Articles
50 Documents
Search results for
, issue
" Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE"
:
50 Documents
clear
PRAKTIK PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (CURANMOR)OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
Renida, Selvia
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
                               ABSTRAK Saat ini penegak hukum dalam perkara anak menggunakan mekanisme diversi, namun pada pelaku anak residivis tidak dapat dilaksanakan diversi. Contoh tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh Muhamad Berki berdasarkan laporan polisi NO. LP / B / 1027 / VI / 2014 / LPG / RESTA BALAM / SEKTOR TKB.  Permasalahannya adalah bagaimanakah praktik penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor (curanmor) oleh anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan apakah faktor penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor (curanmor) oleh anak. Berdasarkan hasil penelitian bahwa penyidikan tindak pidana anak yaitu dimulai dengan melakukan identifikasi kasus, apakah anak tersebut dapat dilaksanakan diversi atau tidak. Mengingat anak sudah residivis, maka dilakukan penyidikan lebih lanjut yaitu dimulai dari laporan atau pengaduan dari korban, pemeriksaan TKP, keterangan saksi dan barang bukti maka selanjutnya dilakukan penangkapan, pemeriksaan dan penahanan. Meminta saran dan pertimbangan dari pembimbingankemasyarakatan untuk kelengkapan BAP. Setelah proses penyidikan selesai danpemberkasan BAP sudah lengkap, tahap selanjutnya pelimpahan berkas kepenuntut umum yakni pihak kejaksaan anak. Adapun faktor penghambat yaktu faktor dari aparat penegak hukum; faktor dari sarana dan fasilitas; dan faktor kemasyarakatan.Disarankan agar penegak hukum memperhatikan kepentingan bagi anak baik dalam proses penangkapan, pemeriksaan, penahanan hingga putusan pengadilan, pemerintah sebaiknya menambah fasilitas dan sarana bagi anak yang berkonflik dan perlunya penyuluhan hukum tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak kepada masyarakat baik dari pemerintah, kepolisian dan pembimbing kemasyarakatan. Kata Kunci : Penyidikan, Pencurian, Anak.
ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENELANTARAN BAYI
Firman, Riki
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Abstrak Kejahatan penelantaran bayi sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia.Alasan pelaku melakukan kejahatan penelantaran bayi beragam, yaitu antara lain karena bayi tersebut merupakan hasil hubungan di luar nikah, faktor ekonomi, dll. Permasalahan yang dibahas penulis dalam skripsi berjudul Analisis Kriminologis Kejahatan Penelantaran Bayi, dengan mengajukan dua permasalahan yaitu: Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan penelantaran bayi dan bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap pelaku kejahatan penelantaran bayi. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, bahwa faktor-faktor kejahatan penelantaran bayi adalah karena pelaku merasa malu dan tidak mau bertanggung jawab terhadap bayi akibat hubungan luar nikah, faktor kurangnya pengetahuan agama yang membuat pelaku terjerumus untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agamanya dan melakukan perbuatan kejahatan yang merupakan tindak pidana, faktor kepribadian individu yang kurang baik menjadi pemicu pelaku menentang norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat, faktor ekonomi dijadikan alasan sebagai upaya untuk melepaskan diri/melepaskan tanggung jawab terhadap bayi tersebut, faktor keluarga dan lingkungan memiliki pengaruh yang besar dalam terbentuknya tingkah laku/perbuatan dari pergaulan sehari-hari, faktor yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan penelantaran bayi lainnya adalah faktor bayi yang dilahirkan kondisi fisiknya tidak sempurna, faktor bayi yang dilahirkan tidak sesuai dengan jenis kelamin yang diharapkan. Upaya penanggulangan kepada pelaku kejahatan melalui jalur penal dapat dikenakankepada pelaku kejahatan penelantaran bayi sesuai Pasal 308 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Kata kunci: Analisis Kriminologis, Kejahatan, Penelantaran Bayi.    Â
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN OLEH MAJIKAN (Studi di Wilayah Hukum Lampung Utara)
P, Torang Alfontius
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
AbstrakAnak dalam kehidupan di masyarakat dilindungi oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,  akan tetapi pada kenyataannya anak sekarang ini banyak yang menjadi pembantu rumah tangga. Mempekerjakan anak tersebut merupakan salah satu bentuk eksploitasi, apalagi dalam perkembangan di masyarakat selain dieksploitasi, banyak anak yang yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga menjadi korban kekerasan majikan. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam skripsi ini adalah (1) bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan kepada anak korban kekerasan majikan dan (2) apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pemberian perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan majikannya. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, perlindungan hukum terhadap anak sebagai pembantu rumah tangga korban kekerasan majikannya diatur dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu, upaya rehabilitasi kondisi psikologis dari si anak sehingga mengembalikan psikologis anak seperti keadaan semula, upaya keselamatan fisik, psikis, dan lain-lain, dan kemudahan korban dalam  mendapatkan  informasi tentang  perkaranya.  Akan  tetapi dalam pelaksanaannya  di  masyarakat,  khususnya  di Lampung  Utara  belum optimal. Masih ada perlindungan hukum yang belum diberikan kepada anak yang menjadi korban kekerasan. Faktor penghambat dalam pemberian perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan majikan yaitu faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, faktor kebudayaan.Kata kunci: Perlindungan, Anak, Kekerasan
ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB PROSTITUSI PADA ANAK
Fathonah, Rini
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
 AbstrakMasalah prostitusi anak merupakan masalah yang saat ini semakin marak. Anak yang seharusnya mendapatkan pendidikan yang layak agar perilakunya tidak menyimpang, saat ini justru sudah mengalami pergeseran dimana anak sudah harus mencari pekerjaan untuk dapat bertahan hidup. Dengan banyak keterbatasannya, akhirnya anak dalam mencari pekerjaan dan penghasilan hanya dapat melakukan pekerjaan yang mudah, seperti melakukan prostitusi. Dalam  melakukan penelitian ini, dilakukan dengann cara mengkaji berbagai factor penyebab terjadinya prostitusi pada anak. Dengan mengacu pada norma dan asas yang ada. Beberapa factor yang menjadi penyebab terjadinya prostitusi pada anak adalah factor keluarga, ekonomi, pendidikan, lingkungan, mental dan kejiwaan, serta perdagangan orang (trafficking) Perlu ada perhatian khusus terhadap lingkungan dan keluarga agar anak mendapat perkembangan yang baik, termasuk juga perhatian dari pemerintah untuk pendidikan anak sebagai generasi bangsa. Kata Kunci : Penyebab, Prostitusi, Anak
ANALISIS DEKRIMINALISASI ABORSI DALAM PERATURAN PEMERINTAH NO. 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI
Rani, Mutiara Puspa
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
AbstrakAborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku maupun pada masyarakat luas. Dengan disahkannya Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi masih menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu pendekatan yuridis normatif.Berdasarkan hasil penelitian perlunya dekriminalisasi aborsi dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang mempunyai tujuan terciptanya paying hokum bagi pelaku aborsi dan tenaga ahli yang membantunya karena indikasi kedaruratan medis maupun kehamilan akibat perkosaan, dan factor penghambat dekriminalisasi aborsi yaitu factor hokum itu sendiri, factor aparat penegak hukum, factor sarana atau prasarana, factor masyarakat, serta factor kebudayaan.Saran penulis yaitu sebaiknya pemerintah perlu meninjau kembali Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi khususnya Pasal 31 danPasal 34 dalam waktu pembuktian korban perkosaan yang dibatasi hanya dalam waktu 40 hari karena batasan waktu tersebut belum relatif bagi aparat hukum untuk membuktikannya,serta mengenai aspek pembuktian kehamilan akibat korban perkosaan agar tidak menimbulkan suatu kesan melegitimasi perbuatan aborsi dalam bentuk apapun.Kata kunci: Aborsi, Dekriminalisasi, KesehatanReproduksi   Â
ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENCULIKAN BAYI DI RUMAH SAKIT
Siagian, Marlina
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
AbstrakKejahatan penculikan bayi di rumah sakit mengalami peningkatan setiap tahunnya. Modus operandi kejahatan penculikan bayi di rumah sakit dengan berpura-pura sebagai dokter, perawat atau petugas rumah sakit. Masih banyak kasus penculikan bayi di rumah sakit yang tidak terungkap sehingga bayi tidak dapat kembali kepada orang tuanya. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor penyebab kejahatan penculikan bayi di rumah sakit dan bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, faktor penyebab kejahatan penculikan bayi di rumah sakit adalah faktor internal berupa keinginan untuk memiliki anak dan faktor eksternal, yaitu ekonomi dan lingkungan. Penculikan bayi yang disebabkan motif ekonomi menjurus pada tindak pidana perdagangan orang untuk praktik adopsi ilegal. Faktor lingkungan yang memunculkan keadaan untuk melakukan penculikan berupa penempatan bayi di ruang perawatan, keamanan rumah sakit yang lemah serta rasa waspada yang rendah dari keluarga dan petugas rumah sakit. Upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit dilakukan melalui upaya nonpenal dengan memperbaiki aturan terkait sistem operasional prosedur rumah sakit dan upaya penal melalui penegakan hukum pidana yang didasarkan mekanisme Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kata Kunci : Analisis Kriminologis, Penculikan Bayi, Rumah Sakit. Â
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA POLITIK UANG DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF (Studi Kasus Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran)
Furqoni, Sarah
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Abstrak Tindak pidana money politik dalam Pemilihan Umum Legislatif pada tahun 2014 terjadi di Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran, proses penegakan hukumnya tidak ditindak lanjuti sebagaimana penegak hukum dijalankan secara integral, dikarenakan adanya sudut pandang yang berbeda terhadap Panwaslu dan pihak kepolisian. Bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 301 yang menjelaskan bahwa setiap pelaksanaan kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00. Seharusnya dijalannkan seperti undang-undang yang telah ada tetapi dalam kasus politik uang yang terjadi di setiap kabupaten  terhadap pelaku tindak pidana money politik dalam pemilu bahwa adanya limit waktu yang disediakan dalam proses tindak pidana pemilu sehingga aparat dituntut waktu yang sangat cepat untuk prosesnya. Sehinga apabila kasus yang diselsaikan banyak tetapi sudah melebihi batas waktu yang ada maka disebut daluwarsa dan tidak bisa ditindak lanjuti lagi kasus terharap tindak pidana pemilu.Saran penulis yaitu proses penegakan hukum pidana pemilu harus diajalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar terwujudnya suatu kepastian hukum, seharusnya aparat penengak hukum saling bersinergi untuk menentukan perbuatan mana yang dilarang oleh undang-undang dan disertai sanksi agar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh undang-undang.Kata kunci: Penegakan Hukum, Tindak Pidana Pemilu, Politik Uang
ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI KASUS WISMA ATLET (STUDI PUTUSAN No. 1616 K/Pid.Sus/2013 & No. 2223 K/Pid.Sus/2012)
Krishnanda, Theo
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
                           ABSTRAK Disparitas putusan membawa dampak yang negatif bagi proses penegakan yaitu timbulnya rasa ketidakpuasan masyarakat sebagai pencari keadilan yang akhirnya menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem penyelenggaraan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Mengapa terjadi disparitas putusan hakim terhadap Tindak Pidana Korupsi dalam kasus Wisma Atlet. (2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Tindak Pidana Korupsi kasus Wisma Atlet. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan masalah melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data sekunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan di lapangan. Data penelitian dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: (1) Terjadinya perbedaan putusan dalam Kasus M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh didasarkan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum dan fakta-fakta dalam persidangan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti lainnya. Dalam setiap pasal yang didakwakan dan terbukti pada persidangan memiliki perbedaan ancaman pidana, ada batas minimum dan maksimum sehingga memberikan keleluasaan hakim dalam memutus perkara. (2) Pertimbangan hakim dalam kasus Tindak Pidana Korupsi Wisma Atlet harus mempertimbangkan unsur yuridis, filosofis dan sosiologis. Kata kunci: Disparitas, Putusan, Korupsi, Wisma.  Â
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN PADA ANAK DI BAWAH UMUR
Hartawan, Syech Julian
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Abstrak Pencabulan merupakan pelanggaran hak anak dan tidak ada alasan yang dapat membenarkan baik dari segi moral, susila dan agama, terutama tindak pidana pencabulan yang dilakukan terdakwa terhadap anak dibawah umur. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Apakah faktor-faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana pencabulan pada anak di bawah umur? (2) Apakah upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan anak di bawah umur? (3) Apakah faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan anak di bawah umur? Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Faktor-faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana pencabulan pada anak di bawah umur terdiri dari: a) Faktor bilogis, yaitu hasrat menyalurkan kebutuhan seksual, namun dilakukan dengan melanggar hukum atau bukan pada tempat yang tepat. b) Faktor psikologis, yaitu penyimpangan orientasi seksual pelaku pencabulan dan rendahnya pendidikan pelaku pencabulan c) Faktor sosiologis, yaitu perkembangan media yang membawa dampak negatif kepada masyarakat, kurangnya pengawasan orang tua dan berkembangnya mitos melakukan hubungan badan dengan anak-anak akan dapat meningkatkan keperkasaan dan awet muda. (2) Upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan anak di bawah umur terdiri dari: a) Upaya penal dilakukan dalam kerangka sistem peradilan pidana, yaitu penyelidikan oleh penyidikan oleh Kepolisian, dakwaan dan penututan oleh Kejaksaan dan penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. b) Upaya non penal dilakukan dengan cara sosialisasi pencegahan pencabulan terhadap anak dan upaya hukum apabila anak menjadi korban. (3) Faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan anak di bawah umur adalah: a) Faktor penegak hukum, yaitu belum maksimalnya kinerja aparat penegak hukum dalam melaksanakan sosialisasi mengenai perlindungan anak dari tindak pidana pencabulan b) Faktor sarana dan fasilitas, yaitu belum maksimalnya sarana prasarana dalam menanggulangi tindak pidana pencabulan c) Faktor masyarakat, yaitu rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana dan kepada siapa mencari perlindungan hukum dan kurangnya pengawasan dari orang tua dan rendahnya pendidikan orang tua. d) Faktor budaya, yaitu adanya mitos yang berkembang dalam masyarakat bahwa apabila berhubungan seksual dengan anak dapat menambah keperkasaan atau mendapatkan kekuatan secara magis. Kata Kunci: Kriminologis, Pelaku, Pencabulan, Anak
DISPARITAS PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN KENDARAAN DINAS DI KABUPATEN PESAWARAN (Studi Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK)
F, Muhammad Reynaldy
JURNAL POENALE Vol 3, No 4 (2015): JURNAL POENALE
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Abstrak Setiap pelaku tindak pidana korupsi harus dipidana secara baik secara minimal maupun maksimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan berbeda pada perkara tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas di Kabupaten Pesawaran Studi dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK? (2) Apakah disparitas pidana dalam dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK telah memenuhi unsur keadilan subtantif? Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan berbeda pada perkara tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas di Kabupaten Pesawaran Studi dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK adalah perbuatan pelaku tidak terbukti sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Selain itu Terdakwa dinyatakan tidak terlibat dalam kegiatan pengadaan kendaraan dinas Bupati Pesawaran dan tidak menerima hasil atau keuntungan atas pembelian kendaraan dinas tersebut. Sementara itu dasar pertimbangan hakim dalam Putusan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK adalah perbuatan terdakwa terbukti sebagai tindak pidana korupsi, merugikan keuangan negara dan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia. (2) Disparitas pidana dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK belum memenuhi rasa keadilan substantif. karena tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang seharusnya penanganan perkaranya dilakukan secara luar biasa pula, dan pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana tersebut, seharusnya dipidana sesuai dengan berat atau ringannya kesalahan yang dilakukan, sehingga tidak menciderai rasa keadilan masyarakat yang mengharapkan pemberantasan tindak pidana korupsi.Kata Kunci: Disparitas, Korupsi, Kendaraan Dinas   Â