Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PENERAPAN GROUP REALITY THERAPY BAGI WARGA BINAAN UNTUK MEMILIH KEGIATAN SETELAH KELUAR DARI RUANG PAMSUS LAPAS X Jennyfer, Jennyfer; Suryadi, Denrich; Virginia, Indriyani
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.933

Abstract

Lapas X memiliki warga binaan sebanyak 3.110 orang. Jumlah tersebut melebihi batas maksimum yang dapat ditampung. Kurangnya sumber daya manusia dari lapas membuat tidak setiap warga binaan mendapatkan kesempatan untuk melakukan tes secara psikologis. Salah satu masalah yang dihadapi adalah banyak warga binaan yang belum mengetahui kegiatan apa yang akan diambil setelah keluar dari ruang pamsus. Oleh sebab itu, dibutuhkan terapi untuk membantu warga binaan memilih dengan tepat dan bijaksana kegiatan yang ada di Lapas X. Salah satu terapi yang dapat dilaksanakan adalah group Reality Therapy. Tujuan terapi kelompok ini adalah untuk mengarahkan serta membantu warga binaan untuk bertindak aktif dalam mencari dan memilih kegiatan setelah keluar dari ruang pamsus. Terapi ini mampu membantu individu dalam menemukan cara memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara adaptif. Model yang digunakan untuk menggambarkan keseluruhan prosesnya tetap sama yaitu WDEP. W adalah wants, D adalah direction dan doing, E adalah evaluation, serta P adalah Planing. Komponen-komponen WDEP adalah hal yang perlu dieksplorasi selama proses terapi. Hasil intervensi akan diukur dengan melihat skor pre-test dan post-test melalui pernyataan dan skala yang telah dibuat. Setelah intervensi, partisipan menunjukkan peningkatan skor. Peningkatan skor dilihat dari hasil pernyataan berdasarkan skala Likert, hal ini menunjukkan bahwa partisipan telah mampu memilih kegiatan di lapas dan mampu memahami materi yang dilihat dari isi catatan harian setiap akhir sesi. Selama intervensi berlangsung, partisipan mampu mengikuti intervensi dengan kooperatif dan aktif.
PENERAPAN ART THERAPY DALAM MENGATASI LONELINESS WANITA DEWASA AWAL SEBAGAI ANAK TUNGGAL DENGAN ORANGTUA BERCERAI Damanik, Karunia Putri; Satiadarma, Monty P.; Suryadi, Denrich
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i2.914

Abstract

This study aims to see the role of art therapy in coping loneliness in early adulthood women as only children with divorced parents. The loneliness of an only child with a divorced parent is different from that of a child having relatives who support each other after a parent's divorce. This makes it easier for single children to feel lonely and alone. Therefore, the intervention used in this research is art therapy because it is expected to help an only child to be able to help express feelings and copeloneliness. Psychological examination was performed on two subjects of early adult women (aged 22 to 28 years) as single children with divorced parents. This study took place in the span of five months, beginning in February 2017 until June 2017. The results of this study quantitatively showed significant changes seen from the decrease in loneliness rate by using the UCLA Loneliness Scale questionnaire p(0.021<0.05), while qualitatively less indicate a significant change.Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran art therapy dalam mengatasi loneliness pada wanita dewasa awal sebagai anak tunggal dengan orangtua bercerai. Kesendirian anak tunggal dengan orangtua bercerai berbeda dengan anak memiliki saudara yang saling mendukung satu sama lain pasca perceraian orangtua. Hal tersebut menyebabkan anak tunggal lebih mudah merasa kesepian dan sendirian. Oleh karena itu, intervensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah art therapy karena diharapkan dapat membantu anak tunggal untuk dapat membantu mengungkapkan perasaan dan mengatasi loneliness. Pemeriksaan psikologis dilakukan terhadap dua orang subyek wanita dewasa awal (berusia 22 hingga 28 tahun) sebagai anak tunggal dengan orangtuanya bercerai. Penelitian ini berlangsung dalam rentang waktu lima bulan, dimulai pada Februari 2017 sampai dengan Juni 2017. Hasil penelitian ini secara kuantitatif menunjukkan perubahan yang signifikan terlihat dari penurunan angka loneliness dengan menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale yaitu p(0.021<0.05), sedangkan secara kualitatif kurang menunjukkan adanya perubahan yang bermakna. 
ART THERAPY SEBAGAI BENTUK DARI ACTIVITY THERAPY BAGI PENDERITA HIV YANG MENGALAMI KECEMASAN Jaman, Elisa Christina; Suryadi, Denrich; Wati, Linda
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 1 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i1.1612

Abstract

Penderita HIV/AIDS mengalami krisis kejiwaan pada dirinya, pada keluarganya, pada orang yang dicintainya dan pada masyarakat. Krisis kejiwaan tersebut adalah dalam bentuk kepanikan, ketakutan, kecemasan, serba ketidakpastian, keputusasaan, dan stigma. Penyakit dan akibat yang diderita, baik akibat penyakit ataupun intervensi medis tertentu dapat menimbulkan perasaan negatif seperti kecemasan, depresi, marah, ataupun rasa tidak berdaya dan perasaan-perasaan negatif tertentu yang dialami secara terus-menerus ternyata dapat memperbesar kecenderungan perasaan negatif seseorang terhadap suatu penyakit. Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan art therapy dapat mengurangi tingkat kecemasan pada warga binaan yang positif mengidap HIV. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan desain kuasi-eksperimental. Pengambilan sampel dilakukan pada Lembaga Permasyarakatan X yang melibatkan lima orang warga binaan laki-laki yang positif mengidap HIV dan sedang dalam keadaan cemas. Untuk mengukur tingkat kecemasan alat ukur yang digunakan adalah General Anxiety Disorder 7 (GAD7). Metode intervensi yang digunakan adalah art therapy yang ditemukan dapat menurunkan kecemasan. Setelah sesi intervensi dilakukan, ditemukan adanya penurunan tingkat kecemasan pada kelima partisipan. Hal tersebut terlihat dari perbandingan skor antara skor pre-test dan post-test para partisipan.
PENERAPAN BEHAVIOR THERAPY UNTUK MENINGKATKAN KEPATUHAN ASUPAN CAIRAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL YANG MELAKUKAN HEMODIALISIS Mustika, Rima; Suryadi, Denrich; Virginia, Indriyani
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 1 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i1.1667

Abstract

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retro perituneal bagian atas. Ginjal orang dewasa memiliki panjang 12 – 13cm dengan lebar 6cm dan berat sekitar 120-150gram. Fungsi reguler ginjal adalah mengangkut sisa – sisa metabolisme tubuh. Ketika ginjal tidak mampu lagi berfungsi, maka ginjal mengalami kegagalan gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh. Penyakit ini terus berkembang secara perlahan hingga fungsi ginjal semakin memburuk. Hal ini menyebabkan penumpukan dalam tubuh berupa cairan yang apabila tidak dikeluarkan akan meracuni tubuh. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan hemodialisis. Hemodialisis (HD) adalah tindakan yang dilakukan untuk mencuci darah dengan tujuan membantu mengeluarkan zat – zat yang tidak diperlukan tubuh karena ginjal tidak dapat melaksanakan tugasnya lagi. Pasien tersebut juga harus menjaga asupan cairan harian agar tidak kelebihan cairan dalam tubuh. Untuk itu, dokter menganjurkan batasan asupan cairan yang harus dipatuhi. Namun, terkadang pasien sering tidak mematuhi hal ini karena sering merasa haus dan tidak dapat mengontrol asupan cairannya. Terapi psikologis yang dapat dilakukan adalah dengan behavior therapy. Tujuan dari intervensi behavior therapy yang dilakukan adalah untuk membantu subjek agar dapat memahami dan disiplin dalam memenuhi asupan cairan hariannya. Teknik yang digunakan adalah memberikan intervensi dengan modelling therapy dan dilakukan pada satu pasien (single-subject design) yang melakukan hemodialisis di Klinik X. Metode tersebut merupakan salah satu desain penelitian eksperimental yang digunakan untuk membantu mengidentifikasi efektivitas dari suatu intervensi. Hasil dari intervensi ini diharapkan subjek dapat memahami dengan baik kondisinya dengan bantuan behavior therapy sehingga subjek menjadi sadar akan pentingnya mentaati aturan asupan cairan hariannya. Terdapat peningkatan kepatuhan pada pasien setelah intervensi diberikan. Dapat dikatakan pendekatan behavior therapy dengan teknik modelling dapat membantu pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien akan asupan cairan hariannya
PENERAPAN ART THERAPY DALAM MENGATASI FOBIA KUCING PADA INDIVIDU DEWASA Arief, Arief; Satiadarma, Monty P.; Suryadi, Denrich
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.912

Abstract

Fobia kucing merupakan specific phobia yang ditandai dengan kecemasan berlebihan saat dihadapkan dengan kucing. Umumnya, fobia diatasi dengan intervensi yang berpendekatan behavioristik dan kognitif. Namun, art therapy merupakan pendekatan lain yang juga dapat digunakan untuk mengatasi fobia. Art therapy bermanfaat membantu individu menghadapi tekanan melalui media seni. Individu merasa aman dengan mengekspresikan pemikiran dan perasaan melalui media seni. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apakah penerapan art therapy dalam mengatasi fobia kucing pada individu dewasa. Desain dalam penelitian ini adalah kuasi-eksperimen. Pemeriksaan terkait pengalaman-pengalaman tiap partisipan didapatkan dari wawancara. Setelah itu, art therapy dilakukan lima sampai enam sesi untuk mengatasi fobia kucing. Terdapat tiga partisipan yang terlibat dalam penelitian ini. Kondisi fobia ketiga partisipan sesuai dengan kriteria DSM-IV-TR. Salah satu partisipan mengundurkan diri setelah pemeriksaan, karena kediamannya sangat jauh dan jadwal intervensi dapat berpengaruh pada jam kerjanya. Kedua partisipan lainnya dihadapkan dengan kucing di awal, tengah, dan akhir sesi untuk mengetahui penurunan tingkat fobia. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pulse oximeter, kuesioner Severity Measure for Specific Phobia – Adult, dan Subjective Unit of Discomfort Scale (SUDS). Hasil intervensi menunjukkan partisipan pertama (UK) mengalami penurunan tingkat fobia dari kategori severe hingga mild. Setelah intervensi, UK mampu berjalan di dekat kucing. Sementara itu, partisipan kedua (CF) mengalami penurunan tingkat fobia dari kategori severe hingga moderate. Setelah diberi intervensi, CF sudah mampu mengusir kucing dengan menggunakan sapu dan lebih tenang. Hasil penurunan tingkat fobia antar kedua partisipan tidak signifikan, karena jumlah partisipan yang kurang mencukupi dan kurangnya sikap kooperatif dari salah satu partisipan.
Penerapan Terapi Musik untuk Menurunkan Gejala Negatif pada Penderita Schizophrenia di Panti Sosial X Kamardi, Jonas Danny Margan; Satiadarma, Monty P.; Suryadi, Denrich
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 1 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i1.342

Abstract

As one of the social problems, schizophrenia has been noticed by theIndonesian government through Social Department. The constant increasing number of schizophrenics in Jakarta induces limitation of anti-psychotic drugs use in social institutions related to issues of financial support. Although the positive symptoms of the Schizophrenics can only be handled with pharmacotherapy, schizophrenic’s well-being have the chance to be improved by reducing the negative symptoms. The use of creative therapies such as music therapy as a clinical intervention are potential to reduce negative symptoms in individual or group settings. Music therapy can be applied in a passive way, such as listening to music, and active way, which is singing and playing musical instruments. Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) was used to evaluate the negative symptoms of the participants. Systematic approach on learning to sing was implemented as the therapeutic approach on the participants. The sessions were conducted as many as 8 Sessions. The result indicates that music therapy by the way of singing can reduce the negative symptoms of the schizophrenic patients.Keywords: schizophrenia, negative symptoms, music therapy, positive and negative syndrome scale (PANSS).
Studi Awal Identifikasi Efek Terapi Bermain dengan Lego® Denrich Suryadi
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 1 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i1.356

Abstract

Bermain merupakan salah satu media untuk melakukan refleksi, pengenalan diri melalui proses pengalaman yang mendalam dengan media permainan seperti rumah-rumahan, boneka, figur binatang, dan lainnya. Play therapy pada awalnya dilakukan hanya untuk anak usia 3-11 tahun untuk menyediakan media mengenal diri, membuka diri dan menyembuhkan diri sendiri melalui pengalaman dan perasaan selama bermain. Sejak tahun 2014, Play Therapy berkembang dan terbuka untuk usia dewasa dengan menggunakan permainan yang masih dapat mengakomodasi aspek-aspek psikologis seturut kebutuhan individu dewasa khususnya karyawan dalam suatu perusahaan.Terapi bermain dengan menggunakan Lego menawarkan proses belajar yang inovatif untuk memperdalam refleksi dan mendukung proses komunikasi yang efektif antar peserta.Terapi bermain dengan Lego ini dirancang dalam bentuk intervensi sosial yang informal dan dinamis bagi orang dewasa, dilakukan dalam beberapa sesi dan disertai dengan umpan balik per sesi bagi setiap peserta.Penelitian ini merupaka studi awal untuk mengidentifikasi aspek-aspek psikologis yang muncul paska pemberian terapi bermain pada partisipan usia dewasa awal di universitas dan perusahaan. Aspek yang muncul sebagai hasil intervensi terapi bermain ini adalah pola komunikasi, kerjasama, self-efficacy (keyakinan akan kemampuan diri), kepercayaan diri, kepercayaan (Trust) pada orang lain, kepemimpinan (Leadership), keterbukaan (Openness to Others), dan kreativitas.Kata kunci: bermain, terapi bermain, LEGO
PENGUJIAN RELIABILITAS ALAT UKUR THE PARENTING STYLES AND DIMENSION QUESTIONNAIRE (PSDQ) Widya Risnawaty; Agustina Agustina; Denrich Suryadi
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 1 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i1.10019.2021

Abstract

Parenting pattern is a treatment of parents in terms of educating children, which includes a variety of behaviors to influence the behavior of the child. In today's society there is still a phenomenon where parents use violence to punish children, and is often interpreted as an educational punishment.There are still parents who do not realize that educating with violence can have a psychological impact on the child and potentially create problematic behaviors, trauma experiences to severe psychological disorders. The purpose of this study is to conduct psychometric tests on measuring instruments namely, Parenting Styles and Dimensions Questionnaire (PSDQ). Psdq measuring instrument used is the result of adaptation from Riany (2018) so it is already in the form of Indonesian language and indeed for use in Indonesia. This research uses quantitative method with sampling technique which is purposive sampling. The content validity test is conducted using an expert test of the statements in the questionnaire. The results of the evaluation from experts state that the whole item can be used without revision. The number of participants involved as many as 2153 participants consisting of father / mother. Research sites include Jakarta, Bandung, and Purwokerto. Reliability tests performed using internal consistency coefficient tests with Cronbach's alpha.. The results showed that 3 dimensions (permissive, authoritative, and authoritarian) in PSDQ proved to be valid and reliable. Total items in PSDQ measurement now 31 items, that means drop 1 item. Pola asuh merupakan suatu perlakuan orang tua dalam hal mendidik anak, yang meliputi beragam perilaku guna mempengaruhi perilaku anak. Dalam kondisi masyarakat saat ini masih ditemukan fenomena dimana orang tua menggunakan kekerasan untuk menghukum anak, dan seringkali dimaknai sebagai hukuman yang mendidik. Masih ada orang tua yang belum menyadari bahwa mendidik dengan kekerasan dapat menimbulkan dampak psikologis bagi anak dan berpotensi menciptakan perilaku-perilaku bermasalah, pengalaman trauma hingga gangguan psikologis berat.Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan uji psikometri pada alat ukur yaitu, Parenting Styles and Dimensions Questionnaire (PSDQ). Alat ukur PSDQ yang digunakan adalah hasil adaptasi dari Riany (2018) sehingga sudah dalam bentuk bahasa Indonesia dan memang untuk digunakan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik sampling yaitu purposive sampling. Uji validitas isi dilakukan dengan menggunakan uji pakar terhadap pernyataan dalam kuesioner. Hasil evaluasi dari pakar menyatakan bahwa keseluruhan butir dapat digunakan tanpa revisi. Jumlah partisipan yang dilibatkan sebanyak 2153 partisipan yang terdiri dari ayah/ibu. Lokasi penelitian meliputi Jakarta, Bandung, dan Purwokerto. Uji reliabilitas yang dilakukan menggunakan uji koefisien konsistensi internal dengan Cronbach’s alpha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 dimensi (permissive, authoritative, authoritarian) dalam alat ukur PSDQ terbukti valid dan reliabel. Jumlah butir berkurang 1 butir, sehingga jumlah butir yang awalnya 32 berubah menjadi total 31 butir.
Peranan Logoterapi terhadap Pencapaian Makna Hidup Wanita Dewasa Awal (Studi pada Wanita Dewasa Awal yang Terdiagnosa HIV karena Tertular Suami) Shinta Utami; Samsunuwiyati Mar’at; Denrich Suryadi
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 1 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i1.346

Abstract

Penularan virus HIV yang salah satunya melalui hubungan seksual risiko tinggi semakin meningkatkan penularan HIV dari individu positif ke individu negatif. Ketika hal tersebut terjadi pada istri yang positif HIV karena tertular suami, akan muncul berbagai ketakutan yang semakin memperburuk kondisi istri, seperti stigma masyarakat dan kekhawatiran terhadap anak-anak yang juga akan tertular HIV. Ketidakmampuan dalam menghadapi masalah terkait status positif HIV membuat para istri akan semakin tidak mampu menilai hidup mereka berharga sehingga makna hidup mereka menghilang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan logoterapi dalam pencapaian makna hidup wanita dewasa awal yang terdiagnosa HIV karena tertular suami. Terdapat tiga partisipan penelitian dan memiliki makna hidup yang rendah berdasarkan alat ukur TaruMiLS (Tarumanagara Meaning in Life Scale) yang dikembangkan oleh Suyasa dengan total 62 item. Berdasarkan hasil intervensi logoterapi yang diberikan selama 11 sesi, terjadi perubahan antara pretest dan posttest yang menunjukkan bahwa logoterapi berhasil membantu partisipan untuk mencapai makna hidup yang lebih positif dengan kondisi status positif HIV mereka saat ini.Kata Kunci: logoterapi, makna hidup, wanita dewasa awal, HIV.
PELATIHAN KONSELING BAGI KOMUNITAS PEMERHATI KELUARGA KATOLIK DI JAKARTA Widya Risnawaty; Denrich Suryadi
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol 3, No 1 (2020): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.815 KB) | DOI: 10.24912/jbmi.v3i1.8000

Abstract

The family, as the smallest unit in society, is the main foundation of healthy and mature personal growth. Therefore, the functioning of the family must be kept and maintained. But in reality, every family faces various challenges. The Catholic Church is very concerned and strives to keep the Catholic family survive and carry out its functions properly. One effort undertaken by the Jakarta Archdiocese Family Apostolic Commission (Kom-KK KAJ) is to provide assistance for families who are having psychological problems in the form of counseling by trained lay counselors. The purpose of this PKM activity is to address the needs of partners related to the importance of knowing how to do counseling in a non-professional context. These lay counselors are non-professionals who have a concern to help others, especially in terms of family assistance. Therefore, Kom-KK KAJ believes that these lay counselors need to be equipped with basic knowledge about the process and how to provide basic counseling so that they can immediately provide assistance. The PKM activities carried out took the form of 16 hours of basic training divided into 2 days of implementation. The number of participants participated was 20 participants. Training is given in the form of theory (60%) and practice (40%). Related to the training material provided includes knowledge of lay counselors and Community Observer Communities, basic theories in counseling, and basic counseling skills include interviews, observation, active listening, paraphrasing, problem identification, and empowerment of counselee. The results show that there is a significant difference between before being given intervention and afterwardABSTRAK:Keluarga, sebagai unit terkecil dalam masyarakat menjadi fondasi utama pertumbuhan pribadi yang sehat dan matang. Oleh karena itu keberfungsian keluarga harus terus dijaga dan dipelihara. Namun pada kenyataanya, setiap keluarga menghadapi tantangan yang beragam. Gereja Katolik sangat peduli dan berupaya untuk menjaga agar keluarga Katolik tetap dapat bertahan dan menjalankan fungsinya dengan baik. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Jakarta (Kom-KK KAJ) adalah memberikan pendampingan bagi keluarga yang sedang memiliki masalah psikologis dalam bentuk konseling yang dilakukan oleh para konselor awam terlatih. Tujuan diselenggarakannya kegiatan PKM ini guna menjawab kebutuhan mitra terkait dengan pentingnya mengetahui cara melakukan konseling dalam konteks non-profesional. Para konselor awam ini adalah para non-profesional yang memiliki kepedulian untuk membantu sesama khususnya dalam hal pendampingan keluarga. Oleh karenanya, KOM-KK KAJ berpendapat bahwa para konselor awam ini perlu dibekali dengan pengetahuan dasar mengenai proses dan cara pemberian konseling dasar agar segera dapat memberikan bantuan pendampingan. Kegiatan PKM yang dilangsungkan berbentuk pelatihan dasar selama 16 jam yang terbagi dalam 2 hari pelaksanaan. Adapun jumlah peserta ikut serta sebanyak 20 orang peserta. Pelatihan diberikan dalam bentuk teori (60%) dan praktik (40%). Terkait dengan materi pelatihan yang diberikan meliputi: pengetahuan mengenai konselor awam dan Komunitas Pemerhati Keluarga, dasar-dasar teori dalam konseling, dan ketrampilan dasar konseling meliputi wawancara, observasi, mendengarkan aktif, memparaphrasekan, identifikasi masalah dan pemberdayaan konseli. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum diberikan intervensi dan sesudahnya.