cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 95 Documents
Search results for , issue "Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021" : 95 Documents clear
PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KEAMANAN TERHADAP PENYIDIK KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DARI ANCAMAN DAN/ATAU GANGGUAN DALAM MELAKSANAKAN UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi) Ade Christine Br Ginting
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ade Christine Br Ginting, Setiawan Nurdayasakti, Ardi Ferdian Fakultas Hukum, Universitas Brawijayae-mail: 17christine98@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pelaksanaan perlindungan keamanan yang diberikan terhadap Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dari ancaman dan/atau gangguan dalam melaksanakan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Seperti diketahui tugas yang diemban oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang sudah berat harus ditambah lagi dengan ancaman-ancaman dan/atau gangguan- gangguan dari pihak-pihak yang merasa kepentingannya diganggu. Ancaman dan/atau gangguan yang dihadapi oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi suatu alasan perlu diterapkan dengan maksimal perlindungan hukum terkait keamanan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian empiris dengan metode penelitian yuridis sosiologis yang dilakukan dengan cara wawancara untuk memperoleh jawaban mengenai pelaksanaan perlindungan keamanan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dari ancaman dan/atau gangguan dalam melaksanakan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara tidak langsung kepada Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dikarenakan oleh faktor terjadinya pandemi covid-19. Analisis data yang dilakukan oleh penulis menggunakan dua metode yaitu metode deskriptif analisis dan metode analisis isi. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan perlindungan keamanan terhadap penyidik Komisi Pemberantasai Korupsi dari ancaman dan/atau gangguan dalam melaksanakan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi belum terlaksana dengan baik walaupun terdapat beberapa hambatan. Kata Kunci : Pelaksanaan, Perlindungan Keamanan, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ABSTRACTThis research aims to provide more profound understanding of how security protection should be provided for enquirers under corruption eradication commission from any threats and/or interruptions during the enquiry process in corruption cases. Enquiries are a tough job added with threats coming from parties who feel that their interest is interfered with. These threats serve as the grounds for security protection. This research employed empirical method and socio-juridical approach based on interviews to gain information needed. Indirect interviews were conducted with the Public Relations Bureau of Corruption Eradication Commission and enquirers of the commission, and the interviews took indirect way due to the pandemic. Descriptive and content analyses were employed to study the research data. The research results reveal that the protection given to ensure the security of the enquirers of the commission against all threats and interruptions has not been appropriately implemented due to several impeding factors.Keywords: implementation, security protection, inquirers of Corruption Eradication Commission
PENERBITAN SURAT KETERANGAN CATATAN KEPOLISIAN (SKCK) BAGI ANAK YANG TELAH SELESAI MENJALANI MASA PIDANA DARI ASPEK HAK ASASI ANAK Aditya Maulana Sunarko
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aditya Maulana Sunarko, Nurini Aprilianda, Abdul Madjid Fakultas Hukum Universitas BrawijayaJl. MT. Haryono No. 169 Malange-mail: adityamaulanas@student.ub.ac.id ABSTRAK Seseorang yang pernah melakukan tindak pidana tak menutup kemungkinan juga berlaku untuk anak akan memiliki catatan kriminal yang termuat dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Akan tetapi proses hukum antara anak dengan orang dewasa memiliki perbedaan. Fakta yang ada dengan adanya catatan kriminal yang terdapat di dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) adalah kecenderungan anak pernah melakukan tindak pidana untuk mendapat kembali hak asasi nya seperti diterima kembali hidup normal di masyarakat dan atau mendapatkan pekerjaan yang layak sangat niscaya untuk didapatkan karena di masa sekarang ini SKCK merupakatan syarat administrasi yang harus dimilki. Semua pihak seperti aparat penegak hukum dan masyarakat harus menjalankan dan menerapkan aturan yang ada demi terwujudnya mengenai hak-hak anak pernah melakukan tindak pidana dan selesai menjalani masa pidananya tanpa adanya pandangan negatif lain tentang apa yang terjadi di masa lalu. Stigma dan dampak negatif yang berkepanjangan menjadi masalah utama yang dirasakan oleh anak pernah melakukan tindak pidana dan memilki catatan kriminal di dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian. pentingnyа adanya pengaturan mengenai penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi anak yang telah menjalani masa pidana dan masa pembinaan. Hal tersebut dikaitkan dengan aspek hak asasi anak yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 karena berkaitan dengan hak asasi anak tersebut dimana catatan kriminal di dalam surat keterangan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip yang termuat di dalam aturan mengenai perlindungan anak. Kata Kunci: Hak Asasi Anak, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Pengaturan ABSTRACTCriminal sentences a person serves will leave a criminal record stated on a Police Record (henceforth SKCK), and it also applies to children committing criminal offenses although the legal proceedings taken in the cases between children and adults are different. Once criminal offenses are recorded on the police report, it is hard for young offenders to get their rights back to be accepted in society and get decent jobs since the SKCK is a compulsory administrative requirement ones must have for job application. This is the responsibility of all parties including law enforcers and the members of the public to protect the rights of the children especially after they serve sentences without any stigma of their past. Prolonged stigma is a tough experience the children concerned have to take. Thus, regulatory provisions of the issuance of the SKCK for children with criminal records are to be taken into account, as this is related to the aspects of human rights of the child in which the criminal records on the SKCK contravene the principles set forth in the regulations concerning child protection. Keywords: human rights of the child, SKCK, regulatory provisions 
MEMAKNAI NOTA KESEPAHAMAN / MOU SEBAGAI DASAR HAPUSNYA SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan No.9/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mtr) Alma Aulia Hernawati
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Alma Aulia Hernawati, Bambang Sugiri, Mufatikhatul Farikhah, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169, Kota Malang, Jawa Timur 65145, e-mail: almaharzuan@gmail.com   ABSTRAK Penelitian ini mengkaji mengenai Putusan No.9/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mtr yang mana di dalam putusan tersebut majelis hakim memberikan putusan bebas kepada terdakwa dikarenakan salah satu pertimbangan hukumnya terdakwa melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yaitu dengan berbentuk Nota Kesepahaman / MoU yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kemudian, salah satu dakwaan Jaksa Penuntut Umum memberikan dakwaan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi namun pada putusannya majelis hakim mengatakan bahwa perbuatan terdakwa tidak memenuhi unsur dari pasal tersebut. Salah satu unsur pasal diatas ialah adanya sifat melawan hukum, melihat bahwa pada putusan majelis hakim berpendapat bahwa tidak adanya suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa. Maka dari itu, penulis ingin mengetahui apa dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut dan penulis juga ingin memaknai Nota Kesepahaman / MoU sebagai dasar hapusnya sifat melawan hukum pada pasal 2 ayat (1) UUPTPK. Kata Kunci: MoU, Melawan Hukum, Tindak Pidana Korupsi ABSTRACTThis research studies Decision Number 9/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mtr declaring that a defendant was free from all charges due to the Memorandum of Understanding (MoU) agreed upon by the defendant and a third party. One of the indictments issued by General Prosecutions referred to Article 2 paragraph (1) of Law Number 31 of 1999, as amended to Law Number 20 of 2001 concerning Criminal Corruption Eradication, but it turned out that the judge’s verdict decided that the act done by the defendant did not meet the matters as in the Article, one of which is a tort. The judge saw no single tort the defendant seemed to commit. Regarding this issue, this research aims to find out the legal consideration made by the judge over the verdict and to define the MoU serving as the basis of the omission of the tort as in Article 2 paragraph (1). Keywords: MoU, tort, criminal corruption 
ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) DAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (KPK) TERHADAP PERLINDUNGAN SAKSI TINDAK PIDANA KORUPSI Asfara Rachmad Rinata
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Asfara Rachmad Rinata, Bambang Sugiri, Faizin SulistioFakultas Hukum Unversitas Brawijaya Jl. M.T. Haryono no. 169 Malange-mail: asfararachmad@gmail.com ABSTRAK Korupsi termasuk kedalam extraordinary crime, dimana pemberantasannya diperlukan perhatian khusus. Termasuk dalam pembuktiannya yang menempatkan kesaksian saksi diurutan pertama diatas alat bukti lainnya. Maka Perlindungan saksi dan korban tindak pidana korupsi merupakan hal yang sangat penting. Dengan adanya pemberian kewenangan perlindungan saksi dan korban tindak pidana korupsi oleh Undang – Undang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dikeluarkannya Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dimana pemberian perlindungan saksi dan korban tindak pidana korupsi telah menjadi tugas dan wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan telah diatur secara rigid dalam Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pemberian kewenangan perlindungan saksi dan korban tindak pidana korupsi tersebut dapat menimbulkan potensi konflik antara kedua Lembaga negara yang sama-sama memiliki sifat Lex Spesialis. Dimana LPSK memiliki sifat lex spesialis menurut lembaganya/subjeknya, dan KPK memiliki sifat lex spesialis menurut tindak pidananya. Sehingga perlindungan saksi dan korban tindak pidana korupsi tidak berjalan dengan maksimal. Kata Kunci: korupsi, perlindungan, saksi ABSTRACTAs an extraordinary crime, corruption needs a special handling, including the evidence that involves the testimony from witnesses that has to be put first above other pieces of evidence. With this, the protection of both witnesses and victims is deemed very important. Law Number 19 of 2019 concerning Corruption Eradication Commission provides protection for the witnesses and victims in corruption cases, and this protection is under the responsibility of Witnesses and Victims Protection Organization (henceforth LPSK). This is also rigidly governed in Law Number 31 of 2014 concerning Protection of Witnesses and Victims. However, the authority to provide the protection could spark conflicts between two bodies having Lex Spesialis principle, in which the LPSK holds lex spesialis according to its subject/organization, while the Corruption Eradication Commission has its lex spesialis of criminal aspect. This conflict has interrupted the process of the protection. Keywords: corruption, protection, witness
URGENSI DIGITAL FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA SIBER (CYBER CRIME) Benita Nathalia
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Benita Nathalia, Bambang Sugiri, Faizin Sulistio Fakultas Hukum, Universitas BrawijayaJl. MT. Haryono No. 169 Malange-mail: Benitanathalia@yahoo.co.id   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai urgensi digital forensik dalam pembuktian tindak pidana siber (cyber crime). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Bukti elektronik mempunyai karakteristik yang sangat khas dan tidak konsisten, sehingga untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan maka dibutuhkan suatu standar untuk menguji keautentikan dan integritas dari bukti tersebut. Didalam Pasal 6 Undang-Undang ITE diatur mengenai syarat agar suatu bukti elektronik dapat dianggap sah yaitu sepanjang informasi yang tercantum didalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggunjawabkan. Tetapi didalam Undang-Undang tersebut tidak dijelaskan secara lebih jelas dan rinci mengenai dengan cara apa suatu bukti elektronik dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan, yang mana hanya dapat dilakukan dengan digital forensik. Sehingga hal ini menimbulkan suatu kekaburan hukum karena pada kenyataannya masih terdapat perkara-perkara yang tidak menggunakan digital forensik terhadap bukti elektronik dalam pembuktiannya yang menyebabkan tidak terpenuhinya tujuan kepastian hukum dan keadilan. Oleh karena itu, digital forensik merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan agar bukti elektronik yang diajukan di persidangan dapat dinyatakan sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sama seperti alat bukti lainnya. Kata kunci: Bukti Elektronik, Digital Forensik, Tindak Pidana Siber. ABSTRACTThis research aims to analyse the urgency in digital forensics to help provide evidence in cyber crime. With normative juridical method, statutory, and case approach, this research has found out that electronic proof is inconsistent, and this weakness urges a particular standard to exist to test the authenticity and integrity of the evidence. Article 6 of Law concerning Electronic Information and Transactions governs requirements for the validity of electronic evidence as long as the information therein is accessible, can be performed and can be guaranteed and accountable. However, the provision in the law does not explain at length about how electronic proof can be accessed, shown, guaranteed, or accountable without the involvement of digital forensics. This situation still sparks uncertainty of law since several cases are not supported by digital forensics for electronic proof, and this fails to fulfil the principle of legal certainty and justice. Thus, the existence of digital forensics is required to support the validity of the electronic proof and to apply the standard in the provision of evidence. Keywords: Electronic Proof, Digital Forensics, Cyber Crime
PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK KETIGA YANG ASETNYA DIGUNAKAN SEBAGAI OBJEK JAMINAN UTANG DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor : 15/PDT.SUS-GUGATAN LAIN-LAIN/2019/PN.NIAGA.JKT.PST) Cagiva Mirage Annisa Dreeskandar
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Cagiva Mirage Annisa Dreeskandar, Suhariningsih, Amelia Sri Kusuma Dewi   Fakultas Hukum Universitas BrawijayaJl. MT Haryono No. 169 Malange-mail: giva.cagiva@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis dan menemukan kejelasan pertimbangan hakim dalam menjatuhi Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 15/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst sudah sesuai dengan hukum positif yang mengatur tentang objek jaminan pihak ketiga yang asetnya digunakan sebagai objek jaminan utang debitor pailit merupakan bagian dari harta pailit. Serta penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hak dari kreditor separatis atas jaminan kebendaan dalam perkara kepailitan. Hasil penelitian ini menyimpulkan ratio decidendi hakim tidak tepat memasukan objek jaminan atas nama Halim Wijaya sebagai harta pailit hal ini didasari dengan mengacu pada Pasal 21 UUK yang telah mengatur ketentuan ruang lingkup harta pailit meliputi seluruh harta kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit dan yang diperoleh selama kepailitan serta didasari oleh Pasal 6 angka 4 huruf a poin ke-4 Perdirjen KN 2/2017, objek jaminan atas nama pihak ketiga tidak dapat dimohonkan dalam pelaksanaan lelang harta pailit. Sehingga sudah sepatutnya objek jaminan kebendaan dikecualikan dari harta pailit, hal ini didasari atas hak separatis yang dimiliki kreditor pemegang hak jaminan yang dapat mengesekusi seolah-olah tidak terjadi kepailitan sesuai dengan Pasal 55 ayat 1 UUK. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Kata Kunci: Jaminan Kebendaan Pihak Ketiga, Kepailitan, Hak Istimewa, Harta Pailit   ABSTRACT This research aims to find out and analyze whether the judge’s consideration in delivering according to Commercial Court Decision Number 15/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2019/PN.NIAGA.Jkt.Pst is relevant to the positive law governing an asset as part of the bankrupt asset and as loan security to guarantee the loan of the debtor who is declared bankrupt. This research is also intended to find out the right a secured creditor has for this object as security over bankruptcy. The ratio decidendi is that the inclusion of the object set as security on behalf of Halim Wijaya into a bankrupt asset is deemed an inappropriate step to be taken by the judge. This consideration refers to Article 21 of UUK that governs the provisions regarding the scope of bankrupt assets including all the debtor’s assets when he/she is declared bankrupt at court and the assets obtained during bankruptcy, and it is also based on Article 6 number 4 letter a point 4 of Perdirjen KN 2/2017; the security on behalf of the third party cannot be proposed for an auction. Thus, it is important that the security be excluded from the bankrupt assets, as in accordance with the right held by a secured creditor who has the security that could implement the execution as if there were no bankruptcy as in Article 55 paragraph 1 of UUK. This research employed normative-juridical method, statutory, and case approaches. Keywords: security object of the third party, bankruptcy, prerogative, bankrupt assets
ANALISIS YURIDIS PENGATURAN PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK TERKAIT BIOPIRACY BERDASARKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL DI INDONESIA Clarissa Josephine
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Clarissa Josephine, Afifah Kusumadara, Ranitya Ganindha Fakultas Hukum Universitas BrawijayaJl. MT. Haryono No. 169, Malange-mail: jclarissa0405@gmail.com   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pengaturan perlindungan sumber daya genetik berdasarkan perjanjian internasional dan hukum nasional di Indonesia. Keanekaragaman hayati merupakan berkah dari Sang Pencipta sehingga dimanfaatkan untuk mensejahterakan umat manusia. Indonesia sebagai negara agraris memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah. Keanekaragaman hayati merupakan pembentukan eksistensi manusia, karena setiap orang membutuhkan aset alam untuk menunjang kehidupan. Indonesia belum memanfaatkannya secara optimal, warisan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional Indonesia dari zaman ke zaman secara terbuka dimiliki oleh masyarakat karena belum ada pengaturan untuk mengamankannya dan melindunginya. Kondisi ini kerap disalahgunakan oleh negara-negara maju untuk mengambil kekayaan Indonesia dan kemudian dipatenkan oleh negara-negara maju dengan tujuan komersial (biopiracy). Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian normatif. Teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan atau library research dan internet. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa diperlukan adanya upaya hukum untuk mengintegrasi berbagai ketentuan peraturan sehingga mencegah terjadinya penjarahan hayati di Indonesia.Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Sumber Daya Genetik, Biopiracy ABSTRACTThis research aims to find out and analyse genetic resources management according to international treaties and national law in Indonesia. Biodiversity is a gift to nature and its use should be for the welfare of the people. Indonesia ia an agrarian country with its abundant biodiversity that shapes human existenve, recalling human beings are inextricable from their natural resources that support their continual existence. However, Indonesia has not optimally utilized the legacy of genetic resources and traditional knowledge since there are no regulatory provisions to secure and protect the utilization. This condition is often unjustly taken as an opportunity by other countries where they unfairly have access to taking the natural assets to be further patented for commercial purposes (biopiracy). This research was conducted based on a normative method. The data was collected from library research and the Internet. The research results learn that legal remedies are required to integrate some regulatory provisions to avert biopiracy in the country. Keywords : Legal protection, genetic resources, biopiracy 
ANALISIS KEBIJAKAN PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP MERCHANT YANG MELAKUKAN TRANSAKSI DI MARKETPLACE Daniel Hans Sunanto
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Daniel Hans Sunanto, Lutfi Effendi, Amelia Ayu Paramitha, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169, Malang, Jawa Timur e-mail: danielhans255@gmail.com   ABSTRAK Penelitian ini mengkaji mengenai Analisis Kebijakan Penerapan Pajak Penghasilan terhadap Merchant yang Melakukan Transaksi di Marketplace. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis-empiris dengan pendekatan Perundang- undangan. Pajak adalah salah satu sumber pemasukan terbesar negara. Ada beberapa jenis pajak, salah satunya adalah pajak penghasilan. Seiring berjalannya waktu, penghasilan yang diperoleh manusia tidak hanya didapat melalui pekerjaan di dunia nyata saja, namun juga dari dunia maya atau online. Salah satu cara mendapatkan penghasilan di dunia maya adalah dengan berjualan di marketplace. Perkembangan transaksi jual beli di Marketplace meningkatt, namun hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan UMKM yang membayar pajak penghasilan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyatakan bahwa hingga Februari 2020 ada delapan juta UMKM yang sudah Go-Online dan hanya dua juta UMKM yang membayar pajak dari total lima puluh delapan juta UMKM yang artinya ada ketidaksesuaian antara hukum (das sollen) dan kenyataan yang terjadi di masyarakat (das sein). Kata Kunci: Pajak Penghasilan, Transaksi Daring, Marketplace ABSTRACT This research, with empirical-juridical method and statutory approach, studies the analysis of the policy over the implementation of income tax collected from merchants doing transactions in marketplace. These days, income is not only restricted to conventional jobs, but interactions online could also give income to several people, and marketplace is one of the possibilities online where people can earn money. Transactions in marketplace are growing in number, but, unfortunately, this trend does not correspond to the amount of income tax collected. The Directorate General of Taxation (DJP) of Finance Ministry, Suryo Utomo, confirmed that up to February 2020, there were about eight million Small and Medium Micro Enterprises (henceforth UMKM) performing transactions online, but only two million UMKM of the total fifty- eight millions pay their income tax. That is, what takes place in reality (das sein) does not correspond to the law in place (das sollen). Keywords: Income Tax, Online Transaction, Marketplace
URGENSI PELAPORAN IMEI TELEPON SELULER DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NEGARA (Studi di bagian Subdirektorat Impor Direktorat Teknis Kepabeanan) Dhio Widyatama Putra
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dhio Widyatama Putra, Shinta Hadiyantina, Dewi CahyandariFakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169, Malang e-mail: Dhiowidyatamaptr@gmail.com   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui Mengetahui, mengidentifikasi dan mendeskripsikan urgensi pelaporan IMEI telepon seluler dalam meningkatkan pendapatan negara dan untuk Mengetahui, mengidentifikasi dan mendeskripsikan hambatan dan pendukung pelaporan IMEI telepon seluler dalam meningkatkan pendapatan negara, Penelitian ini akan disusun dengan menggunakan jenis penelitian empiris karena objek yang diteliti berada di lapangan Pada pendekatan penelitian menggunakan pendekatan hukum sosiologis (socio legal research). Pendekatan hukum sosiologis adalah mengindentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang nyata. Berdasar dari hasil penelitian ini, dalam Pelaksanaan Peraturan pemberitahuan dan pelaporan atas barang telepon seluler, adalah instrumen yang digunakan Bea dan Cukai dalam melaksanakan fungsi pengawasan, untuk impor barang dengan menggunakan dokumen Bea Cukai, pada saat proses pengangkutan atau masuknya barang telepon seluler ke Kawasan negara dengan non-sertifikasi atau tidak mempunyai IMEI negara dapat merealisasi barang telepon seluler dengan mekanisme pemeriksaan fisik dan penyegelan atau pemberian nomer IMEI. Terakhir dengan dilakukannya post audit untuk menguji kepatuhan. Dengan dilakukan nya prosedur tersebut dapat meningkatkan pengawasan dalam bentuk pelaporan dalam menangani barang telepon seluler tidak berIMEI. Beberapa upaya- upaya yang dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah memperkuat dan memperketat keamanan dari seleksi masuk produk-produk impor di setiap check point. Jika upaya-upaya ini berhasil mengatasi faktor-faktor tersebut, dapat dipastikan pendapatan negara dari bidang kepabeanan akan meningkat. Kata kunci: Bea Cukai, IMEI, Implikasi Hukum, Pengawasan Barang ABSTRACT This research aims to find out, identify, and describe the urgency in reporting mobile phone IMEI intended to raise the State’s income and to find out the hindrances to and supporting aspects of the IMEI. This research employed empirical research since the object studied was in the field and socio-legal research method which required identification and conception of law as a real and functional social institution in a real life. In terms of the notification and report of mobile phone devices for IMEI, with customs and excise documents, and during the loading and entering of goods into a country that has no certification or IMEI in the state, the process could take inspection of the devices, sealing, or the issuance of IMEI, and it could also take audit process to see whether customers comply with the rules. All these measures are intended to improve supervision that involves report and handling of the mobile phones with no IMEI. It is important that the Directorate General of Customs and Excise enforce restrictions for the coming products at every check point. The success of these measures will surely increase the income the State could regularly receive. Keywords: customs and excise, IMEI, legal implication, goods supervision 
WEWENANG DAN TUGAS ODITURAT MILITER MELAKSANAKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA DESERSI YANG DIPERIKSA DAN DIPUTUS SECARA IN ABSENTIA Dita Damayanti Sasmito Ningsih
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dita Damayanti Sasmito Ningsih, Dr. Setiawan Noerdajasakti, SH. MH Fakultas Hukum, Universitas Brawijayae-mail: ditadamyanti@gmail.com ABSTRAK Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menyatakan bahwa Tindak Pidana Desersi dapat diputus secara in absentia atau tanpa adanya terdakwa. Pada Tindak Pidana Desersi In Absentia Oditur Militer merupakan pihak yang wajib melakukan putusan pengadilan. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana proses penjatuhan atau pelaksanaan putusan yang dilakukan oleh Oditurat Militer dalam melaksanakan hasil putusan tindak pidana Desersi yang diputus secara in absentia, padahal diketahui bahwa dalam hal tindak pidana Desersi yang diputus secara in absentia tersebut pelaku Tindak Pidana Desersi tidak diketahui keberadannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana penanganan Tindak Pidana Militer oleh Oditur Militer dan Hakim Militer, serta mengetahui Bagaimana wewenang dan tugas Oditur Militer dalam melaksanakan putusan Tindak Pidana Desersi yang diperiksa dan diputus secara In Absentia? Untuk Menjawab permasalah diatas penulis menggunakan metode penelitian hukum yuridis empiris, dengan metode pendekatan yuridis – sosiologis. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, Penanganan oleh Oditur Militer dimulai dari penyidikan, Pembuatan Surat Pendapat Hukum kemudian pembuatan Surat Dakwaan beserta dengan pembacaan surat dakwaan saat persidangan dan melakukan pelaksanaan putusan sedangkan Penanganan oleh Hakim Militer dimulai pada berkas perkara masuk ke Pengadilan kemudian membuat rencana sidang dan memberikan putusan. Pelaksanaan putusan Tindak Pidana Desersi in absentia dilaksanakan oleh Oditur Militer dengan berkoordinasi dengan pihak kesatuan tempat terpidana melakukan kewajiban dinasnya sebelumnya dengan bantuan dari Polisi Militer. Terpidana yang tertangkap akan menjalankan hukuman di Lembaga Permasyarakatan Militer atau Lembaga Permasyarakatan Umum.Kata Kunci: Oditurat Militer, Peradilan Militer, Tindak Pidana Desersi in Absentia ABSTRACT Law Number 31 of 1997 concerning Court-Martial implies that a verdict over criminal desertion could be delivered without the presence of a defendant (In Absentia), and military prosecutors are authorized to pass the verdict despite the absence of the defendant. However, a question is raised regarding how the verdict could be delivered while the defendant’s whereabouts are unknown. This research aims to find out how this crime is handled by the military prosecutors and judges and what authority and tasks of the military prosecutors in delivering verdict over this criminal desertion in absentia. With empirical-juridical and socio-juridical methods, this research reveals that the process of handling the case as performed by military prosecutors ranges from inquiry, statement of legal opinion, indictments, and the reading of the indictments at trial, and verdict. The handling by military judges requires case files to be submitted to the court, trial planning, and delivering the verdict. Prior to the verdict, the military prosecutors work with the military post where the defendant is assigned with the help of military police. An arrested defendant is subject to serving sentences in Military Correctional Department or Non-military Correctional Department. Keywords: military prosecutors, court-martial, criminal desertion in Absentia

Page 1 of 10 | Total Record : 95


Filter by Year

2021 2021


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 More Issue