cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Biomedika
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Arjuna Subject : -
Articles 16 Documents
Search results for , issue "Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017" : 16 Documents clear
PENGARUH CHLOROQUINE TERHADAP INTERLEUKIN-1β, AKTIVASI CASPASE-1 DAN SURVIVAL RATE PADA TIKUS MODEL SEPSIS Suseno, Aryo; Sumandjar, Tatar; Purwanto, HM Bambang
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4347

Abstract

Sepsis masih merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di ruang rawat intensif. Mekanisme sepsis belum diketahui secara penuh. Perlunya metode-metode baru dalam penanganan sepsis. Penelitian-penelitian baru menemukan adanya peran dari Nod-like Receptor dan inflammasome. Chloroquine menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh qloroquin terhadap interleukin-1β, aktivasi caspase-1 dan survival rate pada tikus model sepsis. Penelitian adalah eksperimen hewan coba (Rattus norvegicus) yang disepsiskan dengan Cecal Ligation and Puncture (CLP). Sampel 52 tikus, dibagi menjadi 2 kelompok; Kelompok 1 untuk IL-1β dan kelompok 2 aktivasi Caspase-1. Tiap kelompok dibagi 3 sub kelompok; kontrol tanpa CLP + placebo (NaCl 0.9% 2ml), perlakuan dengan CLP + placebo, dan kelompok terapi dengan CLP +Chloroquine (CHQ) 50mg/Kg BB personde. Terapi dan placebo diberikan 24, 48 dan 72 Jam setelah CLP. Tikus mati dan moribund dicatat sebagai mortalitas. Pada hari ke 6, tikus yang hidup diambil darahnya dan dikorbankan dengan dislokasi servikal. Kadar IL-1β dengan ELISA pada serum, Aktivasi Caspase-1 dengan Flowcytometry dengan pewarnaan FLICA 660 pada Peripheral Blood Mono-Nuclear Cells (PBMC) dan Whole Blood (WB). Analisis dengan SPSS 22. Beda rerata masing-masing subkelompok dianalisa dengan ANOVA bila distribusi normal dan atau uji Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan Mann–Whitney.Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan survival rate yang bermakna antar sub-kelompok dan antar kelompok (mean 52 vs 62, CI: (-37.32) - 27.98, P=0.767). Didapatkan rerata kadar IL-1β yang lebih rendah pada kelompok terapi dibanding kelompok perlakuan (mean 0.08975 vs 0.09680 CI: (-0.024) – 0.0097, P=0,376), namun tidak bermakna secara statistik. Rerata tingkat aktivasi Caspase-1 pada PBMC (mean 9,46 vs 15.04 CI: (-6.72) – 24.82 , P=0.865) dan WB (mean 2,99 vs 10,99 CI: (-5.303) – 5.844, P=0.478) lebih rendah pada kelompok terapi dibanding perlakuan walaupun tidak bermakna secara statistik. Penelitian ini menunjukkan bahwa penghambatan kadar inflamasi tidak berhubungan langsung dengan survival rate. Mekanisme anti-inflamasi Chloroquine, salah satunya, tampak melewati jalur inflammasome. Kata kunci: Sepsis, Chloroquine, Inflammasome, Caspase-1, IL-1β, Survival rate.
PENGARUH EKSTRAK ETHANOL PROPOLIS TERHADAP EKSPRESI PROTEIN Bcl2, CYCLIN D1 DAN INDUKSI APOPTOSIS PADA KULTUR SEL KANKER KOLON Yuniarto, Haryono; Maryono, Sumardi; Purwanto, Bambang
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4343

Abstract

Kanker kolorektal menempati urutan kejadian kanker ketiga di seluruh dunia, dengan lebih dari 1 juta angka kejadian tiap tahunnya. Berbagai strategi terapi pengobatan kanker kolorektal tetapi relatif belum optimal. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan mengembangkan terapi alternatif sebagai pendamping. Propolis menunjukkan aktivitas proapoptosis pada berbagai jenis sel kanker. Mengetahui pengaruh pemberian propolis yang berasal dari Kerjo, Karanganyar, Indonesia terhadap induksi proses apoptosis dan aktivitas antiproliferasi, terutama terkait dengan penekanan ekspresi protein Bcl 2 dan cyclin D1 pada kultur sel WiDr (cell line kanker kolon). Penelitian eksperimental laboratorik menggunakan post test with control group design. Penelitian dilakukan pada kultur sel WiDr (sel kanker kolon) dengan pemberian propolis. Pengamatan ekspresi protein Cyclin D1 dan Bcl2 dilakukan dengan metode imunositokimia, sedangkan pengamatan induksi apoptosis dilakukan dengan flowcytometry. Analisis statistik dengan uji Kruskal-Wallis, signifikan bila p <0,05. Rata-rata ekspresi Bcl2 pada kelima kelompok yaitu kontrol 83.40 ± 0.69 μg/ml, EEP 1/2 IC50 60.63 ± 0.40, EEP IC50 33.77 ± 1.08 μg/ml, EEP 2 IC50 24.28 ± 1.91 μg/ml, 5fluorouracil 12.74 ± 2.19 μg/ml. Terdapat perbedaan bermakna ekspresi Bcl2 antara kelompok uji dibandingkan kelompok kontrol (p < 0,001). Rata-rata ekspresi cyclin D1 pada kelima kelompok yaitu kontrol 83.77 ± 0.39 μg/ml, EEP 1/2 IC50 61.44 ± 0.41, EEP IC50 36.67 ± 1.18 μg/ml, EEP 2 IC50 24.50 ± 0.38 μg/ml, 5fluorouracil 13.42 ± 1.04μg/ml. Terdapat perbedaan bermakna ekspresi cyclin D1 antara kelompok uji dibandingkan kelompok kontrol (p < 0,001). Pemberian ekstrak etanol propolis mempunyai pengaruh menekan ekspresi Bcl2, cyclin D1, dan menginduksi apoptosis pada kultur sel kanker kolon (WiDr Cell Line). Kata Kunci: Ekstrak Ethanol Propolis, Bcl2, cyclin D1, Sel WiDr
PENGARUH PEMBERIAN 1,25 DIHYDROXYVITAMIN D (CALCITRIOL) TERHADAP KADAR FIBROBLAST GROWTH FACTOR-23 DAN ALBUMINURIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS Herlina, Intan; Purwanto, Bambang; Sugiarto, Sugiarto
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4344

Abstract

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronik adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Ginjal merupakan tempat utama sintesa 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), sehingga dengan adanya kerusakan ginjal menyebabkan defisiensi 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol). Pada pasien Penyakit Ginjal Kronik terjadi peningkatan Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria akibat dari aktifitas Renin Angiotensin Aldosteron Sistem. Aktifitas RAAS mempengaruhi 1,25 Dihydroxy vitamin D (Calcitriol), Fibroblast Growth Factor-23 melalui Angiotensin 2 dengan cara menghambat reseptor Angiotensin I (AT1) melalui Nicotinmide Adenine Dinucleotide Phosphate Oxidase (NADPH Oksidase) dan Stress Oxidativ. Beberapa penelitian menyimpulkan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) mempunyai efek renoprotektif, anti inflamasi dan antiproteinuric dengan cara menghambat reseptor Angoitensin I (AT1) sehingga mengakibatkan menurunnya albuminuria. Tujuan Penelitian ini adalah untuk membuktikan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) dapat menurunkan kadar Fibroblas Growth Factor-23 dan albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium V yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan randomisasi, subyek penelitian 30 orang, dibagi dalam dua kelompok sampel, kelompok plasebo 15 orang dan kelompok perlakuan 15 orang. Dalam perjalanan, kelompok placebo drop out 4 pasien karena keluarga pasien tidak menyetujui untuk melanjutkan penelitian dan satu lagi mengalami perburukan, sehingga jumlah sampel menjadi 26 orang, terbagi menjadi kelompok placebo sebanyak 11 orang yang diberi placebo dan kelompok perlakuan 15 orang diberi calcitriol 1x0,5 μg peroral selama 4 minggu. Karakteristik penelitian yang berupa variabel kualitatif, uji homogenitas dilakukan menggunakan uji Chi Square. Uji beda dua Rerata menggunakan uji t pada p<0.005. Pada kelompok plasebo (n=11) ; Kadar Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan (876,24±795,93 RU/mL vs 1235,69±791,71 RU/mL; p=0,059) dan Albuminuria (72,30±195,06 μg/ mg vs 320,14±208,90 μg/mg; p=0,001). Pada kelompok perlakuan (n=15); Kadar Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan (1210,96±845,97 RU/mL vs 612,33±487,32 RU/mL; p=0,002) dan Albuminuria (206,63±327,25 μg/mg vs 192,89±316,00 μg/mg; p=0,001). Terdapat perbedaan yang bermakna pada selisih ratarata kadar Fibroblast Growth Factor-23 (Delta-FGF-23) sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo vs kelompok perlakuan (-359,45±560,23 RU/mL vs 598,63±608,27 RU/mL; p=0,001) dan selisih rata-rata Albuminuria (Delta-albuminuria) sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo vs kelompok perlakuan (-247,84±189,48 μg/mg vs 13,73±23,15μg/mg;p=0,001. Pemberian suplementasi 1,25 Dihydroxyvitamin D (calcitriol) menurunkan kadar FGF-23 albuminuria secara bermakna pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V yang menjalani hemodialisisKata Kunci: Penyakit Ginjal Kronis Stadium V, 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), Fibroblast Growth Factor-23, Albuminuria
MODULASI SEL PUNCA MESENKIMAL DALAM MENURUNKAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN SEBAGAI TERAPI NEFRITIS LUPUS Maharani, Indah Putri; Adnan, Zainal Arifin; Nurudhin, Arief
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4340

Abstract

Systemic Lupus Erythematosus merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan gambaran klinis luas dan perjalanan penyakit beragam. Pemberian pristan intraperitoneal dapat menginduksi lupus pada mencit. Secretome sel punca mesenkimal bekerja secara parakrin memberikan efek antinflamasi dan imunomodulasi antara lain mensupresi sel T dan sel B autoreaktif. High Sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) terkait dengan patogenesis SLE dan selaras dengan aktifitas penyakit.Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh secretome sel punca mesenkimal terhadap kadar hsCRP pada mencit model lupus dengan induksi pristan. Desain penelitian adalah eksperimental dengan randomisasi, post test only control group design, sampel 21 ekor mencit betina Mus Musculus galur Balb/C, dibagi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (injeksi intraperitoneal NaCl 0,9% 0,5 ml), kelompok perlakuan (injeksi pristan intraperitoneal 0,5 ml) dan kelompok terapi (injeksi intraperitoneal pristan 0,5 ml dan secretome 0,45 ml). Penelitian dilakukan selama 3 minggu, secretome diberikan pada akhir penelitian. Sesudah perlakuan dinilai kadar hsCRP secara ELISA. Analisis statistik menggunakan SPSS 22 for windows dengan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan Mann-Whitney U test. P bermakna jika p<0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar hsCRP pada ketiga kelompok yaitu kontrol 440.68(110.08-564.29) ng/ mL; perlakuan (pristan) 2964.26(601.13-3926.10) ng/mL; terapi pristan+secretome) 506.93(207.62-1473.46) ng/mL, dengan kemaknaan p=0.008. Terdapat perbedaan bermakna kadar hsCRP antara kelompok pristan vs pristan+secretome (2457.33 ng/mL; p=0.047). Secretome sel punca mesenkimal mampu menurunkan kadar hsCRP pada mencit model lupus dengan induksi pristan.Kata Kunci: High Sensitivity C-Reactive Protein, Nefritis lupus, Secretome
PROFIL KOAGULASI PASIEN PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RS X, KEBUMEN, JAWA TENGAH Rahayu, Ester Tri; Arjana, Adika Zhulhi; Juwariyah, Juwariyah; Mulyaningrum, Utami; Irfan, Rozan Muhammad
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4345

Abstract

Ulkus diabetes mellitus (DM) adalah komplikasi dari diabetes mellitus yang menimbulkan dampak sosioekonomi yang besar. Morbiditas yang ditimbulkan cukup besar dan secara epidemiologi penderita DM memiliki resiko 25 % untuk terjadinya ulkus DM. Secara patofisiologinya, ulkus DM terjadi atas 3 kondisi yaitu neuropathy, gangguan vaskular, dan infeksi. Gangguan vaskular yang terjadi dimungkinkan disebabkan karena adanya gangguan dalam proses koagulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi koagulasi pasien DM penderita ulkus DM. Penelitian ini menggunakan data sekunder rekam medis. Subyek yang masuk dalam penelitian ini adalah penderita dewasa ulkus DM. Data rekam medis subyek mengenai kondisi diabetes dan ulkus DM diambil peneliti dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada waktu pembekuan dan kadar SGOT pada berbagai derajat ulkus diabetikum. Akan tetapi perbedaan tidak dijumpai pada waktu perdarahan dan kadar SGPT. Kata Kunci: Ulkus, koagulasi, diabetes mellitus
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN D3 (CALCITRIOL) TERHADAP KADAR TGF β1 DAN IL-6 PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V Anindita, Rahma; Purwanto, Bambang; Sugiarto, Sugiarto
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4341

Abstract

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien PGK adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis. Penurunan kadar TGF-β1 dan IL-6 dengan kalsifikasi vaskuler yang selanjutnya berkembang menjadi plak arteriosklerotik. Vitamin D menekan pada jalur aktivasi NF-ĸB sehingga mempunyai sifat anti inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi vitamin D terhadap kadar TGF-β1 dan IL-6 pada pasien penyakit ginjal kronik stadium v yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini merupakan penelitianeksperimen dengan randomisasi, sampel 30 orang, dibagi menjadi kelompok kontrol diberikan plasebo dan perlakuan diberikan calcitriol 1x0,5 μg peroral selama 4 minggu. Analisis statistik menggunakan SPSS 22for windows. Karakteristik penelitian yang berupa variabel kualitatif, uji homogenitas dilakukan menggunakan uji Chi Square. Uji beda dua rerata menggunakan uji t dengan signifikansi p <0,05. Hasil penelitian menunjukkan pemberian calcitriol 1x0,5 μg peroral jika dibandingkan placebo secara bermakna menurunkan kadarTGF-β1 (-1672,64±4217,61vs 7539,95±6435,86; p = 0,001), dan menurunkan kadar IL-6(- 1,45±3,14vs 4,20±2,83; p = 0,001). Pemberian suplementasi vitamin D dapat menurunkan kadar TGF-β1 dan menurunkan kadar IL-6 pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V yang menjalani hemodialisis Kata kunci: Vitamin D, TGF-β1, IL-6, Penyakit Ginjal Kronis
STATUS SEROLOGIS TIDAK MEMPENGARUHI PROFIL HEMATOLOGI ANAK TERINFEKSI VIRUS DENGUE Jatmiko, Safari Wahyu
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4346

Abstract

Antibodi anti dengue bersifat autoantibodi yang bisa merusak self antigen. Respon imun humoral terhadap DENV adalah terbentuknya IgM dan IgG yang spesifik terhadap sub tipe DENV penyebab. Jika IgG dan IgM anti degue bersifat autoantibodi maka secara teoritis pasien dengan status serologis IgM (+) dan IgG +) akan mempunyai profil hematologi yang lebih buruk dari pada pasien dengan IgG (+).Penelitian ini bertjuan untuk mengetahui perbedaan profil hematologi menurut status serologi pada anak terinfeksi virus dengue. Penelitian menggunakan desian analitik dengan pendekatan cross sectional. Data diambil dari pasien anak di RSUD Surakarta dari bulan September 2016 – Januari 2017. Kriteria pasien yang diikutkan dalam penelitian adalah semua pasien anak dengan usia kurang dari 14 tahun dan memenuhi kriteria infeksi virus dengue menurut WHO 2009. Pasien dengan riwayat kelainan hematologi dan pasien dengan riwayat immunocompremised dikeluarkan dari penelitian.Hasil penelitian ditemukan 65 pasien dengan IVD yang memenuhi kriteria.Tujuh belas pasien dengan IgM dan IgG positif sedangkan sisanya hanya IgG positif Hasil penelitian perbedaan profil hematologi jumlah leukosit, trombosit, hematokrit, dan hemoglobin berdasarkan status IgM (+) IgG (+) dengan IgG (+) didapatkan nilai p masing-masing 0.833, 0,865, 0,137, 0,086, dan 0,223. Dapat disimpilkan bahwa tidak terdapat perbedaan profil hematologi antara pasien dengan IgM (+) IgG (+) dengan pasien IgG (+). Kata Kunci: infeksi virus dengue, antibodi anti dengue, autoantibodi, profil hematologi.
PENGARUH EKSTRAK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN EKSPRESI p21, EKSPRESI PROTEIN Bax DAN INDUKSI APOPTOSIS PADA KULTUR SEL KANKER KOLON (CELL LINE WiDr) Prasetyo, Didik; Maryono, Suradi; Purwanto, Bambang
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4342

Abstract

Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dengan lebih dari 1 juta kasus setiap tahunnya dan salah satu kanker dengan mortalitas tertinggi di seluruh dunia. Radioterapi dan kemoterapi pada kanker relatif terbatas karena toksisitasnya yang tinggi dan efek samping yang bersifat merusak. Pengembangan propolis merupakan strategi baru untuk terapi adjuvan yang diharapkan meminimalkan efek samping terapi standar yang ada. Peran propolis pada keganasan terkait kemampuannya dalam menginduksi apoptosis dan aktivitas antiproliferasi. Penelitian in vitro, menunjukkan propolis memiliki aktivitas proapoptosis pada berbagai jenis sel kanker, meliputi : kanker laring, kanker paru, kanker pankreas, kanker tiroid, kanker payudara, kanker prostat dan glioma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian propolis yang berasal dari Kerjo, Karanganyar, Indonesia terhadap aktivitas antiproliferasi, terkait peningkatan ekspresi p21 dan induksi apoptosis terkait peningkatan ekspresi protein bax pada kultur sel kanker kolon (cell line WiDr). Jenis penelitian ini, eksperimental laboratorik dengan post test with control group design. Penelitian menggunakan kultur sel WiDr (sel kanker kolon) dengan pemberian ekstrak etanol propolis (EEP). Pengamatan ekspresi p21 dan protein Bax dengan metode imunositokimia, sedangkan pengamatan induksi apoptosis dengan flowcytometry. Analisis statistik menggunakan uji Kruskall Wallis dilanjutkan Mann WhutneyU test. EEP cenderung menekan viabilitas sel WiDr dengan IC50 sebesar 140 μg/mL. EEP konsentrasi 70,140, 280 μg/mL mampu meningkatkan ekspresi p21 yang sebanding dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. EEP konsentrasi 70 μg/mL (1/2 IC50) paling efektif dalam menginduksi apoptosis dan meningkatkan ekspresi Bax pada sel WiDr. Peningkatan konsentrasi EEP mengakibatkan kematian sel WiDr ke arah nekrosis. Penelitian ini menunjukkan EEP mampu menekan viabilitas sel WiDr. Aktivitas ini kemungkinan terkait dengan kemampuannya dalam meningkatkan ekspresi p21 sebanding dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. EEP pada konsentrasi 70μg/mL mampu menginduksi apoptosis pada sel WiDr terkait dengan peningkatan ekspresi Bax. Peningkatan konsentrasi EEP konsentrasi 140 dan 280 μg/Ml mengakibatkan nekrosis sel WiDr. Kata kunci: EEP, p21, protein bax, cell line WiDr
PENGARUH EKSTRAK ETHANOL PROPOLIS TERHADAP EKSPRESI PROTEIN Bcl2, CYCLIN D1 DAN INDUKSI APOPTOSIS PADA KULTUR SEL KANKER KOLON Haryono Yuniarto; Sumardi Maryono; Bambang Purwanto
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4343

Abstract

Kanker kolorektal menempati urutan kejadian kanker ketiga di seluruh dunia, dengan lebih dari 1 juta angka kejadian tiap tahunnya. Berbagai strategi terapi pengobatan kanker kolorektal tetapi relatif belum optimal. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan mengembangkan terapi alternatif sebagai pendamping. Propolis menunjukkan aktivitas proapoptosis pada berbagai jenis sel kanker. Mengetahui pengaruh pemberian propolis yang berasal dari Kerjo, Karanganyar, Indonesia terhadap induksi proses apoptosis dan aktivitas antiproliferasi, terutama terkait dengan penekanan ekspresi protein Bcl 2 dan cyclin D1 pada kultur sel WiDr (cell line kanker kolon). Penelitian eksperimental laboratorik menggunakan post test with control group design. Penelitian dilakukan pada kultur sel WiDr (sel kanker kolon) dengan pemberian propolis. Pengamatan ekspresi protein Cyclin D1 dan Bcl2 dilakukan dengan metode imunositokimia, sedangkan pengamatan induksi apoptosis dilakukan dengan flowcytometry. Analisis statistik dengan uji Kruskal-Wallis, signifikan bila p 0,05. Rata-rata ekspresi Bcl2 pada kelima kelompok yaitu kontrol 83.40 ± 0.69 μg/ml, EEP 1/2 IC50 60.63 ± 0.40, EEP IC50 33.77 ± 1.08 μg/ml, EEP 2 IC50 24.28 ± 1.91 μg/ml, 5fluorouracil 12.74 ± 2.19 μg/ml. Terdapat perbedaan bermakna ekspresi Bcl2 antara kelompok uji dibandingkan kelompok kontrol (p 0,001). Rata-rata ekspresi cyclin D1 pada kelima kelompok yaitu kontrol 83.77 ± 0.39 μg/ml, EEP 1/2 IC50 61.44 ± 0.41, EEP IC50 36.67 ± 1.18 μg/ml, EEP 2 IC50 24.50 ± 0.38 μg/ml, 5fluorouracil 13.42 ± 1.04μg/ml. Terdapat perbedaan bermakna ekspresi cyclin D1 antara kelompok uji dibandingkan kelompok kontrol (p 0,001). Pemberian ekstrak etanol propolis mempunyai pengaruh menekan ekspresi Bcl2, cyclin D1, dan menginduksi apoptosis pada kultur sel kanker kolon (WiDr Cell Line). Kata Kunci: Ekstrak Ethanol Propolis, Bcl2, cyclin D1, Sel WiDr
PENGARUH PEMBERIAN 1,25 DIHYDROXYVITAMIN D (CALCITRIOL) TERHADAP KADAR FIBROBLAST GROWTH FACTOR-23 DAN ALBUMINURIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS Intan Herlina; Bambang Purwanto; Sugiarto Sugiarto
Biomedika Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v9i1.4344

Abstract

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronik adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Ginjal merupakan tempat utama sintesa 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), sehingga dengan adanya kerusakan ginjal menyebabkan defisiensi 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol). Pada pasien Penyakit Ginjal Kronik terjadi peningkatan Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria akibat dari aktifitas Renin Angiotensin Aldosteron Sistem. Aktifitas RAAS mempengaruhi 1,25 Dihydroxy vitamin D (Calcitriol), Fibroblast Growth Factor-23 melalui Angiotensin 2 dengan cara menghambat reseptor Angiotensin I (AT1) melalui Nicotinmide Adenine Dinucleotide Phosphate Oxidase (NADPH Oksidase) dan Stress Oxidativ. Beberapa penelitian menyimpulkan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) mempunyai efek renoprotektif, anti inflamasi dan antiproteinuric dengan cara menghambat reseptor Angoitensin I (AT1) sehingga mengakibatkan menurunnya albuminuria. Tujuan Penelitian ini adalah untuk membuktikan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) dapat menurunkan kadar Fibroblas Growth Factor-23 dan albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium V yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan randomisasi, subyek penelitian 30 orang, dibagi dalam dua kelompok sampel, kelompok plasebo 15 orang dan kelompok perlakuan 15 orang. Dalam perjalanan, kelompok placebo drop out 4 pasien karena keluarga pasien tidak menyetujui untuk melanjutkan penelitian dan satu lagi mengalami perburukan, sehingga jumlah sampel menjadi 26 orang, terbagi menjadi kelompok placebo sebanyak 11 orang yang diberi placebo dan kelompok perlakuan 15 orang diberi calcitriol 1x0,5 μg peroral selama 4 minggu. Karakteristik penelitian yang berupa variabel kualitatif, uji homogenitas dilakukan menggunakan uji Chi Square. Uji beda dua Rerata menggunakan uji t pada p0.005. Pada kelompok plasebo (n=11) ; Kadar Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan (876,24±795,93 RU/mL vs 1235,69±791,71 RU/mL; p=0,059) dan Albuminuria (72,30±195,06 μg/ mg vs 320,14±208,90 μg/mg; p=0,001). Pada kelompok perlakuan (n=15); Kadar Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan (1210,96±845,97 RU/mL vs 612,33±487,32 RU/mL; p=0,002) dan Albuminuria (206,63±327,25 μg/mg vs 192,89±316,00 μg/mg; p=0,001). Terdapat perbedaan yang bermakna pada selisih ratarata kadar Fibroblast Growth Factor-23 (Delta-FGF-23) sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo vs kelompok perlakuan (-359,45±560,23 RU/mL vs 598,63±608,27 RU/mL; p=0,001) dan selisih rata-rata Albuminuria (Delta-albuminuria) sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo vs kelompok perlakuan (-247,84±189,48 μg/mg vs 13,73±23,15μg/mg;p=0,001. Pemberian suplementasi 1,25 Dihydroxyvitamin D (calcitriol) menurunkan kadar FGF-23 albuminuria secara bermakna pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V yang menjalani hemodialisisKata Kunci: Penyakit Ginjal Kronis Stadium V, 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), Fibroblast Growth Factor-23, Albuminuria

Page 1 of 2 | Total Record : 16


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol 14, No 2 (2022): Biomedika Agustus 2022 Vol 14, No 1 (2022): Biomedika Februari 2022 Vol 13, No 2 (2021): Biomedika Agustus 2021 Vol 13, No 1 (2021): Biomedika Februari 2021 Vol 12, No 2 (2020): Biomedika Agustus 2020 Vol 12, No 1 (2020): Biomedika Februari 2020 Vol 11, No 2 (2019): Biomedika Agustus 2019 Vol 11, No 1 (2019): Biomedika Februari 2019 Vol 11, No 1 (2019): Biomedika Februari 2019 Vol 10, No 2 (2018): Biomedika Agustus 2018 Vol 10, No 2 (2018): Biomedika Agustus 2018 Vol 10, No 1 (2018): Biomedika Februari 2018 Vol 10, No 1 (2018): Biomedika Februari 2018 Vol 9, No 2 (2017): Biomedika Agustus 2017 Vol 9, No 2 (2017): Biomedika Agustus 2017 Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017 Vol 9, No 1 (2017): Biomedika Februari 2017 Vol 8, No 2 (2016): Biomedika Agustus 2016 Vol 8, No 2 (2016): Biomedika Agustus 2016 Vol 8, No 1 (2016): Biomedika Februari 2016 Vol 8, No 1 (2016): Biomedika Februari 2016 Vol 7, No 2 (2015): Biomedika Agustus 2015 Vol 7, No 2 (2015): Biomedika Agustus 2015 Vol 7, No 1 (2015): Biomedika Februari 2015 Vol 7, No 1 (2015): Biomedika Februari 2015 Vol 6, No 2 (2014): Biomedika Agustus 2014 Vol 6, No 2 (2014): Biomedika Agustus 2014 Vol 6, No 1 (2014): Biomedika Februari 2014 Vol 6, No 1 (2014): Biomedika Februari 2014 Vol 5, No 2 (2013): Biomedika Agustus 2013 Vol 5, No 2 (2013): Biomedika Agustus 2013 Vol 5, No 1 (2013): Biomedika Februari 2013 Vol 5, No 1 (2013): Biomedika Februari 2013 Vol 4, No 2 (2012): Biomedika Agustus 2012 Vol 4, No 2 (2012): Biomedika Agustus 2012 Vol 4, No 1 (2012): Biomedika Februari 2012 Vol 4, No 1 (2012): Biomedika Februari 2012 Vol 3, No 2 (2011): Biomedika Agustus 2011 Vol 3, No 2 (2011): Biomedika Agustus 2011 Vol 1, No 1 (2009): Biomedika Februari 2009 Vol 1, No 1 (2009): Biomedika Februari 2009 Online First More Issue