Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Membaca Tanda, Menjaga Tradisi: Eksplorasi Semiotik dan Pariwisata Budaya dalam Ritual Jeknek Sappara Indarwati, Indarwati; Tanjung, Ida Liana; Bahar, Pratiwi; Kaharuddin, Mutahharah Nemin; Meirling, Andi
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, dan Sastra Vol. 11 No. 4 (2025)
Publisher : Universitas Cokroaminoto Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30605/onoma.v11i4.6739

Abstract

  Penelitian ini bertujuan mengungkap makna simbolik dan potensi strategis dari ritual Jeknek Sappara di Desa Balangloe, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Ritual ini merupakan tradisi tahunan yang dilaksanakan pada bulan Safar dan memiliki nilai-nilai spiritual, sosial, dan budaya yang kuat dalam kehidupan masyarakat setempat. Namun, keberadaan ritual tersebut mulai terancam oleh arus modernisasi, kurangnya dokumentasi, serta minimnya keterlibatan generasi muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi visual. Analisis dilakukan melalui pendekatan semiotik dengan merujuk pada teori Chandler dan Geertz untuk menafsirkan simbol-simbol yang digunakan dalam ritual, seperti daun sirih, tarian, mantra, dan benda-benda pusaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa simbol-simbol dalam ritual Jeknek Sappara tidak hanya memiliki makna spiritual, tetapi juga mencerminkan identitas budaya, harmoni sosial, dan hubungan manusia dengan alam. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa Jeknek Sappara memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata budaya yang berbasis kearifan lokal. Pengembangan tersebut harus dilakukan secara partisipatif dan beretika agar tidak menghilangkan nilai-nilai sakral dari ritual. Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pelestarian budaya lokal, penguatan identitas komunitas, dan pengembangan pariwisata berbasis komunitas secara berkelanjutan.
Menyusuri jejak maritim orang Bolaang Mongondow: Abad XVI – XIX Mokoginta, Murdiono Prasetio A.; Amir, Amrullah; Tanjung, Ida Liana; Hamid, Abd. Rahman
Gema Wiralodra Vol. 14 No. 1 (2023): Gema Wiralodra
Publisher : Universitas Wiralodra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/gw.v14i1.376

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskirpsikan jejak-jejak maritim orang Bolaang Mongondow terkait laut dan tradisi lisan, jaringan perdagangan, pelabuhan dan komoditas, serta teknologi perkapalan berkisar abad ke XVI - XIX. Dengan menggunakan metode sejarah, pengumpulan data didapat melalui tahapan heuristik berupa pengumpulan sumber yang didapat dari beberapa website resmi yang menyimpan arisp-arisp kolonial, wawancara dengan tokoh budayawan dan pengambilan dokumen di beberapa lembaga penelitian sejarah Bolaang Mongondow. Poses verifikasi dilakukan setelah mengamati dan menganalisis sumber-sumber yang didapatkan pada tahap awal penelitian, selanjutnya masuk pada tahap interpretasi dan historiografi yang dilakukan secara bersama-sama. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan tradisi lisan nenek moyang orang Bolaang Mongondow seperti Tumotoi Bokol dan Tumotoi Bokat dipercaya telah lama bertautan dengan dunia laut orang-orang di sana. Dalam aspek kebudayaan lokal perahu dipercaya sebaga alat transportasi arwah nenek moyang mereka menuju negeri Konawan (nirwana). Orang Bolaang Mongondow di masa lalu telah membangun jaringan perdagangan dengan Ternate, Makassar, Spanyol, Portugis, dan Belanda. Pelabuhan tua di sana terletak di Labuan Uki yang telah lama digunakan untuk memasarkan berbagai komoditas berupa kayu hutan, kayu manis, kopi, dan sebagainya. Jenis perahu di Bolaang Mongondow juga cukup beragam seperti bangka, bolotu, kalebet, dan lain sebagainya.
Modernity of the Bataknese in Tapanuli during the Dutch Colonial and Japanese Occupation Period Tanjung, Ida Liana
Paramita: Historical Studies Journal Vol 34, No 1 (2024): The Election and Political History
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v34i1.45799

Abstract

Abstract: This paper examines the modernity of the Batak people during the Dutch colonial period and Japanese occupation. The data utilized were derived from both oral and written sources, and a historical research methodology was employed, comprising source collection, source criticism, interpretation, and explanation. The focus of this study revolves around the evolution of Batak modernity, initiated through the introduction of Western education by the colonial administration and missionary endeavors commencing in the mid-19th century. This educational trend persisted during the ethical policy era of the 20th century, bringing modernity into the lives of the Batak people. Stereotypes depicting the Batak as an uncivilized and cannibalistic ethnic group gradually diminished with the increasing number of educated Batak individuals. During the Dutch colonial period, the Batak people had already formed a modern elite group that embraced Dutch colonial modernity. However, the modernity of this Batak elite was characterized by ambiguity, as they simultaneously became part of modernity while preserving Batak characteristics and traditions. In 1942, when Japan took over Tapanuli, the Batak people became more involved in practical politics with the Japanese. This phase was marked by a heightened interest among the Batak people in joining the military. The military education provided by the Japanese was effectively utilized by the Batak people, resulting in the emergence of Batak military leaders in Tapanuli. Therefore, it can be concluded that education served as the pathway for the Batak people to embrace modernity and attain positions of power.Paper ini mengkaji tentang modernitas orang-orang Batak pada masa Kolonial Belanda dan Pendudukan Jepang.  Data-data yang digunakan dalam tulisan ini diperoleh dari sumber lisan dan tulisan melalui  penelitian sejarah. Adapun metode yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri dari pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan eksplanasi. Modernitas orang Batak yang menjadi objek dalam penelitian ini berawal dari diperkenalkannya pendidikan barat oleh pemerintah kolonial dan zending sejak pertengahan abad ke-19. Pendidikan ini terus berkembang pada masa masa politik etis di abad ke-20 yang menghadirkan modernitas dalam kehidupan orang-orang Batak. Stereotipe tentang orang Batak sebagai kelompok etnis yang tidak beradab dan kanibal lambat laun mulai menghilang dengan  meningkatnya  jumlah orang Batak yang berpendidikan. Pada masa kolonial Belanda, orang-orang Batak  telah menciptakan kelompok elit modern yang mengadopsi modernitas kolonial Belanda. Namun, modernitas elit modern Batak bersifat ambigu. Di satu sisi mereka menjadi bagian dari modernitas tetapi di sisi lain mereka masih memelihara karakteristik dan tradisi Batak. Pada tahun 1942, saat Jepang mengambil alih Tapanuli, orang-orang Batak lebih banyak terlibat dalam  politik praktis dengan Jepang. Fase ini ditandai dengan meningkatnya minat orang Batak untuk bergabung di militer. Pendidikan militer disediakan Jepang dimanfaatkan dengan baik oleh orang Batak. Pendidikan ini menghasilkan pemimpin-pemimpin militer orang Batak di Tapanuli.  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwapendidikan menjadi jalan bagi orang Batak untuk menjadi modern dan memperoleh kekuasaan.