cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 11, No 5 (2010)" : 12 Documents clear
Faktor Risiko Infeksi Respiratorik Akut Bawah pada Anak Rony Tamba; Magdalena Sidhartani; Musrichan Musrichan
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (73.095 KB) | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.330-4

Abstract

Latar belakang. Infeksi respiratorik akut (IRA) bawah merupakan penyebab terpenting morbiditas danmortalitas pada anak. Beberapa faktor risiko yang berpengaruh tehadap IRA bawah pada anak, antara lainstatus ekonomi rendah, berat badan lahir rendah, ASI tidak eksklusif, malnutrisi, hunian padat, dan polusiudara.Tujuan. Menentukan faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya IRA bawah pada anak yang dirawatdi bangsal Anak RSUP dr Kariadi.Metode. Penelitian dengan rancangan kasus kontrol. Subjek penelitian adalah 78 pasien IRA bawah usia1 bulan sampai 14 tahun yang dirawat di bangsal bagian Anak RS dr Kariadi Semarang dan 78 anak sehatsebagai kontrol. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjangseperti hematologi, mikrobiologi, dan foto toraks. Faktor risiko didapat dari kuesioner melalui wawancaradengan orang tua. Analisis statistik dilakukan dengan uji 􀁃2 pada analisis bivariat, dan analisis multivariatdilakukan dengan uji regresi logistik untuk menghitung OR.Hasil. Didapatkan status ekonomi rendah (OR: 3,7; 95% CI: 1,6-8,4; p=0,002), dan hunian padat (OR:2,5; 95% CI: 1,2-5,5; p=0,02) secara bermakna merupakan faktor risiko IRA bawah. Sedangkan berat badanlahir rendah (OR: 2,7; 95% CI: 0,9-7,6, p=0,06), malnutrisi (OR: 0,9; 95% CI: 0,3-2,9, p=0,7), polusiudara (OR: 0,7; 95% CI: 0,2-2,0, p=0,5) dan ASI tidak eksklusif (OR: 0,5; 95% CI: 0,2-1,1, p=0,08)bukan merupakan faktor risiko.Kesimpulan. Status ekonomi rendah dan hunian padat merupakan faktor risiko kejadian IRA bawah padaanak. 
Hubungan Awitan Pubertas dan Status Sosial Ekonomi Serta Status Gizi pada Anak Perempuan Woro Indaryani; Rudy Susanto; JC Susanto
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.374-8

Abstract

Latar belakang. Usia awitan pubertas dapat dipakai untuk menentukan apakah seorang anak perempuanmengalami pubertas dini atau terlambat. Di Indonesia, masih terdapat perbedaan status sosial ekonomi dan statusgizi antara daerah pedesaan dan perkotaan, yang berpengaruh terhadap awitan pubertas di kedua daerah.Tujuan. Mengetahui hubungan antara rerata usia awitan pubertas dengan status sosial ekonomi dan statusgizi pada anak perempuan di daerah pedesaan dan perkotaanMetode. Penelitian cross sectional dilakukan antara Mei-September 2009 terhadap 502 anak perempuan,siswa 5 Sekolah Dasar Getasan (pedesaan), 5 Sekolah Dasar Gajahmungkur (perkotaan) yang berumur 8-13tahun. Subjek penelitian dipilih secara stratified random sampling. Awitan pubertas ditentukan berdasarkanpertumbuhan payudara atau rambut pubis, sesuai Tanner-2. Status ekonomi dinilai berdasarkan kriteriaSajogyo. Status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (WHO, 2005). Analisis menggunakan uji t-tidakberpasangan dan uji korelasi Spearman.Hasil. Awitan pubertas secara bermakna lebih awal di perkotaan (124±10) bulan dibandingkan di pedesaan(131±11) bulan. Awitan pubertas terjadi lebih awal pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan kelompokindeks massa tubuh tinggi (p<0,001).Kesimpulan. Anak perempuan di perkotaan mengalami pubertas lebih awal dibandingkan di pedesaan.Terdapat hubungan bermakna antara status ekonomi dan status gizi dengan awitan pubertas
Perbedaan Kadar Feritin Serum pada Anak dengan Bukan Tuberkulosis Paru Dominggus Nicodemus Lokollo; Dwi Wastoro; Lisyani Suromo
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.335-40

Abstract

Latar belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat menimbulkanmorbiditas dan mortalitas pada anak meningkat. Anemia merupakan komplikasi yang biasa terjadi padaTB paru. Mekanisme anemia yang tepat pada TB paru belum diketahui secara jelas. Kadar feritin adalahparameter yang pertama menunjukkan penurunan simpanan besi.Tujuan. Membuktikan kadar feritin serum anak TB paru lebih rendah dibandingkan dengan yang bukanTB paru.Metode. Studi belah lintang pada 44 anak yang datang di Bangsal Poliklinik Paru Anak, Poliklinik Umum,dan Bangsal Anak RS. Dr. Kariadi Semarang, usia 1-14 tahun dengan diagnosis TB dan bukan TB Paruberdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dilakukan pemeriksaan kadar feritinserum dengan metode ELISA. Wawancara dengan orang tua anak menggunakan alat bantu kuesioner.Analisis statistik kadar feritin menggunakan uji Mann-Whitney.Hasil. Rerata kadar feritin serum pada kelompok TB paru lebih rendah (49,16±69,85) dibandingkan dengankelompok bukan TB Paru (93,40±187,83), p=0,021. Status anemia pada kelompok paru lebih rendah(20,5%) daripada kelompok bukan TB Paru (27,3%), p=0,36. Status gizi baik pada kelompok TB parulebih rendah (20,6%) dibanding kelompok bukan TB paru (35,3%), p=0,215.Kesimpulan. Kadar feritin serum anak TB paru lebih rendah dibandingkan dengan anak bukan TB paru.
Pruritus Uremik Sudung O. Pardede
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.348-54

Abstract

Pruritus uremik adalah pruritus yang terjadi pada gagal ginjal yang disebabkan oleh toksin uremik,dengan prevalensi berkisar antara 20%-50%.. Pruritus uremik dapat mengganggu aktivitas atau pekerjaan,mengganggu tidur, dan menurunkan kualitas hidup. Patogenesis pruritus uremik masih belum jelas, tetapiada kaitannya dengan hiperparatiroidisme, hormon parathormon, metabolisme kalsium dan fosfor, inervasikulit abnormal, neuropati somatik, peningkatan kadar histamin, dan reseptor opioid. Faktor neurofisiologikmemegang peran penting dalam terjadinya pruritus. Patogenesis yang sering diajukan adalah the immunohypothesisdan hipotesis opioid. Berdasarkan hipotesis ini, berbagai jenis pengobatan dilakukan untukmenanggulangi pruritus uremik.Meskipun tata laksana pasien penyakit ginjal stadium akhir sudah berkembang pesat, namun tata laksanapruritus masih merupakan masalah klinis. Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dengan menggunakansalep seperti capsaicin atau takrolimus. Pengobatan sistemik telah dicoba dengan naltrekson, agonis reseptor􀁍-opioid, dan nalfurafin, agonis reseptor 􀁋-opioid. Selain itu perlu diperhatikan terapi suportif lainnyaseperti menciptakan suasana yang sejuk
Pemeriksaan Kekeruhan Air Ketuban M. Sholeh Kosim
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.379-84

Abstract

Air ketuban (AK) adalah cairan jernih dengan warna agak kekuningan yang menyelimuti janin di dalamrahim selama masa kehamilan, berada di dalam kantong ketuban, dan mempunyai banyak fungsi. Airketuban yang berubah menjadi berwarna kehijauan atau kecoklatan, menunjukkan bahwa neonatustelah mengeluarkan mekonium, menjadi petanda bahwa neonatus dalam keadaan stress dan hipoksia.menyebabkan peristaltik usus dan otot sfinter ani relaksasi sehingga mekonium dapat keluar melalui anus.Mekonium merupakan feses pertama janin dan neonatus yang juga mengandung enzim pankreas, asamlemak bebas, orfirin, interleukin-8, fosfolipase A2, biliribun indirek, dan bilirubin direk. Air merupakankomponen terbesar (85%–95%), sehingga kekeruhan AK sebagian besar disebabkan oleh mekonium yangmengandung feses dan asam empedu. Sehubungan keadaan tersebut maka perlu dideteksi adanya feses didalam AK. Pemeriksaan kekeruhan dapat dilakukan secara visual (makroskopik) atau dengan mikrometer danspektrofotometri. Berbagai penelitian mencoba menjawab pertanyaan ini. Di antaranya adalah pemeriksaanspektrofotometri, “meconium crit“, dan “mecometer“ Pemeriksaan feses dapat dilakukan secara konvensionaldengan menggunakan uristiks yang lebih praktis untuk memeriksa komponen kimiawi, untuk berbagaimacam tujuan.
Kolonisasi Kuman dan Kejadian Omfalitis pada Tiga Regimen Perawatan Tali Pusat pada Bayi Baru Lahir Riza Yefri; Mayetti Mayetti; Rizanda Machmud
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.341-7

Abstract

Latar belakang. Infeksi merupakan penyebab terbanyak kematian bayi baru lahir dan salah satunya disebabkanoleh infeksi tali pusat (omfalitis). Untuk mencegah timbulnya omfalitis bermacam antiseptik atauantimikroba sudah digunakan secara luas. Rekomendasi pemilihan regimen perawatan harus didasarkanpola kolonisasi kuman di institusi tersebut. Badan Kesehatan dunia WHO dan AAP merekomendasikanperawatan tali pusat cara kering tanpa antiseptik ataupun antimikroba.Tujuan. Mengetahui pola kolonisasi kuman, kejadian omfalitis, dan lama puput tali pusat pada regimenperawatan dengan alkohol 70%, povidon iodin 10%, dan cara kering di RS Dr. M. Djamil Padang.Metode. Penelitian klinis eksperimental di Ruang Rawat Kebidanan dan Rawat Gabung RS dr. M. Djamilselama April hingga Agustus 2009. Bayi yang memenuhi kriteria penelitian dirandomisasi untuk mendapatkansatu metode perawatan tali pusat dengan alkohol 70%, povidon iodin 10%, atau cara kering. Swabumbilikal untuk biakan kuman dilakukan di rumah sakit saat bayi berusia 48-72 jam. Bayi diamati sampaitali pusat puput. Analisis data dengan uji chi-square dan Fischer exact.Hasil. Jumlah bayi yang diteliti 147, masing-masing kelompok terdiri dari 49 bayi. Hasil biakan ditemukanpertumbuhan kuman 97,3%, di antaranya 47,5% ditumbuhi lebih 1 kuman (polimikroba). Klebsiella speciesdan Staphylococcus aureus merupakan kuman dominan pada ketiga regimen. Kuman Gram negatif lebihbanyak dari Gram positif. Ditemukan satu kasus omfalitis pada cara kering. Lama puput tali pusat lebihcepat pada cara kering.Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan kolonisasi kuman pada ketiga regimen perawatan tali pusat. Kejadianomfalitis ditemukan satu kasus pada cara kering. Lama puput tali pusat lebih cepat pada cara kering.
Terapi Profilaksis versus On-Demand pada Pasien Hemofilia Berat dengan Hemartrosis Ayi Dilla Septarini; Endang Windiastuti
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.311-6

Abstract

Hemartrosis merupakan komplikasi perdarahan sendi yang paling sering terjadi pada pasien dengan hemofiliaA, bila penanganan tidak adekuat maka kelainan sendi akan menjadi kronik dan menetap bahkan memburuk.Dilaporkan seorang anak lali-laki 14 tahun dengan diagnosis Hemofilia A sejak berusia 4 bulan. Keluhannyeri dan bengkak sendi lutut dirasakan sejak tujuh tahun yang lalu. Pengobatan dengan pemberian faktorVIII konsentrat diberikan sesuai dengan kebutuhan, bila ada perdarahan (on-demand). Pada evaluasi fotoradiologis menunjukkan gambaran artropati kronis lutut kanan. Artropati kronis seyogyanya dapat dicegahbila pemberian faktor VIII konsentrat secara rutin sebagai pencegahan hematrosis. Namun terdapat kesulitankarena keterbatasan penyediaan obat di Indonesia
Kadar Vitamin E Rendah Sebagai Faktor Risiko Peningkatan Bilirubin Serum pada Neonatus Tun Paksi Sareharto; Kamilah Budhi R; Noor Wijayahadi
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.568 KB) | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.355-62

Abstract

Latar belakang. Hiperbilirubinemia terjadi pada 25%-50% bayi baru lahir (BBL) dapat menurunkan kualitashidup. Secara fisiologis bilirubin meningkat mencapai puncak pada kadar 5-6 mg/dL pada hari ke 3-4kehidupan, terbanyak karena hemolisis (75%) yang kemungkinan terjadi akibat paparan oksidan. VitaminE melindungi membran eritrosit dari kerusakan oksidatif, sedangkan vitamin C membantu regenerasi seluntuk dapat berfungsi kembali.Tujuan. Menganalisis kadar vitamin E dengan memperhatikan kadar vitamin C serum yang rendah sebagaifaktor risiko peningkatan kadar bilirubin serum yang patologis pada neonatus.Metode. Desain penelitian adalah nested case control dengan subjek 80 neonatus aterm sehat di RSUP Dr.Kariadi pada Maret-Mei 2009, 40 neonatus sebagai kasus dan 40 neonatus sebagai kontrol. Kadar bilirubindiperiksa hari ke 3-4, kadar vitamin E dan vitamin C diperiksa dari sampel darah hari pertma setelah lahir.Faktor risiko dianalisis dengan rasio odds (95% interval kepercayaan) dan regresi logistik.Hasil. Subjek 40 neonatus aterm sehat dengan kadar bilirubin 􀁴5 mg/dL sebagai kasus dan 40 neonatusdengan kadar bilirubin <5 mg/dL sebagai kontrol. Rerata bilirubin total (mg/dL): 9,69±2,41 (kasus),2,81±1,21 (kontrol). Rerata kadar vitamin E (mg/dL): 0,19±0,03 (kasus) dan 0,23±0,02 (kontrol). Analisisbivariat menunjukan kadar vitamin E rendah merupakan faktor risiko terjadinya peningkatan kadar bilirubin(OR=23,7; 95%CI 6,8-82,4). Analisis multivariat menunjukkan kadar vitamin E dan vitamin C rendahmempunyai faktor risiko yang lebih tinggi terhadap peningkatan kadar bilirubin (OR=55,9; 95%CI 6,7-467,7).Kesimpulan. Kadar vitamin E dan vitamin C rendah merupakan faktor risiko peningkatan kadar bilirubinpada neonatus.
Peran Defisiensi Vitamin D dan Polimorfisme Fokl, Bsml, Apal serta Taql Gen Reseptor Vitamin D Terhadap Tuberkulosis Pada Anak Budi Setiabudiawan
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.317-25

Abstract

Latar belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacteriumtuberculosis. Kuman bukan merupakan faktor tunggal dalam kejadian TB, tetapi harus disertai dengan faktorlain. Defisiensi vitamin D dan polimorfisme FokI, BsmI, ApaI, serta TaqI gen reseptor vitamin D (RVD)berperan penting dalam kerentanan seseorang terhadap TB.Tujuan. Mengetahui peran defisiensi vitamin D dan polimorfisme FokI, BsmI, ApaI, serta TaqI gen RVDterhadap TB anak.Metode. Penelitian observasional dengan rancangan kasus kontrol, di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandungdan RSU Cibabat Cimahi, Mei 2008 - Maret 2009. Sampel diambil secara consecutive sampling, masingmasing42 anak. Dilakukan pemeriksaan kadar vitamin D [25-(OH)D dan 1,25-(OH)2D] serum, sertapolimorfisme FokI, BsmI, ApaI, dan TaqI gen RVD. Analisis dengan uji Chi-kuadrat, Mann-Whitney, ujit, menghitung OR dan 95% CI, serta regresi logistik ganda.Hasil. Angka kejadian defisiensi kadar 1,25(OH)2D serum pada kelompok kasus TB 28,6% dan kontrol9,5% (p=0,026), OR (95% CI): 3,80 (1,11-12,98). Kejadian polimorfisme FokI gen RVD pada kelompokkasus TB 66,7% dan kontrol 40,5%, (p=0,016), OR (95% CI): 2,94 (1,21-7,16), sedangkan ApaI, BsmI,dan TaqI pada TB tidak bermakna (p>0,05). Variabel yang berpengaruh terhadap kejadian TB adalahjenis kelamin OR (95% CI): 2,276 (0,841-6,161); polimorfisme FokI OR (95% CI): 2,346 (1,053-5,225);polimorfisme ApaI OR (95% CI): 0,81 (0,912-3,593) dan defisiensi vitamin D OR (95% CI): 5,645 (1,441-22,113). Peluang terjadinya TB pada anak perempuan dengan defisiensi vitamin D serta polimorfisme FokI(genotipe FF) dan ApaI homozigot (genotipe aa) 0,98 pada laki-laki 0,955.Kesimpulan. Defisiensi vitamin D (1,25(OH)2D) dan polimorfisme FokI gen RVD merupakan faktor risikoterjadi TB anak. Perempuan dengan defisiensi vitamin D serta polimorfisme FokI dan ApaI homozigot memilikipeluang lebih besar untuk terjadinya TB anak dibandingkan laki-laki.
Hubungan Antara Status Gizi dan Malaria Falciparum Berat di Ruang Rawat Inap Anak RS. St. Elisabeth Lela, Kabupaten Sikka, Flores, NTT Theresa Laura Limanto
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (76.122 KB) | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.363-6

Abstract

Latar belakang. Diseluruh dunia ditemukan 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian tiap tahun.Di wilayah Indonesia bagian Timur, hanya 10% kasus malaria mendapat perawatan di fasilitas kesehatanyang memadai. Dilain pihak, malnutrisi bertanggung jawab pada lebih dari 50% angka kematian balitatiap tahun di negara berkembang.2 Malnutrisi juga meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi danpeningkatan angka kematian akibat penyakit infeksi tersebut.Tujuan. Menilai hubungan an tara status gizi dengan timbulnya penyulit pada malaria falciparumpada pasien usia 0-12 tahun yang dirawat di ruang rawat inap RS.St.Elisabeth Lela, kabupaten. Sikka,Flores, NTT.Metode. Dilakukan studi potong lintang dengan jumlah subjek 66 pasien malaria falciparum berusia 0-12tahun di ruang rawat inap anak. Data didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.Hasil. Didapatkan 32 subjek dengan status gizi baik dan 3 subjek gizi buruk. Sembilanbelas subjekmalaria falciparum menunjukkan satu atau lebih penyulit. Distres pernapasan adalah penyulit terbanyakyang ditemukan, pada 17 subjek. Uji chi square, ditemukan X2 hitung sebesar 11,419 dan koefisienkontingensi 0,384.Kesimpulan. Timbulnya penyulit pada malaria falciparum memiliki korelasi terhadap status gizi pasien,dengan kuat hubungan sebesar 0,384 kali

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2010 2010


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue