cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 116 Documents
Search results for , issue "MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015" : 116 Documents clear
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERBIT KARTU KREDIT DITINJAU DARI PRUDENTIAL PRINCIPLE DAN ASAS PEMBERIAN PINJAMAN YANG SEHAT Gladys Sintha
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (72.47 KB)

Abstract

 Abstrak   Hal yang melatarbelakangi penulisan penelitian ini adalah terdapat pertentangan norma yakni Perjanjian Pemegang Kartu dan Syarat-syarat Penggunaan di Bank Panin bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, terkait kewajiban bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian. Seharusnya pihak kreditur mempertimbangkan betul-betul apakah kelak jika debitur cedera janji fasilitas pemberian kartu kredit dapat dimintakan gantinya. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur penerbit kartu kredit ditinjau dari prudential principle bank dan asas pemberian pinjaman yang sehat. Tujuan untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hokum bagi kreditur penerbit kartu kredit ditinjau dari prudential principle bank dan asas pemberian pinjaman yang sehat. Untuk menjawab masalah yang dikaji tersebut, penulis menggunakan metode pendekatan hokum normatif. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, yaitu perlindungan hokum bagi kreditor pemberi fasilitas kartu kredit ditinjau dari asas pemberian pinjaman yang sehat dan prinsip kehati-hatian bank belum terpenuhi. Menyikapi hal-hal tersebut di atas, Bank sebaiknya senantiasa menerapkan seluruh Principal Prudential Bank dan Asas Pemberian Pinjaman Yang Sehat agar bank tetap sehat dan terhindar dari likuidasi. Kata kunci: perlindungan hukum, kreditur, kartu kredit, prinsip kehati-hatian dan asas pemberian pinjaman yang sehat  Abstract The background to the writing of this research is the norm of any conflict Cardholder Agreement and the Terms of Use at Bank Paninbertentangan with Article 2 of Law No. 7 of 1992 concerning Banking, bank liabilities related to applying the precautionary principle. Should the creditors consider strongly whether the promise of future injury if the debtor facility giving credit card may be requested instead. The problem studied in this research is: How legal protection for creditors credit card issuer in terms of the principal prudential bankdan sound lending principles. Aim to determine and analyze legal protection for creditors credit card issuer in terms of the principal prudential lending principles bankdan healthy. To answer the problem under study, the authors use the method of normative legal approach. Based on the results of the study, the authors obtained answers to existing problems, namely the legal protection for creditors credit card lender in terms of the principle of sound lending and prudential bank has not been met. Responding to the things mentioned above, the Bank should continue to apply throughout the Principal Prudential Bank and Lending Principles Healthy banks to stay healthy and avoid liquidation. Key words: protection law, creditors, credit card, precautionary principle and the principle of sound lending
KEDUDUKAN HAK MEWARIS WANITA HINDU DALAM SISTEM HUKUM ADAT WARIS DI BALI Ni Luh Gede Isa Praresti Dangin
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.199 KB)

Abstract

Abstract __________________________________________________________________   Customary inheritance laws are highly related to the kinship system that is followed by the associated indigenous people. The people of Bali follow the patrilineal kinship system where the rightful heir is only the son, while the daughter does not have inheritance rights, and this creates a sense of injustice towards daughters. From this situation, a problem can be deduced: “Are the terms of not giving inheritance rights to daughters appropriate with the development of the indigenous people of Bali, and what actions can be taken so that Balinese daughters may receive inheritance rights?” This writing aims to determine what is the background of considered appropriate for the son, not the daughter. The research method used in the writing of this journal is a normative research with an existential statute approach and conceptual approach. Based on the research, according to the kinship system that is followed, the responsibility of taking care of the parents when they are unable to work and perform their duties rests in the son, while the daughter, upon marriage, exits the family and enters the family of the husband, and as such it is considered appropriate for the son, not the daughter, to become the rightful heir. However, the social reality is that there are several ways that can be taken so that daughters can obtain a part of their parents’ inheritance, namely by allocating some of the inheritances as a gift of marriage called “jiwa dana”, “tetatadan”, or “bebaktan”. The parents can even conduct a ceremony to change the status of “daughters” to become “sons” in what is called “sentana rajeg”, so that the daughter becomes the rightful heir to the inheritance of her parents.Key words: inheritance rights, daughters, bali indigenous law Abstrak __________________________________________________________________ Hukum Waris adat sangat berkaitan dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Pada masyarakat Bali dianut sistem kekeluargaan Patrilinial dimana yang berhak mewaris hanyalah anak laki-laki saja sedangkan anak perempuan tidak berhak untuk mewaris yang menyebabkan rasa ketidakadilan terhadap anak perempuan. Sehingga dari keadaan tersebut menimbulkan masalah “Apakah ketentuan tidak memberikan hak kepada anak perempuan untuk mewaris ini sesuai dengan perkembangan masyarakat hukum adat di Bali, serta tindakan apa yang dapat dilakukan agar anak perempuan di Bali mendapatkan haknya atas harta warisan”. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang mengapa yang mewaris adalah anak laki-laki bukan anak perempuan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang yang ada serta pendekatan konsep. Berdasarkan hasil penelitian, menurut sistem kekeluargaan yang dianut serta tanggungjawab memelihara orang tua bila sudah tidak mampu bekerja dan melakukan kewajiban-kewajibannya ada pada anak laki -laki, sedangkan anak perempuan akan kawin keluar masuk ke dalam keluarga pihak suami, sehingga dianggap sesuai bila yang berhak mewaris adalah anak laki-laki bukan anak perempuan. Tetapi dalam kenyataan sosialnya ada beberapa cara yang dapat ditempuh agar anak perempuan dapat bagian harta warisan orang tuanya yaitu dengan cara memberikan sebagian harta warisan melalui hibah atau hadiah perkawinan yang disebut dengan jiwa dana, tetadan atau bebaktan. Bahkan orang tua dapat melakukan upacara merubah status anak perempuan menjadi berstatus laki-laki yang disebut dengan sentana rajeg, sehingga anak perempuan tersebut menjadi berhak untuk mewarisi harta peninggalan orang tuanya. Kata kunci: hak mewaris, anak perempuan, hukum adat bali
KEDUDUKAN TANAH DRUWE DESA YANG TELAH DISERAHKAN KEPADA PERORANGAN DALAM SISTEM PERTANAHAN NASIONAL Komang Bagus Ida Mahaputra
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.437 KB)

Abstract

 Abstract This dual nature was ended with the creation of Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Undang-Undang Pokok-pokok Agraria, “UUPA” for short). Under UUPA (Article 19), it is stipulated that to ensure legal certainty, all claims on land must be registered. Also in the Terms of Conversion Articles, it is stipulated that claims on existing land before UUPA was created were to be converted into existing land claims or otherwise in accordance to land claims as in the UUPA. Based on this situation, a problem can be deduced: “Can Village Lands (Tanah Druwe Desa) can be given one of the claims in the UUPA, and what is the basis of the claim holder on the village land for advancing a claim on the land?” This writing aims to determine what is the background of On the other hand, claims on village lands owned by a collective (customary village). The research method utilized in this piece is a normative legal research with a statute approach, conceptual approach, and a case study approach. Based on the research, claims on village lands owned by individuals can be converted into claims in line with the UUPA as long as they meet the necessary requirements in Article 20 of the UUPA. On the other hand, claims on village lands owned by a collective (customary village) cannot be converted into claims, because a customary village is not a legal entity that can possess claims. Certainly the request for conversion must also fulfill stated requirements. Key words: customary land, conversion, claims registrationAbstrak Dualisme Hukum Adat diakhiri dengan dibentuknya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Dasar Pokok Hukum Agrariaatau disebut juga dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat dengan UUPA. Dalam UUPA (Pasal 19) disyaratkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, maka semua hak atas tanah haruslah didaftarkan. Juga dalam Pasal Ketentuan tentang Konversi  ditentukan bahwa hak atas tanah yang ada sebelum UUPA diundangkan, agar dikonversi menjadi hak-hak atas tanah yang ada atau sesuai dengan hak-hak atas tanah dalam UUPA. Berdasarkan atas ketentuan tersebut menimbulkan permasalahan “apakah  tanah Druwe Desa dapat dimohonkansalah satu hak yang ada dalam UUPA, serta apa dasar dari pemegang hak atas tanah Druwe Desa tersebut mengajukan permohonan hak atas tanah itu”. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui latar belakangHak atas tanah Druwe Desa yang dikuasai oleh persekutuan (Desa Adat) Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan Undang-undang, pendekatan konseptual serta pendekatan studi kasus. Berdasarkan hasil penelitian bahwa hak atas tanah Druwe desa yang dikuasai oleh perorangan dapat dikonversi menjadi hak milik menurut UUPA sepanjang yang mempunyai hak memenuhi syarat-syarat  yang ditentukan dalam Pasal 20 UUPA. Sedangkan Hak atas tanah Druwe Desa yang dikuasai oleh persekutuan (Desa Adat) tidak dapat dikonversi menjadi hak milik karena Desa adat bukan merupakan Badan Hukum yang ditunjuk dapat memiliki hak milik. Dan tentu permohonan konversi itu harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Kata kunci: tanah adat, konversi, klaim pendaftaran
HARMONISASI NORMA-NORMA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEBEBASAN HAKIM Risky Dian Novita Rahayu Rochim
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (201.638 KB)

Abstract

Abstract The concept of freedom of the judge explicitly mentioned in the Pancasila and the 1945 Constitution which the Judicial power shall be an independent power to conduct judiciary to uphold law and justice. This paper aims to analyze the harmonization of norms in the legislation on the independence of judges in deciding the case in court. This paper is based on research using the normative approach to legislation, and the conceptual approach. The results showed that the presence of vagueness norms on freedom of judges in both the substantive guidelines judges (Law of the Republic of Indonesia Number 48 Year 2009 on Judicial Power) with formal guidelines (The Book of the Law of Criminal Procedure / Criminal Procedure Code), and in any regulations invitation of the court did not expressly explain the concept of freedom of freedom hakim.Konsep judges are expected to conform hierarchically based on legislation setting is set firm and clear, and there is no doubt in it related to harmonization among the rules, resulting in the elaboration of freedom of judges in each court decision, should also be able to meet and balance the law with the aim of legal certainty, justice, and expediency. Key words: freedom of judges, harmonization, the purpose of the law Abstrak Konsep mengenai kebebasan hakim secara tegas disebutkan dalam Pancasila dan UUD RI 1945 dimana Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis mengenai harmonisasi norma-norma dalam peraturan perundang-undangan tentang kebebasan hakim dalam memutus perkara di pengadilan. Tulisan ini dibuat berdasarkan penelitian normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya kekaburan norma tentang kebebasan hakim baik dalam pedoman materiil hakim (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) dengan pedoman formil (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP), serta di setiap peraturan perundang-undangan tentang pengadilan tidak menjelaskan secara tegas mengenai konsep kebebasan hakim.Konsep kebebasan hakim yang diharapkan dapat sesuai secara hierarki berdasarkan pengaturan perundang-undangan yang diatur tegas dan jelas, serta tidak ada keraguan di dalamnya terkait dengan harmonisasi diantara aturan-aturannya, sehingga dalam penjabaran tentang kebebasan hakim dalam setiap putusan pengadilan, harus juga dapat memenuhi dan menyeimbangkan dengan tujuan hukum yakni kepastian hukum,  keadilan, dan kemanfaatan. Kata kunci: kebebasan hakim, harmonisasi, tujuan hukum
PENYELARASAN PASAL 2 AYAT (5) UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DAN PASAL 55 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BUMN TERKAIT KEWENANGAN MEMPAILITKAN PERUM Khardiyanti Habri Dj. Nento
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (79.724 KB)

Abstract

Abstract Bankruptcy petition becomes blurred due to the conflict between Article 55 Verse (1) Act No. 19 of 2003 about State-Owned Enterprises against Article 2 Verse (5) Act No. 37 of 2004which led to the creation not of legal of law. The objective of research is to understand and to analyze the harmonization of disharmony conflict between Article 55 Verse (1) Act No. 19 of 2003 about State-Owned Enterprises and Article 2 Verse (5) Act No. 37 of 2004 about Bankruptcy and The Postponement of Repayment Duty in relative with the procedures of bankruptcy for General Companie, Type of research is normative research in which law base.Some approaches are used such as Statute Approach, Comparative Approach and Historical Approach.Based on the result of analysis can find conflict-related banckruptcy authority bout chancellor of the exchequer and director. Minister of financy is entitled to bankruptcy State-Owned Enterprises because the minister who more familiar with the state of the overall economy of the country is ministry of finance. The difference in the bankruptcy of state-owned enterprises because of differencesin intent and purpose if both those enterprises, where is the law of state-owned enterprises namely article 12 and article 36 states the nature of its business is focused on middle public benefit services. Key words: bankruptcy, authority, State-Owned Enterprises Abstrak Permohonan kepailitan Perum menjadi kabur akibat terdapatnya pertentangan antara Pasal 2 ayat (5) undang-undang kepailitan dan PKPU dan Pasal 55 ayat (1) Undang-undang BUMN yang menyebabkan tidak terciptanya kepastian hukum dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penyelarasan konflik disharmonisasi peraturan Pasal 55 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN dengan Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan PKPU terkait kewenangan memailitkan PERUM dan juga untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan antara Perum dan Persero dalam hal kewenangan mempailitkan BUMN, dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, melalui pendekatan undang, pendekatan sejarah dan pendekatan perbandingan. Berdasarkan hasil analisis dan kajian dapat diketahui pertentangan pasal terkait kewenangan mempailitkan perum antara menteri keuangan dan direksi, yang berhak mempailitkan adalah Menteri keuangan karena yang lebih paham dengan keadaan perekonomian Negara secara keseluruhan adalah menteri keuangan. Adanya perbedaan mempailitkan BUMN (Persero dan Perum) karena kedua badan usaha ini sesungguhnya memang berbeda maksud dan tujuanya walaupun kedua-duanya BUMN, dimana dalam Undang-Undang BUMN yaitu pada Pasal 12 dan Pasal 36 menyebutkan sifat usahanya lebih menitikberatkan pada pelayanan semi kemanfaatan umum, baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa.   Kata kunci: kepailitan, kewenangan, perum
ANALISIS PEMBUATAN SURAT KETERANGAN WARIS YANG DIDASARKAN PADA PENGGOLONGAN PENDUDUK (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis) Fardatul Laili
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.323 KB)

Abstract

Abstract   The making of certificate of inheritance in Indonesia is based on classification of people performed by different officials,therefore its power of evidence is also different. This making of certificate of inheritance is not only discriminatory, but also is against the spirit of national unity. This journal's objectives are to study and analyse the making of certificate of inheritance according to Law no. 40 Year 2008 concerning tje Eradication of Discrimination of Racw and Ethnic; and to study and analyse the making of certificate of inheritance by appointed officials based on classification of people so that it will be acknowledged whom the appropriate officials to do so is, for Indonesian citizens. This joutnal is using legal normative with statute approach , case approach and historical approach. Based on research result, there is influence from Dutch colonialism's legal politic, applied to devide Indonesian people. Such making of certificate of inheritance is against the Law no. 40 Year 2008 concerning the Eradivation od Discrimination of Race and Ethnic and the official authorized to mae it is Notary.Key words: discrimination, certificate of inheritance, classifiction of people Abstrak   Pembuatan surat keterangan waris di Indonesia masih didasarkan pada penggolongan penduduk yang dilakukan oleh instansi/pejabat yang berbeda, atas pembuatan surat keterangan waris tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang berbeda. Pembuatan Surat Keterangan Waris tersebut tidak saja bersifat diskriminatif, namun juga bertentangan dengan semangat persatuan bangsa. Jurnal ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis alasan pembuatan surat keterangan waris oleh beberapa pejabat, untuk mengkaji dan menganalisis pembuatan surat keterangan waris menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Ras dan Etnis, dan untuk mengkaji dan menganalisis pembuatan surat keterangan waris oleh pejabat yang ditunjuk berdasarkan penggolongan penduduk sehingga kemudian diketahui siapakah yang paling layak untuk membuat surat keterangan waris bagi warga negara Indonesia. Jurnal ini disusun dengan merode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan , pendekatan kasus, dan pendekatan sejarah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat pengaruh politik hukum kolonial belanda berupa politik penggolongan penduduk yang diberlakukan untuk memecah belah penduduk Indonesia, pembuatan surat keterangan waris bertentangan dengan Pasal 4 huruf a Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Ras dan Etnis dan pejabat dan/atau instansi yang paling berwenang dalam membuat Surat Keterangan Waris adalah Notaris. Kata kunci: diskriminasi, surat keterangan waris, penggolongan penduduk
MEDIASI PENAL SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA PENCURIAN RINGAN (STUDI DI POLRES MALANG KOTA) Hutajulu, James Hasudungan
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract Research about implementation of penal mediation in resolving minor theft conducted by Malang Kota Resort Police is supposed to know and analyze the considerations of implementation of penal mediation and the steps of the implementation. The method used in this research was sociological law research or empirical research. The use of penal mediation as an alternative penal settlement of minor theft cases is in order to create a sense of fairness to parties so that people are satisfied with the services performed by the investigator. Another result, the implementation of penal mediation, namely: Reconciling the parties, the investigator witnessing the return of goods that were stolen by the offender, Help in making a letter of agreement with the parties, Receive a letter of revocation cases (police report), and doing a case discussion about it. Key words: penal mediation, minor theft case, an alternative penal settlement   Abstrak Penelitian mengenai pelaksanaan mediasi penal pada tindak pidana pencurian ringan oleh Polres Malang Kota bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis digunakannya mediasi penal serta menganalisis pelaksanaan mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara. Adapun metode yang digunakan adalah yuridis sosiologis atau jenis penelitian hukum sosiologis atau penelitian lapangan. Hasil penelitian yang diperoleh antara lain: Polres Malang Kota melakukan mediasi penal dengan alasan agar tercipta rasa keadilan terhadap para saksi sehingga masyarakat puas atas pelayanan yang dilakukan penyidik. Selain itu, langkah-langkah yang dilakukan dalam penerapan mediasi penal ini adalah mempertemukan para pihak, penyidik menyaksikan pengembalian barang yang dicuri oleh pelaku, membantu membuat surat kesepakatan bersama, menerima surat pencabutan perkara serta melakukan gelar perkara. Kata kunci: mediasi penal, pencurian ringan, alternatif penyelesaian perkara  
EFEKTIVITAS PASAL 20 Ayat (2) A Dan B PBI No. 11/25/PBI/2009 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM BERKAITAN DENGAN PELAYANAN PEMBUKAAN REKENING TANPA KEHADIRAN NASABAH (Studi Pada PT Bank Mega Tbk Kantor Cabang Samarinda) Lia Rahmi Aida
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract In a circular letter of Bank Indonesia 5/21DPNP date 29 september 2003 on the application of risk management for commercial bqnk, each bank is obliged to apply risk management in any banking activities are performed. Due to the increasing complexity of banking activities led to opportunities for greater risk, so that adequate risk management is needed in order to prevent the bank from losses and risks caused by deficiencies in the juridicial aspect partly due to lawsuits. The absence of legislation that support, or weakness of noncompliance with the terms of the engagement such aas the validity of the contract and the binding of collateral that is not perfect. This paper aims to determine how the effectiveness of article 20 paragraph (2) a and b PBI 11/25/PBI/2009 on the application of risk management for banks. This paper is based on empirical research using sociological juridicial approach (socio-logical research). The results showed that the effectiveness of article 20 paragraph (2) a and b PBI 11/25/PBI/2009 is not effective because many people do not know risk management and the relationship between employes of Bank employes who often ignore the prospective customer who had just arrived at the bank. Key words: effectiveness, risk management, account opening Abstrak Dalam surat edaran Bank Indonesia No.5/21/dpnp tanggal 29 September 2003 mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum, setiap bank diwajibkan menerapkan manajemen risiko dalam setiap kegiatan perbankan menyebabkan peluang terjadinya risiko semakin besar, sehingga dibutuhkan pengelolaan risiko yang memadai guna menghindarkan bank dari kerugian serta risiko yang disebabkan adanya tuntutan hukum. Ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas pasal 20 ayat (2) a dan b PBI No.11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum berkaitan dengan pelayanan pembukaan rekening tanpa kehadiran nasabah. Tulisan ini berdasarkan penelitian empiris yang menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis (socio-logical research). Hasil penelitian menunjukan bahwa efektivitas pasal 20 ayat (2) a dan b PBI No.11/25/PBI/2009 tidak efektif karena banyak masyarakat tidak tahu tentang manajemen risiko dan menjalin hubungan antar karyawan Bank Mega dengan nasabah atau calon nasabah kurang baik, dikarenakan kurangnya kesopanan karyawan bank yang sering kali tidak menghiraukan calaon nasabah yang baru tiba di bank. Kata kunci: efektivitas, manajemen risiko, pembukaan rekening
ANALISIS YURIDIS TERHADAP AKTA NOTARIS YANG DICATAT DALAM SELA-SELA KOSONG DI ANTARA AKTA NOTARIS YANG TELAH DICATAT DALAM BUKU DAFTAR AKTA NOTARIS Yuli Kristina
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.833 KB)

Abstract

Abstract Notary authority given to create opportunities for authentic act of violation, among others perform notarial deed recording the sidelines empty in the deed that has been recorded in the register of the notarial deed (Article 58 paragraph 2 of Law No. 2 of 2014). So that the implementation of the notary office tasks need to be monitored. Deed recorded in the sidelines of the space between the notarial deed has been recorded in the register of deed will have the strength of evidence as the deed under the hand due to non-fulfillment of formal requirements and void because it contains elements of fraud. As a result, the notary must be held accountable to meet civil sanctions, administrative sanctions and criminal sanctions. The journal is compiled with normative juridical research method with the approach of legislation. Based on the survey results revealed that there is a very dangerous consequence if the notary a deed and the deed recorded in the sidelines of the space between the deed has been recorded in a notarial deed list. In addition to the legal status of the certificate degraded into a deed under the hand and a void that can not be perfect evidence, the deed is also contrary to the notary obligation contained in Article 15 of Law No. 2 of 2014 which is the date the notary must ensure certainty and the time. Key words: blank between the register of deed, deed under hand, notarial deed Abstrak Kewenangan notaris yang diberikan untuk membuat akta otentik membuka peluang untuk terjadinya pelanggaran yang antara lain melakukan pencatatan akta notaris dalam sela-sela kosong di antara akta yang telah dicatat dalam buku daftar akta notaris (Pasal 58 ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 2014). Sehingga pelaksanaan tugas jabatan notaris tersebut perlu diawasi. Akta yang dicatat dalam sela-sela kosong di antara akta notaris yang telah dicatat dalam buku daftar akta akan memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan karena tidak terpenuhinya syarat formil dan batal demi hukum karena mengandung unsur penipuan. Akibatnya notaris harus mempertanggungjawabkannya dengan memenuhi sanksi perdata, Sanksi administrasi dan Sanksi pidana. Jurnal ini disusun dengan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat akibat yang sangat berbahaya apabila notaris membuat akta dan mencatat akta tersebut dalam sela-sela kosong di antara akta yang telah dicatat dalam buku daftar akta notaris. Selain status hukum dari akta tersebut terdegradasi menjadi akta di bawah tangan dan batal demi hukum sehingga tidak dapat menjadi alat bukti yang sempurna, pembuatan akta tersebut juga bertentangan dengan kewajiban notaris yang tertuang dalam Pasal 15 UU Nomor 2 Tahun 2014 yaitu notaris harus menjamin kepastian tanggal dan waktu.   Kata kunci: sela-sela kosong buku daftar akta notaris, akta di bawah tangan, akta notaris
KONSEKUENSI YURIDIS MINUTA AKTA YANG TIDAK DIMILIKI NOTARIS DALAM PEMBUATAN SALINAN AKTA Rumi Suwardiyati
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.089 KB)

Abstract

Abstract Original of thedeed is a product of a Notary, Notary deed is stored in the form of minutes of the deed and also in the minuta deed from party contain signatures, witnesses, notary and renvoi if it have any. Based on Article 16 paragraph (1) letter b UUJN that the minutes of the deed must be prepared and stored as part of the protocol Notary. What juridical consequences if minuta deed Notary that is not owned it copying, what legal consequences for notaries who do not make a copy of the minutes of the deed in process. this research is a normative legal research with statutory approach and the conceptual approach. Consequences if the notary does not have the making of a copy of the minuta deedcause null and void because it violated the formal aspect in the Notary deed and not to perform any of its obligations under Article 16 paragraph (1) letter b of Law No. 02 of 2014 on the Amendment Deed No. 30 of 2004 concerning Notary. The legal consequences of the Notary is to accept the responsibility that sanctions as civil sanctions, administrative and criminal. Key words: notary authority, notary obligation, minuta deed Abstrak Akta otentik merupakan produk dari Notaris, akta yang disimpan Notaris adalah berbentuk minuta akta yang dalam minuta akta tersebut berisi tanda tangan penghadap, saksi, notaris dan renvoi apabila ada. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN bahwa minuta akta wajib dibuat dan disimpan sebagai bagian dari protokol Notaris. Tujuan dari penilitian ini adalah untuk menganalisis pentingnya notaris untuk membuat minuta akta dalam pembuatan salinan aktanya. Apa konsekuensi yuridis minuta akta yang tidak dimiliki Notaris dalam pembuatan salinan aktanya, apa akibat hukum bagi Notaris yang tidak membuat minuta akta dalam pembuatan salinan aktanya. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Konsekuensi yuridis minuta akta yang tidak dimiliki Notaris dalam pembuatan salinan aktanya menyebabkan akta tersebutbatal demi hukum karena melanggar aspek formil dalam pembuatan akta dan Notaris tidak melaksanakan salah satu kewajibannya yang tertera dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Akibat hukum terhadap Notaris adalah dengan menerima sanksi sebagai pertanggungjawabannya yaitu sanksi perdata, administratif dan pidana. Kata kunci: kewenangan notaris, kewajiban notaris, minuta akta

Page 1 of 12 | Total Record : 116


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 More Issue