Hak prerogatif presiden semakin sempit karena DPR mcncmpatkan diri lembaga penentu kata 'memutuskan”, sehingga rumusan masalah sebagai berikut Presiden dan peran DPR dalam pengangkatan duta besar Republik Indonesia. Metode penelitiannya diskriptif, dengan data sekunder dan hasil penelitianya disusun secara sistematis dan integrasikan dalam hukum tala negara, dilunjukkan dalam pasal 13 ayat (2).“Dalam hal mengangkat duta besar Presiden memperhatikan pertimbangan DPR”. Peran DPR disini yaitu sebagai lembaga penentu tidak hanya hak prerogratif presiden, namun juga melibatkan peran DPR untuk memberikan pertimbangan.
KONTESTASI NORMA HAK GUGAT PASIEN DENGAN NORMA ADEKUAT DALAM PASAL 32 HURUF Q UU RUMAH SAKIT Edy Sismarwoto
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.82 KB) | DOI: 10.35973/sh.v14i2.1074

Abstract

Fokus penelitian ini adalah perlindungan hukum atas Hak Pasien apabila terjadi sengketa perdata, karena adanya kelalaian dokter Rumah Sakit yang merugikan pasien. Dengan metode penelitian yuridis normatif ditemukan norma yang disharmonis di dalam satu ketentuan UU Rumah Sakit, yaitu terdapat kontestasi antara norma hak gugat pasien dengan norma adekuat, sehingga norma hak gugat pasien tidakdapat dilaksanakan. Analisis interpretatif terhadap logika aturan hokum digunakan untuk memahami persoalan tersebut dan menemukan solusinya. Adanya norma adekuat menghalangi gugatan perdata sehingga harus direformulasi dengan norma adekuat lain yang harmonis dengan hak gugat perdata.
PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN TERHADAP PEMBERIAN OBAT YANG TIDAK RASIONAL DALAM UPAYA KESELAMATAN PASIEN Edi Widayat
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.1 KB) | DOI: 10.35973/sh.v14i2.1080

Abstract

Hukum kesehatan semakin dikenal oleh publik, sedangkan pemberian obat yang  tidak rasional masih sering dilakukan oleh dokter dalam praktik sehari-hari, sehingga rawan terjadinya kesalahan bahkan menimbulkan kerugian pada pasien. Dalam penelitian ini yang berjudul “ Perlindungan Hukum Pasien Terhadap Pemberian Obat Yang Tidak Rasional Dalam Upaya Keselamatan Pasien: Permasalahan : 1. Bagaimana Perlindungan hukum pasien terhadap pemberian obat yang tidak rasional dalam upaya keselamatan pasien . 2. Bagaimana kendala dan solusi perlindungan hukum pasien terhadap pemberian obat yang tidak rasional dalam upaya keselamatan pasien di Rumah Sakit Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindunganhukum pasien terhadap pemberian obat yang tidak rasional dalam upaya keselamatan pasien, untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kendala dan solusi perlindungan hukan pasien terhadap penggunaan obat yang tidak rasional dalam upaya keselamatan pasien. Metoda penelitiannya adalah yuridis normatif dengan data sekunder dari kepustakaan yang didukung dengan data primer dari hasil wawancara terbuka, dianalisis dengan mengunakan metode deskritif analisis. Adapun hasil penelitiannya : masih banyak ditemukan pemberian obat/resep yang berlebihan ( yang tidak rasional) kepada pasien. Sedangkan kendalanya kekurang perdulian dokter,dikarenakan tidak mengikuti perkembangan keilmuan, kurangnya pengawasan dan pembinaan dalam penggunaan Formularium nasional. Upaya penegakan hukum yang dilakukan selama ini belum memadai untuk mencegah dan memberantas penggunaan obat tidak rasional yang merugikan masyarakat. Rekomendasi yang diajukan : Perlu ada sangsi yang jelas dalam menegakkan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016. Direktur selaku pimpinan Rumah Sakit hendaknya berani memberikan teguran baik secara lisan maupun tertulis .Hendaknya Rumah Sakit selalu memberikan data terbaru tentang obat Formularium Nasional dan obat yang ditentukan oleh Rumah Sakit
TANGGUNG JAWAB HUKUM RUMAH SAKIT TERHADAP PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT DI RUMAH SAKIT Sri Wahyuni
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.567 KB) | DOI: 10.35973/sh.v14i2.1075

Abstract

Rumah Sakit mcmiliki kewajiban untuk memberikan pertolongan (emergency)tanpa mengharuskan pembayaran uang muka terlebih dahulu, hal ini tertuang dalam Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu, Pasal 32 ayat ( 1 ) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pecegahan keeacatan terlebih dahulu. Pasal 32 ayat ( 2 ) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Permasalahan yang diajukan :1. Bagaimana Tanggungjawab Hukum Rumahsakit terhadap Pasien gawat darurat?2. Apa hambatan dan solusi Rumah sakit terhadap penanganan pasien gawat darurat di Rumah Sakit?3 .Bagaimana Akibat Hukum terhadap Rumah Sakit menolak memberikan penanganan pada pasien Gawat Darurat?.Tujuan dilakukan penelitian ini adalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan meganalisis Tanggungjawab Hukum Rumah sakit terhadap Pasien gawat darurat. 2.Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan dan Solusi Rumah sakit terhadap penangana pasien gawat darurat di Rumah Sakit. 3. Untuk mengetahui Akibat Hukum terhadap Rumah Sakit menolak memberikan penanganan pada pasien Gawat Darurat. Metoda penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan data sekunder dari kepustakaan yang didukung dengan data primer dari hasil wawancara terbuka, dianalisis dengan mengunakan metode deskritif analisis. Adapun hasil penelitiannya : Rumah Sakit bertanggung jawab atas tindakan tenaga kesehatan di rumah sakit, yang menyebabkan kerugian pada seseorang / pasien, dengan dasar secara yuridis normatif hal ini merupakan penerapan ketentuan Pasal 1367KUHPerdata dan pasal 46 Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Dari jenis pelayanan yang ada di rumah sakit, diharapkan dapat memberikan pengobatan dan pemulihan kesehatan kepada pasien. Salah satu pelayanan yang ada di rumah sakit adalah pelayanan gawat darurat
TINJAUAN HUKUM KEWAJIBAN VERIFIKASI DAN VALIDASI BEA PEROLEHAN TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGIKUTI PENGAMPUNAN PAJAK DI KOTA SEMARANG Erlina Setyawati
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.591 KB) | DOI: 10.35973/sh.v14i2.1081

Abstract

Verifikasi lapangan BPHTB seringkali menimbulkan konflik atau permasalahan dalam pelaksanaannya. Salah satu yang terjadi adalah di saat wajib pajak akan melakukan balik nama, mereka dihadapkan pada pembayaran nilai BPHTB yang dihitung berdasarkan tahun berjalan, padahal tanah dan/atau bangunan yang akan mereka balik nama diperoleh sebelum tahun 2015 yang tentu saja saat itu nilai perolehannya masih di bawah nilai sekarang dan secara UU Pengampunan Pajak nilai tanah dan/atau bangunan saat mengikuti Pengampunan Pajak dinilai secara wajar pada akhir Tahun Pajak Terakhir yaitu tahun 2015. Adapun perumusan masalah yang diteliti adalah kebijakan khusus apa yang mengatur proses validasi dan verifikasi Pemerintah Daerah dalam menentukan nilai peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan bagi wajib pajak yang mengikuti pengampunan pajak di kota Semarang? Bagaimana penyelesaiannya jika terdapat perbedaan persepsi dalam menentukan nilai peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan? Serta apakah hambatan dalam pelaksanaan proses verifikasi dan validasi BPHTB di kota Semarang? Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pemerintah Daerah masih menggunakan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dalam melakukan proses verifikasi dan validasi. (2) Sebelum dan sesudah diberlakukannya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017 yang berlaku sejak diundangkan yaitu tanggal 14 Agustus 2017, dasar yang digunakan Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) adalah nilai sesuai tahun berjalan. (3) Hambatan dalam proses verifikasi dan validasi BPHTB di Kota Semarang terdiri dari hambatan internal dan hambatan eksternal seperti ketersediaan sumber daya manusia, kurang optimalnya penugasan, pemeriksaan dilakukan lebih dari satu kali sehingga tidak efisien dari segi waktu dan biaya, serta jangka waktu pelaksanaan yang lama (bisa lebih dari satu bulan)
SISTEM PEREKONOMIAN BERBASIS UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Nunung Nugroho
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (465.075 KB) | DOI: 10.35973/sh.v14i2.1078

Abstract

Bangsa Indonesia telah memiliki sistem perekonomian sendiri yang oleh parapendiri Negara telah dicanangkan, yaitu yang menekankan asas kebersamaan dan kekeluargaan, dalam arti penekanan pada aspek kemakmuran bersama di samping kemakmuran individu dan kelompok. Sistem ini secara konstitusional telah dijamin dalam Pasal 33 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa sistem perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksiyang penting bagi Negara dan menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sistem ini menekankan bahwa suatu usaha bersama berarti bahwa setiap warga Negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam menjalankan roda perekonomian dengan tujuan untukmensejahterakan bangsa. Oleh karena itu, negara harus mengambil bagian aktif dalam pengarahan perekonomian untuk mencapai (1) pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga (2) kestabilan nilai uang (menghindari inflasi) dan dengan menjamin (3) tingkat pengangguran yang rendah dan (4) neraca perdagangan luar negeri yang seimbang. Dengan demikian, pembangunan ekonomi yang merupakan usaha bersama ata dasar kekeluargaan di bawah pengawasan anggota masyarakat, memotivasi danmendorongperan serta secara aktif. Keterkaitan dan kemitraan antar para pelaku dalam wadah kegiatan ekonomi yaitu pemerintah, badan usaha milik Negara, koperasi dan badan usaha swasta, dan sector informal harus diusahakan demi mewujudkanpertumbuhan, pemerataan dan stabilitas ؛ekonomi yang sesuai dengan system perekonomian Indonesia (pasal 33 ayat 1 UUD 1945).
KEYAKINAN HAKIM DALAM PUTUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI Sunarto -
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 14, No 2 (2017): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.906 KB) | DOI: 10.35973/sh.v14i2.1082

Abstract

Peranan saksi dan keterangan ahli dalam penyelesaian perkara pidana sangatlah penting dan utama. Pentingnya alat bukti keterangan saksi ini terkait dengan sistem pembuktian yang dianut oleh hukum acara pidana Indonesia yaitu negative wettelijk “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya” (Pasal 183 KUHAP). Juga jumlah saksi yang sesuai untuk kepentingan peradilan sekurang- kurangnya dua (Pasal 185 ayat (2) KUHAP) dan keterangan ahli hanya untuk mendukung saja. Adapun sikap Hakim apabila terjadi perbedaan antara keterangan saksi dan keterangan ahli dalam proses pembuktian maka yang diutamakan terlebih dahulu adalah keterangan saksi karena pembuktian materiil. Kekuatan alat bukti keterangan ahli bersifat bebas, karena tidak mengikat seorang hakim untuk memakainya apabila bertentangan dengan keyakinannya. Guna keterangan ahli di persidangan merupakan alat bantu bagi hakim untuk menemukan kebenaran, dan hakim bebas mempergunakan sebagai pendapatnya sendiri atau tidak.

Page 1 of 1 | Total Record : 9