cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Magister Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 3: Agustus 2013" : 8 Documents clear
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KONSEP PERZINAAN MENURUT KUHP DENGAN HUKUM PIDANA ISLAM Hendra Surya, Rusjdi Ali Muhammad, Mohd. Din.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.8 KB)

Abstract

Abstract. Punishment towards adultery in Indonesian Penal Code is still debatable among legal experts or society. Even, every year, there are 2,6 million cases in Indonesia or every hour there are 300 women commit abortion due to unwanted relationship. It is due to Article 284 in regulating it, while in Islamic Criminal Law clearly regulates about it stating that the relationship is an adultery. The research shows that the adultery concept according to the Code is the concept of prevention at the end or after the commission meaning that the commssion is not deemed as a crime if the perpetrators are unmarried that can sue the party, the complain from the wife or husband, while in the Islamic Criminal Law the prevention concept is at the beginning that is prohibiting to attempt it or to commit it for every one committing it hence it can be punished despite the fact that there is no one husband or wife complains about it feeling loss. While, the ideal adultery concept regulation in the Code in the future is the change of adultery concept that can be found in the religious concept and it should be following the living values of Indonesian society. Key words: Punishment, Adultery, Indonesian Criminal Code and Islamic Punishment. Abstrak. Sanksi hukum terhadap perzinaan dalam KUHP masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli hukum maupun di kalangan masyarakat sendiri. Bahkan setiap tahun terjadi 2,6 juta kasus aborsi di Indonesia atau setiap jamnya terdapat 300 wanita telah menggugurkan kandungannya, karena kehamilan yang tidak dinginkan atau dari hubungan gelap. Hal ini terjadi akibat ketidaktegasan Pasal 284 dalam mengatur masalah perzinaan, sedangkan dalam hukum pidana Islam dengan tegas mengatur bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan di luar perkawinan yang sah adalah perzinaan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, konsep pidana perzinaan menurut KUHP yaitu konsep pencegahan di akhir atau setelah terjadinya perzinaan, dalam artian perzinaan tidak dikatagorikan sebagai tindak pidana, apabila pelaku belum ada ikatan perkawinan yang sah dan dapat dituntut, jika ada pengaduan dari suami atau isteri yang merasa dirugikan, sedangkan dalam hukum pidana Islam konsep pencegahan di awal, melarang setiap perbuatan yang mendekati zina, apalagi perbuatan zina dan siapapun yang melakukan zina, maka dapat dipidanakan walaupun tidak ada pengaduan oleh suami atau isteri yang dirugikan.Sedangkan,konsep pengaturan perzinaan yang ideal dalam KUHP mendatang adalah perubahan konsep delik perzinaan harus dilihat dari sudut agama dan disesuaikan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Kata Kunci : Hukum,Zina, KUHP dan Pidana Islam.
PERLINDUNGAN HUKUM HAK KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN AKIBAT PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI PROVINSI ACEH Nurdani, Iskandar A. Gani, M.Saleh Sjafei
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (121.119 KB)

Abstract

Abstract: Having viewed from several aspects; legal, biological, psychological, and social aspects underage marriage brings loss and endangers children health especially, reproduction health. The problem of women reproduction health during their pregnancy can cause death for the women and also can be justified for committing abortion violating the laws. However, there are cases of underage marriage and the Act Number 23, 2002 regarding Child Protection has not fully protected the interest of the child, especially in terms of reproduction health right. The research aims to determine the legal consequences of underage marriage is based laws in Indonesia and to find a form of legal protection of women's reproductive health rights in underage marriage based Act No. 23 of 2002 on the Protection of Children. This is descriptive, analytical research. In order to obtain data, it is done thorough and systematic description of the legal norms and principles of law contained in the applicable legislation, the normative juridical approach, which focusing on the study of documents in the research literature to study secondary data collected in the form of legal materials relating to the problems studied. The analysis technique used in this study is a qualitative analysis technique. Keywords : Marriage under Age and Reproductive Health Abstrak: Perkawinan anak di bawah umur dari tinjauan berbagai aspek, yaitu aspek hukum, biologis, psikologis dan sosial, sangat merugikan dan membahayakan kesehatan anak terutama masalah kesehatan reproduksi. Permasalahan gangguan kesehatan reproduksi perempuan pada saat kehamilan dapat menyebabkan kematian pada ibu hamil dan juga dapat dijadikan dasar pembenaran dilakukannya aborsi yang bertentangan dengan undang-undang. Namun masih banyak dalam masyarakat yang melakukan perkawinan dibawah umur dan didalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum sepenuhnya melindungi kepentingan anak itu sendiri, terutama dalam hal hak kesehatan reproduksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetukan akibat hukum perkawinan di bawah umur didasarkan peraturan hukum di Indonesia dan untuk menemukan bentuk perlindungan hukum terhadap hak kesehatan reproduksi perempuan dalam perkawinan di bawah umur didasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Metode penelitian thesis ini bersifat deskriptif analitis, guna memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai norma-norma hukum serta asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan hukum yang berlaku, dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu dititikberatkan pada studi dokumen dalam penelitian kepustakaan untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul berupa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Kata kunci : Perkawinan di bawah Umur dan Kesehatan Reproduksi.
LAHIR DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (Suatu Kajian dalam Perspektif Hukum Islam) Yusnardi, Syahrizal Abbas, Adwani
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.885 KB)

Abstract

Abstract:this research looks at the Islamic guardianship (wali) system of marriage for illegitimate female children post constitutional court decisionNo. 46/PUU-VIII/2010 in the perspective of islamic law. One of the purposes of the decree is to provide the fulfillment of children's rights and biological father’s responsibilities, especially in civil rights. However, if there is no limitation in interpreting civil relations between biological father and illegitimate child, the Constitutional Court's decree may lead to some concerns of various parties, especially Muslims in Indonesia. For example, the establishment of lineage relationships (nasab) of illegitimate child to the biological father and the permissibility of marriage guardianship (wali) to biological father of extramarital daughter, whether the child conceived in a valid marriage conducted according to Islamic law but not registered in State law or as a result of adultery. The method used in this study is a normative juridical method of descriptive analytical research. The purpose of this research is to know and to examine the Constitutional Court's decision in the perspective of Islamic law, especially regarding: 1) the lineage relationship with the biological father of an illegitimate child 2) the biological father marriage guardianship of an illegitimate daughter and, 3) the judicial consequences of biological father as a marriage guardian to a daughter born out of wedlock according to Islamic law. Keywords : The Islamic guardianship system of marriage,illegitimate children, biological father, the lineage relationship, constitutional court decision, the judicial consequences. Abstrak: Penelitian ini mengkaji mengenai hak perwalian nikah anak perempuan yang lahir di luar perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 dalam perspektif hukum Islam. Salah satu tujuan dari putusan tersebut adalah untuk memberikan pemenuhan hak anak dan pertanggung jawaban dari ayah biologis, khususnya dalam hal hak keperdataan. Namun, apabila tidak adanya batasan dalam menafsirkan hubungan perdata antara ayah biologis dengan anak di luar perkawinan, putusan MK tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak, khususnya umat Islam di Indonesia, antara lain dapat ditetapkannya hubungan nasab anak di luar perkawinan kepada ayah biologisnya dan diperbolehkannya hak perwalian nikah ayah biologis terhadap anak perempuan hasil di luar perkawinan, baik dalam makna luar perkawinan sebagai perkawinan yang dilaksanakan sesuai agama namun tidak dicatatkan, maupun dalam makna luar perkawinan sebagai akibat/ hasil dari perzinaan.Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis.Adapun tujuan penelitian ini yaitu mengetahui dan mengkaji Putusan MK menurut perspektif hukum Islam khususnya mengenai : 1) hubungan nasab ayah biologis dengan anak yang lahir di luar perkawinan, 2) hak perwalian nikah ayah biologis terhadap anak perempuan yang lahir di luar perkawinan. Dan, 3) mengkaji konsekuensi yuridis hak perwalian nikah ayah biologis bagi anak perempuan yang lahir di luar perkawinan menurut hukum Islam. Kata kunci : Perwalian nikah, anak luar perkawinan, ayah biologis, hubungan nasab, putusan mahkamah konstitusi, konsekuensi yuridis
MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PENERAPAN PIDANA PENGEMBALIAN ANAK KEPADA ORANG TUA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Syarwani, Mohd.Din, Suhaimi.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.517 KB)

Abstract

Abstract-Generally, a juvenile criminal is a kind of ignorance and lack of monitoring and responsibility of the parents itself, in criminal juvenile justice system the perpetrator as the juvenile hence the existence is not only as the object but also subject, justification of criminal law putting back the child under parents guardian in justice system can be questioned as no mechanism on the monitoring. This research aims to explore how the mechanism of monitoring on the child sentenced to the return to the parents, whether the punishment of it based on the aim of punishment in criminal justice system, the research aims to know the mechanism of the monitoring, the aim of giving the child back to the parents in relation to the aim of the punishment in the system. This is preskriptive research. The research shows that the mechanism of monitoring on the juvenile convicted is returning back to the parents in criminal justice system is done through the sentence of probation and monitoring punishment. It shows that judges assumes that the punishment of monitoring is a punishment, in fact the laws regulating the mechanism of monitoring systematically on the child as a criminal sentenced the kind of punishment especially giving them back to the parets that can have its own understanding. In their community, meaning that the normative law enforcement that is substantively open the mindset or that they cannot be punished as they are under age criminal then their behavior cannot be prevented by criminal law. It is recommended that the mechanism of monitoring should be regulated in the laws for monitoring in order to realize the child as smart generations hence maximal juvenile court can be avoided on them in every case and there is a necessary of attention of stakeholders. Keywords: Monitoring Mechanism, Actions Abstrak: Pada umumnya anak melakukan kejahatan disebabkan kelalaian dan kurangnya pengawasan dari orang tua itu sendiri, dalam sistem peradilan pidana anak pelaku kejahatan dianggap sebagai anak nakal sehingga keberadaannya tidak saja sebagai subjek tetapi juga objek, maka justifikasi hukum pidana mengembalikan anak kepada orang tua sebagai bentuk tindakan (maatregel) dalam sistem peradilan pidana dapat dipertanyakan, karena belum tersedia mekanisme yang jelas tentang sistem pengawasan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pengawasan terhadap anak yang dijatuhkan tindakan (maatregel) dikembalikan kepada orang tua dan tujuan dikembalikan anak kepada orang tua dikaitkan dengan tujuan pemidanaan dalam sistem peradilan. Metode penelitian yang digunakan penelitian perskriptif, hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan terhadap anak yang dikembalikan kepada orang tua dalam sistem peradilan pidana dilakukan melalui pidana bersyarat dan pidana pengawasan, ini menunjukkan bahwa hakim mengasumsikan pidana tersebut sebagai bentuk pengawasan, padahal dalam undang-undang belum ada pengaturan mekanisme pengawasan secara sistematis terhadap anak, tindakan (maatregel) demikian memiliki pemahaman tersendiri dalam komunitas anak artinya penegakan norma hukum secara substantif akan membuka ruang pemikiran atau stagment pada anak-anak bahwa mereka tidak dapat dikenakan pidana (straf) karena masih dibawah umur. Disarankan agar mekanisme pengawasan diatur sedemikian rupa dalam perundang-undangan tentang sistem pengawasan, demi mewujudkan anak sebagai generasi cerdas maka peradilan semaksimal mungkin menghindari penahakan terhadap anak dalam penanganan kasus serta pentingnya atensi seluruh stackholder. Kata kunci :Mekanisme pengawasan, Tindakan
KEDUDUKAN HUKUM TENAGA KERJA KONTRAK PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH Sarah Hayuna, Husni, Eddy Purnama
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.061 KB)

Abstract

Abstract, Article 33 (1) of the Government Regulation Number 23, 2005 regarding the Financial Management of Public Service Board states that Officials who are managers of the board and its officials may consist of civil servants and/or professional officials that are non-civil servants based on the need of the board that can be employed permanently or based on contract. In fact, practically, there are officials non civil servants of the Board discriminate and there is an inequal treatment of the local government compared to civil servants. The legal status of contracted employees at the Public Service Board of the Zainoel Abidin Public Hospital (RSUZA) Banda Aceh as contracted officials who are non-civil servants bound by working agreement in certain time and they are who are having functional official position. The existing of the work relationship is based on the regulation of State Official Act and Labor Act; hence there is possible that the violation towards the rights of contracted officials in regard with they are only bound for certain time and there is also cut of working relationship by one side. The protection forms preventively namely official status protection for contracted officials, protection on training and skill rights, protection on welfare, protection on strike right, and right to create workers union in defending colleagues rights and protection on fired action. Key words: Contracted Employees and Regional Public Service Board ABSTRAK, Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menyebutkan pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau tenaga professional Non PNS sesuai dengan kebutuhan BLU, dimana tenaga professional non PNS tersebut dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak. Dalam praktik adanya pegawai non PNS BLUD menimbulkan diskriminasi dan kesewenang-wenangan pemerintah daerah dibandingkan dengan pegawai negeri sipil. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pegawai kontrak pada BLUD Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin Banda Aceh diikat melalui hubungan kerja dalam jangka waktu tertentu dan pegawai tetap non PNS yang memegang jabatan fungsional sesuai dengan keahliannya. Adanya hubungan kerja tersebut didasar pada ketentuan UU Kepegawaian dan UU Ketenagakerjaaan sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran terhadap hak pegawai kontrak dari kemungkinan dilakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Bentuk perlindungan hukum secara preventif antara lain perlindungan atas status kepegawaian bagi tenaga kerja kontrak, perlindungan atas hak mendapatkan pelatihan dan keterampilan, perlindungan atas Kesejahteraan Pegawai, perlindungan atas hak mogok dan hak membentuk serikat pekerja dalam membela kepentingan rekan sejawat dan perlindungan atas tindakan PHK. Kata Kunci: Tenaga Kerja Kontrak dan Badan Layanan Umum Daerah.
PELAKSANAAN FUNGSI PENGADILAN NIAGA DALAM PENYELESAIAN PERKARA KEPAILITAN (Suatu Analisis di Pengadilan Niaga Medan) M. Jazuri, Dahlan, Yusri Z. Abidin.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.45 KB)

Abstract

Abstract: In May 1997 the monetary crisis that hit many parts state of the world including Indonesia. Due to the monetary crisis in Indonesia are many companies that went bankrupt. As a company typically known for their activities in need of loan funds from some other company that is known by the term debtor and creditors. As a result of this crisis is often Debtors unable to pay off his debts. To prevent looting and seize each other among some creditors will require the existence of a legal rule that can be used in a speedy, fair, open and efficient. So that the government establish a legal rule that is The Government Regulation as Replacement Act Number 1, 1998, then passed by the Act Number 4, 1998 and and revised to be the Act Number 37, 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment (PKPU). Under Article 7 the Act Number 37, 2004 is authorized to hear and rule on cases of bankruptcy and Suspension of Payment is Trading Court that is within GeneralCourt. Based the provisions of Article 281 paragraph (1) The Government Regulation as Replacement Act Number 1, 1998 Jo Act Number 4, 1998 was first established at the Central Jakarta District Court. Furthermore, based on the Presidential Decree Number 97, 1999, established of 5 (five) other Trading Court, they are the Trading Court of Ujung Pandang (Makassar), the Trading Court of Medan, the Trading Court of Surabaya and the Trading Court of Semarang. In fact, with the revisions to the Bankruptcy Rules of the Trading Court of Medan capable of resolving Trading disputes in a fair, fast, open and effective? This paper aims at reviewing the existing reality in the implementation of the Bankruptcy Act in the Trading Court of Medan whether to provide legal certainty as expected by the Bankruptcy Act to the business world for both the debtor and creditors and also for the people of Indonesia in general. Are there any constraints are found and how to handle it. To obtain the data in this study conducted with 2 (two) ways, namely: Library Research and Field Research. The literature research carried out in order to obtain secondary data, through a review of legislation, literature, literature, research works, journal of legal experts who have anything to do with this research. While field studies to obtain primary data, obtained by conducting interviews with informants and respondents. The results showed that the Trading Court of Medan has been carrying out the applicable provisions of the act number 37, 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment. but there are some provisions that are difficult to be implemented such as the calling period of the parties and the examination process. In addition there were a few rules in the Bankruptcy Act and the Suspension of Payment are also a couple of conflicting rules in the Act which conflict with other act. Human Resources is also a barrier. Limitations of judges and court staff in the almost the trial schedule another case resulted in judges and court staff should be smart divide the trial schedule. To an external court advocates and curator are still very few professional who has a certificate in the completion of the bankruptcy case and understand the rules of bankruptcy. Substantial costs are also an obstacle for creditors to use bankruptcy institution. The Government Regulation to issue the implementing rules supporting this bankruptcy case is still low, such as the implementing regulation of the effort to force the body (Gijzeling) which until now has not been published. The results showed that the Trading Court of Medan has been carrying out the applicable provisions of the Act Number 37, 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment, but there are some rules that take very different, especially regarding the limits of the parties and calls on the definition of "debt" that own. Are the bottlenecks in the implementation of this law is the lack of staff in the Trading Court of Medan as well as perceptions of inequality among the judges of the Trading Court of Medan will the definition of "debt" and understanding of the creditors. In addition there are very few lawyers who mastered the Law of Procedure in case of bankruptcy proceedings and Suspension of Payment as well as the refusal of the debtor and the creditor on the bankruptcy property settlement made by the Curator. It is suggested to the government to improve again the provisions of the Act Number 37, 2004 and implementing regulations, especially regulations implementing agency of the effort force (Gijzeling), additional facilities and infrastructure to support the bankruptcy dispute resolution, implementation of education and training of judges and lawyers bankruptcy, the implementation of seminars and discussions to resolve the obstacles that were found and debriefing training for the Receiver. Keywords : The Trading Court, Bankruptcy, Debt, Creditor, Debitor Abstrak: Pada bulan Mei 1997 terjadi krisis moneter yang melanda sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Akibat terjadinya krisis moneter tersebut banyak perusahaan di Indonesia yang mengalami kebangkrutan. Sebagaimana diketahui lazimnya suatu perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya membutuhkan dana pinjaman dari beberapa perusahaan lain sehingga dikenal dengan adanya istilah Debitor (si peminjam utang) dan kreditor (si pemberi utang). Akibat terjadinya krisis ini tidak jarang Debitor tidak mampu melunasi utang-utangnya. Untuk mencegah terjadinya perampasan dan saling rebut diantara beberapa kreditor maka diperlukan adanya suatu aturan hukum yang dapat digunakan secara cepat, adil, terbuka dan effisien. Untuk itu pemerintah membentuk suatu aturan hukum yaitu PERPU Nomor 1 Tahun 1998 yang kemudian disahkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan direvisi lagi menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 maka yang berwenang untuk mengadili dan memutus perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah Pengadilan Niaga yang berada di bawah lingkungan Peradilan umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat (1) PERPU Nomor 1 Tahun 1998 Jo Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 pertama kali dibentuk Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI No.97 Tahun 1999 di bentuk 5 (lima) Pengadilan Niaga lainnya yaitu Pengadilan Niaga Ujung Pandang (Makassar), Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Niaga Surabaya dan Pengadilan Niaga Semarang. Dalam kenyataannya dengan adanya revisi terhadap Peraturan Kepailitan tersebut apakah Pengadilan Niaga Medan mampu menyelesaikan sengketa niaga secara adil, cepat, terbuka dan efektif ? Penulisan ini bertujuan meninjau kenyataan yang ada dalam pelaksanaan Undang-Undang Kepailitan di Pengadilan Niaga Medan apakah telah memberikan kepastian hukum sesuai dengan yang diharapkan oleh Undang-Undang Kepailitan bagi dunia usaha baik bagi debitur maupun kreditur dan juga bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Apakah ada hambatan-hambatan yang ditemukan serta bagaimana cara mengatasinya. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu : Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research). Penelitian Kepustakaan dilaksanakan guna mendapatkan data-data sekunder, melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literature-literatur, karya-karya penelitian, tulisan-tulisan para pakar hukum yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Sedangkan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer, diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan informan dan responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengadilan Niaga Medan telah melaksanakan ketentuan yang berlaku dalam Undang-undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. namun ada beberapa ketentuan yang susah untuk dilaksanakan seperti misalnya jangka waktu pemanggilan para pihak maupun proses pemeriksaannya. Selain itu ternyata ada beberapa aturan dalam Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang itu yang saling bertentangan juga ada beberapa aturan dalam Undang-undang tersebut yang bertentangan dengan aturan hukum lain. Sumber Daya Manusia juga menjadi hambatan. Keterbatasan hakim serta staff pengadilan di tengah menumpuknya jadwal persidangan dan perkara lainnya mengakibatkan hakim dan staff pengadilan harus pintar membagi jadwal persidangan. Untuk eksternal Pengadilan masih sangat sedikit advokat dan kurator yang profesional memiliki sertifikat dalam penyelesaian perkara kepailitan dan memahami aturan kepailitan. Biaya yang besar juga menjadi hambatan bagi para kreditor untuk mempergunakan lembaga kepailitan ini. Peran pemerintah untuk menerbitkan aturan pelaksana pendukung perkara kepailitan ini juga masih rendah seperti misalnya aturan pelaksana tentang upaya paksa badan (Gijzeling) yang sampai sekarang belum diterbitkan. Di sarankan kepada pemerintah untuk menyempurnakan lagi ketentuan dalam Undang-undang No 37 Tahun 2004 serta peraturan pelaksananya terutama peraturan pelaksana tentang upaya paksa badan (Gijzeling), penambahan sarana dan prasarana pendukung dalam penyelesaian persengketaan kepailitan, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan hakim Niaga dan para advokat kepailitan, pelaksanaan seminar-seminar dan diskusi guna menyelesaikan hambatan yang di temukan dan pembekalan pelatihan bagi para Kurator. Kata kunci : Pengadilan Niaga, Kepailitan, Kreditor, Debitor, Utang
IMPLEMENTASI PERATURAN BAGI HASIL PAJAK DAERAH SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN GAMPONG DI KOTA SABANG Muallim Hasibuan, Dahlan, Mahdi Syahband.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.078 KB)

Abstract

Abstract: The Act Number 32, 2004 regarding Local Governance and the Government Regulation Number 72, 2005 regarding the Village are both mentioning that the revenue from regional tax is a source of village revenue. There is the fact that what has been mandated in the rule has not been conducted well by Sabang Municipality Government. Apart from that, it is also caused by the lack of legislative members’ understanding regarding the sources of its revenue or implementation mechanism of its distribution for a village with amount of 10 %. The hierarchy theory called as stufenbau theory states that legal norms are arranged in hierarchical patterns. A norm that is lower is implemented and based on a higher norm, and the higher norm is implemented and based on the much higher norm. Lower rules should not be against the higher one, it is known as the principle of lex superior derogat legi in feriori. Qanun Number 5, 2010 regarding Gampong Governance of Sabang does not include the tax division for revenue of a village is against higher rules, hence it can be appealed through judicial review to the Supreme Court of Republic Indonesia. Keywords: For results, Village, Autonomy, Authority, Source of Revenue Village and Implementation. Abstrak: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa sama-sama menyebutkan bahwa bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota merupakan salah satu sumber pendapatan desa. Dalam kenyataannya apa yang sudah diamanahkan dalam peraturan tersebut tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Sabang. Faktor tidak dimasukkannya bagi hasil pajak daerah sebagai sumber pendapatan gampong, karena Pemerintah Gampong belum siap dalam mengelola keuangan gampong, karena masih dari tahap peralihan kelurahan menjadi gampong. Disamping itu juga dipengaruhi kurangnya pemahaman para legislator tentang sumber pendapatan gampong maupun mekanisme implementasi bagi hasil pajak daerah yang diperuntukkan untuk gampong sebesar 10 %. Teori hierarki norma (stufenbau theory) bahwa norma hukum itu berjenjang dalam suatu tata susunan hierarki. Suatu norma yang lebih rendah berlaku dan bersumber atas dasar norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi itu, berlaku dan bersumber kepada norma yang lebih tinggi lagi. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dikenal dengan asas lex superior derogat legi in feriori. Qanun Kota Sabang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pemerintahan Gampong yang tidak memasukkan bagi hasil pajak daerah menjadi salah satu sumber pendapatan gampong bertolak belakang dengan peraturan yang diatasnya, sehingga dapat dilakukan judicial review ke Mahkamah Agung. Kata Kunci : Bagi Hasil, Gampong, Otonomi, Kewenangan, Sumber Pendapatan Gampong dan Implementasi.
PERSPEKTIF KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP NARAPIDANA YANG MELARIKAN DIRI PADA SAAT MENJALANI PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Muhammad Nasir, Mohd. Din, Dahlan Ali,
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (66.694 KB)

Abstract

Abstract:Correctional institution is a place where convicted punished due to crimes which is sentenced by judge and the sentence already has permanent executorial power. When the convicted spend their time in the institution, they escape prison then it delays the punishment time that is not completed yet. The research shows that recently, legal instruments consisting sanctions for prisoners escaping correctional institution has not been regulated yet except Article 47 of the Act Number 12, 1995 that is disciplinary sanction. The criminal law policy that is being taken is referring to the purpose of punishment, it would be better for them escaping the correctional service is punished and sentenced due to the fact that the sanction ruled in Article 14 of the Act Number 12, 1995 has no any punishment effect for them. It is recommended that the government should enact national regulation (especial Ac regulating it) that is regulating clearly regarding the punishment toward the prisoners escaping the correctional institution and the enforcement should be based on local wisdom. Keywords: Criminal Law Policy, Prisoners, Escaping, Correction Institution Abstrak: Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat pelaksanaan pidana bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana yang telah diputuskan oleh hakim dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Saat terpidana menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan ada sebagian mereka melarikan diri yang mengakibatkan tertundanya masa pidana yang belum selesai dijalani. Dari latar belakang permasalahan tersebut akan dibahas mengenai instrumen hukum yang digunakan terhadap narapidana yang melarikan diri dalam hukum pidana dan kebijakan yang ditempuh terhadap narapidana yang melarikan diri menurut perspektif kebijakan hukum pidana. Penelitian ini bersifat preskriptif dengan pendekatan penelitian yuridis normatif yaitu dimaksudkan sebagai pendekatan terhadap masalah yang melihat dari segi peraturan yang berlaku untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, norma maupun doktrin-doktrin hukum dengan pendekatan undang-undang, kasus, historis, dan konseptual yang berkaitan dengan kebijakan hukum pidana terhadap narapidana yang melarikan diri saat menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hingga saat ini instrumen hukum yang memuat sanksi pidana bagi narapidana yang melarikan diri dari dalam Lembaga Pemasyarakatan belum ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur kecuali Pasal 47 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yakni berupa hukuman disiplin. Kebijakan hukum pidana yang ditempuh dengan mengacu kepada tujuan pemidanaan, sebaiknya bagi narapidana yang melarikan diri dikenakan ancaman dan sanksi pidana yang tegas, karena sanksi yang diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tidak menimbulkan efek jera bagi narapidana. Disarankan agar segera melahirkan regulasi nasional (Undang-Undang) yang mengatur secara tegas tentang sanksi pidana terhadap narapidana yang melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan, dan kasus narapidana melarikan diri tidak banyak terjadi lagi di Indonesia serta perbuatan narapidana yang melarikan diri tersebut dapat dikriminalisasikan. Dan disarankan kepada pemerintah dalam menerapkan kebijakan hukum pidana harus memperhatikan kearifan lokal atau hukum yang hidup dan berkembang di daerah masing-masing. Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, Narapidana, Melarikan diri, Lembaga Pemasyarakatan

Page 1 of 1 | Total Record : 8