Transformasi digital menjadi keniscayaan dalam pembangunan pedesaan kontemporer, namun implementasinya menghadapi tantangan kompleks yang melampaui dimensi teknis-infrastruktural. Penelitian ini mengkaji dialektika antara literasi teknologi dengan transformasi sosial dalam masyarakat pedesaan Indonesia, khususnya dalam konteks program Desa Digital yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2025. Menggunakan pendekatan sosiologi kualitatif dengan analisis data sekunder dari berbagai sumber jurnal, laporan pemerintah, dan studi kasus implementasi program digitalisasi desa, penelitian ini mengungkap bahwa kesenjangan digital di pedesaan bukan sekadar persoalan akses infrastruktur, melainkan fenomena multi-dimensi yang melibatkan aspek ekonomi, pendidikan, budaya, dan kapasitas kelembagaan. Temuan menunjukkan bahwa dari 75.265 desa di Indonesia, hanya sekitar 14.000 desa (18,6%) yang memanfaatkan dana desa untuk digitalisasi dalam tiga tahun terakhir, mengindikasikan adanya gap signifikan antara kebijakan dan implementasi. Penelitian ini mengidentifikasi empat dimensi kritis dalam dialektika transformasi digital pedesaan: (1) kesenjangan infrastruktur dan akses internet yang masih menjangkau 13% desa belum terkoneksi; (2) rendahnya literasi digital masyarakat dengan disparitas urban-rural yang mencapai 23,38%; (3) keterbatasan kapasitas ekonomi untuk mengakses perangkat dan layanan digital; serta (4) resistensi kultural terhadap perubahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa transformasi digital yang berkelanjutan memerlukan pendekatan holistik yang tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada penguatan literasi digital berbasis komunitas, pemberdayaan ekonomi lokal, dan integrasi nilai-nilai kearifan lokal dalam proses digitalisasi. Penelitian ini berkontribusi pada pengembangan framework transformasi digital pedesaan yang partisipatif dan kontekstual, serta merekomendasikan strategi kebijakan yang lebih responsif terhadap keragaman kondisi sosio-kultural masyarakat desa di Indonesia.