cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 36 Documents
Search results for , issue "Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022" : 36 Documents clear
PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT KEWARGANEGARAAN GANDA CALON BUPATI TERPILIH (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 135/PHP.BUP-XIX/2021 PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN BUPATI & WAKIL BUPATI SABU RAIJUA 2020) Achmad Yanuarsyach Putrahadi
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Achmad Yanuarsyach Putrahadi, Herlin Wijayati, Ibnu Samwidodo Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: achmadyanuar@student.ub.ac.id ABSTRAK Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PHP.BUP-XIX/2021 Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati & Wakil Bupati Sabu Raijua 2020 Menggunakan Perspektif Hak Asasi Manusia dengan peraturan Undang – Undang No 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi manusia dan Undang – Undang No. 12 tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Yuridis Normatif Putusan mengenai kasus ini sudah tepat atau tidak yang dapat menimbulkan permasalahan terkait hak – hak sipil politik warga negara. Permasalahan muncul diakibatkan status kewarganegaraan calon bupati dalam pemilihan kepala daerah kabupaten Sabu Raijua, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PHP.BUP-XIX/2021 Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati & Wakil Bupati Sabu Raijua 2020 hanya menggunakan pertimbangan Undang – Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan tanpa mempertimbangkan melalui Perspektif Hak Asasi Manusia terutama Hak Sipil dan Politiknya. Kata kunci: Perspektif, Hak Asasi Manusia, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PHP.BUP-XIX/2021, Status Kewarganegaraan ABSTRACT This research aims to find out Constitutional Court Decision Number 135/PHP.BUP-XIX/2021 concerning the dispute over the regent and vice-regent election result in Sabu Raijua 2020 according to human rights perspective and Law Number 39 of 1999 concerning Human Rights, and Law Number 12 of 2006 concerning Citizenship. This research employed normative juridical methods to investigate whether the decision is inappropriate since this issue can raise a problem that may violate the civil and political rights of individuals. The problem studied is the citizenship of the candidate for a regent in the regional head election of the Regency of Sabu Raijua as in the Constitutional Court Decision mentioned. The research has found that this issue is settled only by referring to Law Number 12 of 2006 concerning Citizenship without considering the perspective of human rights, especially regarding civil and political rights. Keywords: Perspective, Human rights, Constitutional Court Decision Number 135/PHP.BUP-XIX/2021, Citizenship Status
AKIBAT HUKUM PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBJEK JAMINAN KREDIT MELALUI PUTUSAN PENGADILAN TERKAIT TUMPANG TINDIH SERTIPIKAT Aldio Yustyvan Anam
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aldio Yustyvan Anam, Amelia Sri Kusuma Dewi, Rumi Suwardiyati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: aldio.yustivan.anam@gmail.com ABSTRAK Peneltian bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan hakim, akibat hukum dan perlindungan hukum pembatalan hak atas tanah sebagai jaminan kredit melalui putusan pengadilan terkait tumpang tindih sertifikat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan Studi Kasus (Case Study Approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim pada putusan PTUN 29/G/2013/PTUN-SRG banyak mengabaikan fakta-fakta hukum seperti gugatan yang lewat waktu dan penerbitan SHGB 1760/Gembor yang cacat hukum karena terbit diatas SHM 548/Gembor. Pembatalan Hak Atas Tanah sebagai jaminan kredit melalui putusan pengadilan terkait tumpang tindih sertipikat memiliki akibat hukum terhadap para pihak dalam sengketa. Perlindungan hukum preventif belum diatur secara khusus dalam Undang-undang, namun perlindungan hukum secara umum diatur dalam 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata. Perlindungan hukum represif dapat dilakukan dengan jalur non-litigasi dan litigasi. Jalur non-litigasi dapat dilakukan dengan mediasi, negosiasi dan reconditioning, sedangkan jalur litigasi dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Tumpang Tindih Sertipikat, Akibat Hukum ABSTRACT This research aims to analyze the basic consideration made by the judges, legal consequences, and legal protection regarding the revocation of freehold title of land set as the security for credit application under a court decision regarding overlapping certificates. This research employed normative-juridical methods, and statutory and case approaches. The research results reveal that the consideration of the judges set in the Decision of State Administrative Court Number 29/G/2013/PTUN-SRG often overlook legal facts regarding the expiring lawsuit and the issuance of SHGB 1760/Gembor that was considered legally flawed because this certificate was issued after SHM 548/Gembor. The revocation of this certificate certainly left legal consequences affecting the parties involved in the dispute. Preventive action, however, is not regulated in Article 1131 and Article 1132 of the Civil Code. Repressive action could be performed through non-litigation and litigation processes, where the former may take mediation, negotiation, and reconditioning, while the latter involves lawsuit submitted to the District Court. Keywords: legal protection, overlapping certificates, legal consequences
RATIO DECIDENDI HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA DAN REHABILITASI PADA PENYALAHGUNA NARKOTIKA Annisa Poetri Revita
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Annisa Poetri Revita, Nurini Aprilianda, Mufatikhatul Farikhah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT . Haryono No. 169 Malang e-mail: annisapr@student.ub.ac.id ABSTRAK Disparitas pidana pada putusan Hakim merupakan sebuah masalah pada peradilan di Indonesia. Disparitas pidana putusan Hakim akan menimbulkan problematika tersendiri di dalam penegakan hukum di Indonesia. Di satu sisi disparitas merupakan kebebasan seorang Hakim dalam memutus suatu putusan, namun di sisi lain disparitas menyebabkan ketidakpuasan bagi terpidana bahkan masyarakat umum lainnya. Ratio decidendi Hakim merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya diparitas pidana pada putusan Hakim tindak pidana penyalahguna narkotika. Terdapat beberapa ratio decidendi yang digunakan Hakim untuk memutus putusan tindak pidana penyalahguna narkotika yang menyebabkan terjadinya perbedaan pandangan Hakim pada kasus tindak pidana penylahguna narkotika yang serupa. Disparitas pidana merupakan bukti dari ketidakadilan di dalam sistem peradilan di Indonesia. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembenaran atas terjadinya disparitas pidana telah membawa hukum Indonesia kepada keadaan yang tidak lagi sesuai dengan tujuan awal dari penegakan hukum itu sendiri yaitu adanya nilai keadilan pada putusan yang dijatuhkan oleh Hakim. Penelitian normatif ini menggunakan pendekatan Undang-Undang dan pendekatan kasus. Sebagai perbandingan, penulis membandingkan ketiga putusan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dengan kasus yang serupa yang dapat menjadi acuan untuk mengetahui dan menganalisa ratio decidendi Hakim apa yang menyebabkan disparitas pidana pada putusan Hakim dan mencari nilai keadilan pada ketiga putusan tersebut. Kata Kunci: Disparitas, Ratio Decidendi, Putusan Hakim, Keadilan, Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika ABSTRACT Dissenting decisions among judges are a common issue in courts in Indonesia. This disparity will lead to particular problems in law enforcement in Indonesia. On one hand, the disparity represents the freedom of a judge to decide a case. On the other hand, the disparity may lead to dissatisfaction of a defendant and even the members of the public. The ratio decidendi of a judge is one of the contributing factors to the disparity among judges in the case of narcotic abuse. The disparity due to ratio decidendi represents injustice in the judiciary system in Indonesia. This research concludes that the legitimation of the disparity in criminal cases has spoiled the relevance of the existing law in Indonesia to the justice value in the court decision as the initial objective of law enforcement. This research employed a normative method and statutory and case approaches. As a comparison, this research compares three decisions over narcotic abuse with similar cases that can serve as references to find out and analyze the ratio decidendi of the judges and what causes the disparity in the decisions issued by judges and to find out the justice value in these three decisions. Keywords: disparity, ratio decidendi, judge’s decision, justice, criminal narcotic abuse
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK-HAK BURUH/PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS YANG BEKERJA DI PERUSAHAAN SWASTA (STUDI KASUS DI KOTA MALANG) Diinaar Fitria Haniifah
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diinaar Fitria Haniifah, Rachmad Safa’at, Syahrul Sajidin Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: diinaarfitria@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang “Perlindungan Hukum atas Hak-Hak Buruh/Pekerja Penyandang Disabilitas yang Bekerja di Perusahaan Swasta Studi Kasus di Kota Malang”. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, untuk mendapatkan data dari penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara terhadap narasumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak pengusaha yang memandang sebelah mata penyandang disabilitas, karena dianggap kurang cakap dalam melakukan pekerjaan secara mandiri. Dilain sisi perusahaan juga belum mampu memberikan fasilitas yang cukup bagi buruh/pekerja penyandang disabilitas, sehingga hal ini akan menghambat perlindungan hukum serta hak- hak pekerja penyandang disabilitas yang seharusnya diberikan oleh perusahaan. Pihak pemerintah dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Malang bekerjasama dengan Dinas Sosial Kota Malang untuk melakukan upaya dalam mensejahterahkan kaum penyandang disabilitas dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya. Salah satunya bahwa pemerintah telah melakukan sosialisai Pasal 53 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mengenai perusahaan swasta wajib mempekerjakan penyandang disabilitas paling sedikit 1% dari jumlah pegawai atau pekerja. Hambatan yang dialami oleh pihak pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas yaitu belum ada sanksi yang mengasakan Pasal 53 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Penyandang Disabilitas, Hak-Hak Pekerja ABSTRACT This research employed an empirical method and collected data from interviews. The research results show that employers are still found to underestimate workers with disabilities since they are considered incapable of performing tasks independently. Moreover, companies have not accommodated people with disabilities adequately, and this lack hampers the protection and the rights of employees with disabilities that are supposed to be supported by the companies concerned. The authorities of the Labor and Transmigration Agency in Malang city in collaboration with the Social Agency have made some efforts to assure the welfare of the people with disabilities and to get their needs fulfilled. Article 53 paragraph (2) of Law Number 8 of 2016 concerning People with Disabilities requires companies to employ people with disabilities at least 1% of the total number of employees. The problem is that there have not been any sanctions highlighting Article 53 paragraph (2) of Law Number 8 of 2016 concerning People with Disabilities. Keywords: Legal protection, people with disabilities, employees’ rights
ANALISIS RESPON POSITIF MASYARAKAT SEBAGAI SALAH SATU SYARAT PENGHENTIAN PENUNTUTAN BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF Erisa Mita Pratiwi
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Erisa Mita Pratiwi, Prija Djatmika, Mufatikhatul Farikhah. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: erisamita_@student.ub.ac.id ABSTRAK Saat ini Kejaksaan Republik Indonesia telah mengakomodir penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice dengan menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. penulis akhirnya memperoleh jawaban bahwa dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 pasal 5 huruf c yang digunakan oleh jaksa penuntut umum saat ini sebagai indicator dan parameter dalam melaksanakan penghentian penuntutan dengan restoratif masih kurang jelas. Karna saat ini Jaksa dalam meakukan restorative tidak ada ciri khusus atau karekter khusus untuk menentukan masyarakat seperti apa yang memenuhi syarat untuk mendapat keterangan tentang kehidupan sehari- sahari dari pelaku dimana agar terpenuhinya “masyarakat merespon positif” sebagai syarat penghentian penuntutan dengan restoratif. Penghentian Penuntutan atas tindak pidana tersebut, tidak lepas dari peranan masyarakat yang turut merespon positif atas dilaksanakannya keadilan restoratif yang dilakukan oleh Kejaksaan Republik Indonesia. Mengingat dapat dilaksanakannya Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif harus terdapat respon positif dari masyarakat. Kata Kunci : respon positif, masyarakat, Keadilan Restoratif ABSTRACT The research reveals that currently, the Prosecutor’s Office of the Republic of Indonesia accommodates the settlement of disputes with restorative justice by issuing the Regulation of the Prosecutors of the Republic of Indonesia Number 15 of 2020, explaining that the cease of charges is based on restorative justice. Moreover, Article 5 letter c of the Regulation of the Prosecutors of Indonesia Number 15 of 2020 which has been the reference for general prosecutors to cease charges is deemed unclear because there are no specific characters to determine what type of members of the public can meet the requirements to gain information concerning day-to-day activities done by the perpetrators. This consideration is necessary to meet the requirement of public positive responses’ to cease the charges. Ceasing charges over a particular chase is inextricable from the public role in giving positive responses to the implementation of restorative justice done by the prosecutors of the Republic of Indonesia. That is, ceasing charges according to restorative justice requires public positive responses. Keywords : positive response, public, restorative justice
ANALISIS KASUS PERMOHONAN IZIN POLIGAMI YANG DIDAHULUI KAWIN SIRRI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Fajar Kusuma Ramadhani
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fajar Kusuma Ramadhani, Rachmi Sulistyarini, Fitri Hidayat. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: spenada@student.ub.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah pertimbangan hakim dalam memutus permohonan izin poligami yang didahului kawin sirri apakah dapat mengesampingkan syarat alternatif poligami yang terdapat dalam pasal 4 ayat (2) UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan., dengan metode penelitian yuridis normative. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pertimbangan hakim tidak dapat menyimpangi syarat alternatif poligami yang terdapat dalam pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan. karena untuk dapat melakukan poligami itu harus memenuhi syarat alternatif dan syarat komulatif poligami sedangkan kasus ini tidak ditemukan alasan yang sesuai dengan syarat alternatif poligami dan jika dalam hal ini hakim tetap menyimpangi pasal tersebut dan mengizinkan poligaminya maka akan berakibat hukum menjadikan preseden yang buruk bagi kedepannya dan hal ini dapat menjadi celah hukum bagi seorang yang mau meminta permohonan izin poligami ke pengadilan tetapi syarat alternatifnya tak terpenuhi maka ia akan menggunakan taktik dengan menikah sirri terlebih dahulu lalu meminta permohonan poligami ke pengadilan agar permohonan poligaminya diterima karena ada kasus yang sama sebelumnya diputus dikabulkan. Kata Kunci: Poligami, Sirri, Permohonan izin poligami ABSTRACT This research aims to analyze whether the consideration made by the judges in deciding a case of the proposal for polygyny preceded by unregistered marriage could rule out alternative requirements of polygyny outlined in Article 4 paragraph (2) of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. With normative-juridical methods, this research has found that the alternative requirements cannot be overlooked, recalling that the proposal for polygyny should be based on the alternative and cumulative reasons for polygyny marriage, while there are no such reasons found in this case. If, in such a case, the judges dealing with this case grant the proposal of polygyny without fulfilling the requirements, this is considered a violation of the law, and this case may leave a legal loophole for similar cases. That is, the failure to fulfil the requirements will probably widen the chance of not registering the marriage before the proposal for polygyny is filed to the court. Unfairly granted polygyny proposal will certainly set an example for the following cases that come after it. Keywords: polygyny, unregistered marriage, polygyny proposal
ANALISIS PERATURAN MENTERI PEMBANGUNAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NO. 1 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEANGADAAAN BADAN USAHA UNTUK PENGUSAHAAN JALAN TOL TERHADAP PRINSIP PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT Farahannesa Zunov
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Farahannesa Zunov, Sukarmi, Moch. Zairul Alam Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: frhnnszunov@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai penerapan prinsip persaingan usaha yang sehat dalam ketentuan Peraturan Menteri Pebangunan Umum dan Perumahan Rakyat No. 1 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Untuk Pengusahaan Jalan Tol, dengan melakukan penganalisisan penerapan prisnip persaingan usaha yang sehat dalam kegiatan pelelangan badan usaha yang diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaaan Badan Usaha Untuk Pengusahaan Jalan Tol, dan juga penganalisisan terhadap ketentuan perjanjian pengusahaan jalan tol yang dapat dilakukan paling lama 50 tahun dan dapat diperpanjang. Karena sampai saat ini belum ditemukannya seperti apa tolak ukur suatu badan usaha untuk melakukan perpanjangan perjanjian pengusahaan jalan tol dan juga maksimal masa jangka perpanjangan. Sehingga dilakukan penelitian untuk melihat apakah perpanjangan perjanjian tanpa suatu masa jangka waktu yang jelas merupakan ketentuan yang telah sejalan dengan substansi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat atau Undang-Undang Persaingan Usaha. Kata Kunci: Pengadaan Badan Usaha, Pengusahaan Jalan Tol, Prinsip Persaingan Usaha Yang Sehat. ABSTRACT This research aims to investigate the implementation of fair business competition in the provision of Regulation of the Minister of Public and Housing Development Number 1 of 2017 concerning the Procedures of the Procurement of Legal Entity in a Highway Toll Project (henceforth referred to as Ministerial Regulation) by analyzing the implementation of fair business competition principle in an auction service of a business entity as governed in the Ministerial Regulation and the provision of the agreement regarding the highway toll project procurement that may take up to 50 years, and this period can be extended. However, there have not been any standards of business entity in terms of how this agreement is extended and any standards that set the maximum period of the extension. That is, this research investigates whether the extension period without any strict deadline complies with the substantive aspect of Law Number 5 of 1999 concerning the Ban on Monopolistic and Unfair Business Competition Practices. Keywords: business entity procurement, highway toll, fair business competition
SINKRONISASI AMANDEMEN PASAL 15 YEMEN PERSONAL STATUS LAW 1992 TENTANG PERKAWINAN ANAK DENGAN PASAL 16 AYAT (2) THE CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) Gemilang Ayu Maulida
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gemilang Ayu Maulida, Adi Kusumaningrum, Anak Agung Ayu Nanda Saraswati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT Haryono No.169 Malang e-mail: gemilangayu@student.ub.ac.id ABSTRAK Penulis karya tulis ini membahas tentang Sinkronisasi Amandemen Pasal 15 Yemen Personal Status Law 1992 tentang Perkawinan Anak dengan Pasal 16 Ayat (2) The Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW). Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kekaburan hukum dalam Amandemen Pasal 15 Yemen Personal Status Law 1992 yang tidak mengatur secara spesifik mengenai batas usia minimum perkawinan. Hal ini tidak senada dengan Pasal 16 Ayat (2) CEDAW yang mengatur bahwa negara peserta harus menentukan batas usia minimum perkawinan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa Amandemen Pasal 15 Yemen Personal Status Law 1992 tidak sinkron dengan Pasal 16 Ayat (2) CEDAW. Hal ini dikarenakan melalui amandemen ini Yaman melegalkan perkawinan anak yang dilarang dan juga tidak mengatur usia minimum perkawinan secara tegas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16 Ayat (2) CEDAW. Pengaturan usia minimum yang relatif ini dapat diartikan sebagai itikad buruk Yaman sebagai negara peserta CEDAW. Implikasi hukum yang ditimbulkan akibat tidak sinkronnya Amandemen Pasal 15 Yemen Personal Status Law 1992 terhadap CEDAW adalah pelanggaran terhadap ketentuan dalam CEDAW mengenai penentuan batas usia minimum perkawinan. Melalui amandemen ini Yaman juga telah melanggar prinsip good faith dan pacta sunt servanda yang merupakan prinsip utama dalam hukum perjanjian internasional. Hal ini kemudian menimbulkan kekaburan hukum yang berakibat pada ketidakpastian hukum bagi warga negara Yaman. Dalam perkembangannya Yaman telah melakukan beberapa upaya untuk mengimplementasikan CEDAW, namun dinamika hukum nasional Yaman yang mengarah pada pengimplementasian sharia kemudian menghambat realisasi terhadap CEDAW yang telah diratifikasi. Kata Kunci: Perkawinan Anak, Sinkronisasi Hukum, Implikasi Hukum ABSTRACT This research studies the synchronization of Article 15 amendment of Yemen Personal Status Law 1992 concerning Child Marriage with Article 16 Paragraph (2) of the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW). This research topic departs from the vagueness of law in Article 15 amendment of the law above, which does not specifically regulate the minimum age limit in marriage. This matter is in line with Article 16 paragraph (2) of CEDAW implying that the persons concerned have to set the minimum age limit in marriage. With normative-juridical methods and statutory, conceptual, and comparative approaches, this research discovered that Article 15 amendment of Yemen Personal Status Law 1992 is not congruent with Article 16 Paragraph (2) of CEDAW because Yemen legalizes prohibited child marriage. Moreover, this law does not strictly regulate marriage as set forth in the provision of Article 16 Paragraph (2) CEDAW. This relative regulation regarding the minimum age limit can be viewed as bad faith shown by Yemen as a member state of CEDAW. This incongruence represents the violation of CEDAW in terms of the age limit in marriage. With this amendment, Yemen has also violated the principle of good faith and pacta sunt servanda as the main principle in the law concerning international treaties. This issue also leads to the vagueness of the law, causing uncertainty for Yemen. Yemen, however, has made some efforts to implement CEDAW, but the dynamic of the national law of Yemen that leans more towards sharia impedes the realization of the ratified CEDAW. Keywords: child marriage, synchronization of law, legal implication
PERLINDUNGAN HUKUM PREVENTIF DALAM HAL PENGGUNAAN DATA PRIBADI INVESTOR DALAM LAYANAN EQUITY CROWDFUNDING Ian Timan Cornelis Tarigan
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ian Timan Cornelis Tarigan, Reka Dewantara, Diah Pawestri Maharani Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: iantimancornelis@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara lebih lanjut terkait perlindungan data pribadi para investor sebagai subjek data dalam layanan equity crowdfunding. penulisan karya tulis ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan serta metode pendekatan analisis. Penyelenggara mempunyai kewajiban melindungi data pribadi para investor dimulai dari perlindungan data pribadi tersebut dimulai dari perolehan, pengumpulan, pengolahan dan penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan, dan/ atau pembukaan akses dan pemusnahan data. Dalam perlindungan preventif terhadap data pribadi investor, Sertifikasi sistem elektronik menggunakan domain tingkat tinggi Indonesia, penempatan pusat data di dua pusat data berbeda berlokasi di Indonesia. Penerapan sertifikat ISO 27001 menjadi dasar bagi para penyelenggara untuk menjaga keamanan data yang ada dan penerapan cyber security on board atau on premise untuk menghindari DDos, worm, dan virus. Mitigasi akan resiko yang ada dengan mengidentifikasi resiko, menilai resiko yang ada, melihat respon dari ancaman yang datang, serta dapat mengontrol seluruh respon ancaman yang ada. Kata Kunci: equity crowdfunding, privasi, data pribadi ABSTRACT This research aims to investigate the protection of the personal data of investors as the data subject in equity crowdfunding service. With normative-juridical methods and statutory and analytical approaches, this research learns that service providers are required to protect the personal data of investors, which consists of obtaining, collecting, processing, analyzing, storing, performing, announcing, transmitting, disseminating, and/or opening access of and destroying data. In preventive protection of the personal data of investors, the certification of electronic system uses a high-level domain in Indonesia, and data centers are placed in two different locations in Indonesia. The implementation of ISO 27001 certification serves as the basis for all the providers to assure data security and to support the application of cyber security on board or on premise to prevent DDos, worms, and viruses. The mitigation of the existing risks can be done by identifying risks, assessing risks, checking responses to possible threats, and controlling all responses to existing threats. Keywords: equity crowdfunding, privacy, personal data
KEBERLAKUAN PRINSIP NON-REFOULEMENT SEBAGAI JUS COGENS DALAM HUKUM NASIONAL INDIA BERKAITAN DENGAN KEWAJIBAN NEGARA INDIA TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA DI NEGARANYA Intan Nur Aini
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Intan Nur Aini, A.A.A. Nanda Saraswati, Fransiska Ayulistya Susanto Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: intannurainii@student.ub.ac.id ABSTRAK Pengungsi yang merupakan salah satu pergerakan manusia lintas batas negara seharusnya tidak diputus oleh pengadilan nasional suatu negara tanpa mengaplikasikan refugee law sebagai bahan pertimbangannya, utamanya bagi negara-negara yang belum memiliki instrumen hukum nasional khusus tentang pengungsi. Absennya prinsip non-refoulement yang merupakan prinsip terpenting refugee law dalam putusan Supreme Court India atas kasus Mohammad Salimullah & ANR. v Union of India & ORS. mengakibatkan 150 – 170 pengungsi Rohingya di Jammu terancam mengalami deportasi ke negara asal mereka, yakni Myanmar. Dengan pendekatan konseptual, perundang-undangan, dan menelaah putusan-putusan pengadilan yang ada sebelumnya, Peneliti menganalisis keberlakuan prinsip non-refoulement sebagai bagian dari jus cogens dalam hukum nasional Indonesia berkaitan dengan kewajiban negara India terhadap pengungsi Rohingya di negaranya. Sebagai bagian dari jus cogens, prinsip non-refoulement berlaku secara universal bagi seluruh negara di dunia, termasuk India, tanpa memandang apakah negara tersebut merupakan negara peserta konvensi internasional yang mengandung prinsip non-refoulement atau tidak. Selain itu, prinsip non-refoulement juga telah diakui sebagai custom sebelum mendapatkan status sebagai jus cogens dan ditinjau dari putusan-putusan pengadilan sebelumnya, prinsip non-refoulement terbukti diakui dan diterapkan dalam hukum nasional India. Hal ini semakin memperkuat kewajiban India untuk mematuhi prinsip tersebut dan Supreme Court dapat langsung mengaplikasikannya sebagai bahan pertimbangan tanpa memerlukan adanya inkorporasi atau transformasi. Oleh karena itu, putusan Supreme Court India atas kasus Mohammad Salimullah dinilai tidak sesuai dengan kewajiban negara India terhadap prinsip non-refoulement sebagai jus cogens maupun kewajiban internasional India yang lain terhadap pengungsi Rohingya di negaranya. Kata Kunci: Prinsip Non-Refoulement, Jus Cogens, Kewajiban Negara, India, Pengungsi Rohingya ABSTRACT The cross-boundary crimes should not be judged within the scope of a national court without applying refugee law as the consideration, especially for countries with no instrument of national law concerning refugees. The absence of the non-refoulement principle as the vital principle of refugee law in the Supreme Court Decision of India over the case of Mohammad Salimullah & ANR. V Union of India & ORS has caused 150 to 170 Rohingya refugees in Jammu to face refoulement deporting them to Myanmar. With conceptual and statutory approaches and the technique of analyzing the previous court decisions, this research analyzes the non-refoulement principle as part of just cogens in the national law of Indonesia regarding the responsibility of India for Rohingya refugees in the country. As part of jus cogens, the non-refoulement principle applies universally to all countries worldwide, including India without questioning whether the state concerned is a member of an international convention that takes into account the refoulement principle. Moreover, this principle started to be recognized as custom before it gained its status as just cogens. As seen from earlier court decisions, the non-refoulement principle is recognized and applicable in national law in India. This condition strengthens the responsibility of India to comply with this principle, and Supreme Court could directly apply this as a matter of consideration without any transformation. Therefore, the Supreme Court Decision of India over the case of Mohammad Salimullah is deemed not relevant to the responsibility of India regarding the refoulement concept as jus cogens or as the international responsibility held by India for Rohingya refugees in the country. Keywords: non-refoulement principle, Jus Cogens, state responsibility, India, Rohingya refugee

Page 1 of 4 | Total Record : 36


Filter by Year

2022 2022


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 More Issue