Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

STRATEGI PENGEMBANGAN URBAN HERITAGE TOURISM KOTA CIREBON, JAWA BARAT Jayanti, Theresia Budi
Jurnal Koridor Vol. 8 No. 2 (2017): Jurnal Koridor
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1221.765 KB) | DOI: 10.32734/koridor.v8i2.1347

Abstract

Tourism potential of a city can be developed through the city’s historical heritage. The history of Cirebon began around the 15th century, a small village in the Java Sea Coast named Muara Jati and its develop into the kingdom with a King named Walangsungsang (Cakrabumi). In the years 1529-1945, the Kingdom of Cirebon developed into four (4) Royal Palaces, namely: Karatons Kasepuhan, Royal Palaces Kanoman, Royal Palaces Kacirebonan and the Royal Palaces Kaprabonan. It’s cause Cirebon City has potential historical sights. Seeing the potential access of existing and historical value, Cirebon City tourism can be developed through the concept of urban heritage tourism. This study aims to discover the potential and strategies for developing the urban heritage tourism concept in Cirebon City. The research method used descriptive qualitative approach. Primary data obtained by field observations and documentation. Secondary data were obtained through, journals, books and the Internet data that is relevant. Then analysis of urban heritage tourism development strategy through a SWOT analysis. The findings are: access, historic building, cultural daily life, community and government is crucial in the development of urban heritage tourism Cirebon City.
DESAIN RUANG KOMUNAL SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI LAHAN SEMPIT DI KAWASAN KAMPUNG RAWA JAKARTA PUSAT Mustaram, Agnatasya Listianti; Jayanti, Theresia Budi; Darmady, Irene Syona; Agustin, Laura Tri
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol. 7 No. 2 (2024): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jbmi.v7i2.31888

Abstract

Housing in a small area with dense population often becomes an obstacle for the society to obtain proper facilities. As residents of a certain area, people often face challenges with limited shared space. In certain contexts, communal space is temporarily scattered along the streets. The location of Kampung Rawa was chosen as the venue for the PKM (Community Service) due to the condition of the area that is situated on a confined area and lacking communal space. This Community Service Activity (Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat) is carried out in an effort to respond to the problems faced by the community, especially the residents of Kampung Rawa, through the application of architectural knowledge. Kampung Rawa, which is part of the Johar Baru District, Central Jakarta, is one of the most densely populated settlements in Jakarta and has even been referred to as one of the most densely populated in Southeast Asia. In 2021, the population density of the Johar Baru District reached 60,788 people/km², which inevitably contributes to the rise of various social issues. One of them is the lack of communal spaces for community interaction. The presence of active communal spaces is considered to be one of the solutions to urban problems and also serves as a place for interaction. In designing a good communal space, all aspects of society need to be considered so that it can benefit not only one group of people but various groups. One of the things that are needed to be done is to interact directly with the community of Kampung Rawa, to get to know them more deeply in terms of their activities, limitations, and other contextual needs. This PKM (Community Service Program) utilizes a qualitative approach along with a phased design method to develop spaces for community activities and communal areas. ABSTRAK Hunian di lahan sempit dengan kepadatan tinggi kerap menjadi kendala bagi masyarakat untuk mendapatkan kecukupan fasilitas yang memadai. Sebagai penghuni suatu wilayah, seringkali warga dipersoalkan dengan keterbatasan ruang untuk bersama. Dalam lingkup tertentu, ruang bersama terbatas berada pada jalan-jalan kecil yang sifatnya sementara. Lokasi Kampung Rawa terpilih sebagai lokasi pelaksanaan PKM mengingat kondisi kampung yang berada pada lahan sempit dan tidak memiliki ruang komunal. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini dilakukan dalam upaya menanggapi masalah yang masyarakat hadapi khususnya warga Kampung Rawa melalui penerapan ilmu-ilmu arsitektur. Kampung Rawa yang merupakan bagian dari Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat yang merupakan salah satu pemukiman terpadat di Jakarta bahkan pernah disebut sebagai salah satu pemukiman terpadat di Asia Tenggara. Pada tahun 2021, kepadatan penduduk Kecamatan Johar Baru mencapai 60.788 jiwa/km² dan hal ini tentunya menimbulkan berbagai masalah sosial. Salah satu diantaranya adalah ketiadaan tempat ruang komunal untuk masyarakat berinteraksi. Keberadaan ruang komunal yang aktif dianggap menjadi salah satu solusi masalah perkotaan sekaligus menjadi tempat untuk berinteraksi. Dalam mendesain ruang komunal yang baik maka segala aspek dalam masyarakat perlu diperhatikan sehingga dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap satu golongan masyarakat tetapi berbagai golongan. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah berinteraksi langsung dengan masyarakat Kampung Rawa, untuk mengenal mereka lebih dalam dari segi aktivitas, keterbatasan, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang kontekstual. Metode yang digunakan pada PKM ini adalah metode kualitatif dan metode tahapan perancangan ruang untuk berkegiatan warga dan ruang komunal
PROGRAM REGENERASI TERHADAP DEGRADASI BUDAYA CINA BENTENG DI KOTA TANGERANG Ronaldo, Ronaldo; Jayanti, Theresia Budi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27464

Abstract

Cina Benteng are ethnic Chinese who dominate the Tangerang area. Regeneration activities in improving the quality of cultural elements to deal with the problem of cultural degradation have become the focal point for architectural program development. The problem of cultural degradation from modernization factors increasingly makes the value of a culture less visible and diminished by developments over time. The regeneration program is a development that maintains cultural heritage, traditions, and activities passed down from generation to generation, becoming a combination of programs in one complete space. Program conditions that have been supported by the surrounding social context which has been well acculturated support the program. With the regeneration program, it is hoped that it can become an important reference as a form of returning the memories that form the active interaction patterns of Cina Benteng, in order to maintain traditions passed down from generation to generation. The method of this research uses qualitative methods, through direct observation of existing buildings that have become icons for preserving the Cina Benteng cultural heritage. Analysis from Cina Benteng people in maintaining traditions becomes a reference for selected "regeneration" programs and activities, namely popular, potential, and ritual programs with spatial elements. The results of this research develop the adaptation of the activities of Cina Benteng community into a proposed regeneration program that is felt by users, the "Bakti" program which can be used as a design development, while also fighting cultural degradation. Keywords: activities; cultural; cina benteng; degradation; regeneration Abstrak Cina Benteng merupakan etnis Tionghoa yang mendominasi kawasan Tangerang. Aktivitas regenerasi dalam meningkatkan kualitas elemen budaya untuk menghadapi masalah degradasi budaya, menjadi titik fokus pengembangan program secara arsitektur. Masalah Degradasi budaya dari faktor modernisasi, semakin membuat nilai suatu kebudayaan semakin kurang terlihat dan tergilis oleh perkembangan zaman. Program regenerasi menjadi pengembangan yang menjaga warisan budaya, tradisi, serta aktivitas turun-temurun, menjadi gabungan program dalam suatu ruang yang utuh. Kondisi program yang sudah didukung dari konteks sosial sekitar yang sudah terakulturasi dengan baik, mendukung program. Dengan adanya program regenerasi, diharapkan dapat menjadi acuan penting sebagai bentuk pengembalian memori-memori yang membentuk pola interaksi aktif user Cina Benteng, dalam menjaga tradisi turun-menurun. Metode dari penelitian ini menggunakan metode kualitatif, melalui pengamatan langsung ke eksisting bangunan yang sudah menjadi ikon menjaga warisan kebudayaan Cina Benteng. Analisis dari sudut pandang Cina Benteng dalam menjaga tradisi, menjadi acuan untuk program dan aktivitas “regenerasi” terpilih, yaitu program populer, potensial, dan ritual dengan elemen spasial. Hasil Penelitian ini mengembangkan adaptasi aktivitas masyarakat Cina Benteng menjadi usulan program regenerasi yang dirasakan oleh user, program “Bakti” yang dapat dijadikan pengembangan desain, sekaligus melawan degradasi budaya.
PENERAPAN ELEMEN ARSITEKTUR DALAM MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP LANSIA PADA RUANG PUBLIK Sariputra, Jefferson; Jayanti, Theresia Budi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27465

Abstract

Over time, older people experience physical and cognitive changes, such as: hearing, vision and physical strength impairment, which affect their well-being. Suitable mobile equipment should be considered. Seniors need a quiet space, good sleep, and social interaction. Elderly is synonymous with age and age, if discussed in general terms, life expectancy in Indonesia is quite low compared to other countries. One of the problems that occurs is due to higher levels of air pollution and a lack of implementing a healthy lifestyle. With the hope of improving the quality of life of the elderly and also the life expectancy of the elderly, we will implement several architectural elements that prioritize safety and comfort for the elderly. The problems that occur focus on the welfare of the elderly in Indonesia. The method of this research uses an architectural approach, which uses methods to analyze and design an architectural design object effectively. The results of this research develop the application of architectural elements which can later be applied to the use of building designs for the elderly. Architectural elements will be implemented based on the basic needs of the elderly. Keywords: architectural elements; elderly; life expectancy Abstrak Seiring waktu, orang lanjut usia mengalami perubahan fisik dan kognitif, seperti:  gangguan pendengaran, penglihatan dan kekuatan fisik, yang mempengaruhi kesejahteraan mereka. Peralatan bergerak yang sesuai harus dipertimbangkan. Lansia membutuhkan ruang yang tenang, tidur yang nyenyak, dan interaksi sosial. Lansia identik dengan umur maupun usia, jika dibahas scara umum, angka Usia harapan hidup di Indonesia tergolong cukup rendah dibandingkan negara – negara lain. Salah satu masalah yang terjadi dikarenakan tingkat polusi udara yang lebih tinggi dan kurangnya penerapan pola hidup sehat. Dengan memiliki harapan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dan juga angka usia harapan hidup lansia, akan melakukan penerapan beberapa elemen arsitektur yang mementingkan keamanan serta kenyamanan bagi lansia. Masalah yang terjadi berfokus kepada kesejahteraan lansia di Indonesia. Metode dari penelitian ini menggunakan pendekatan arsitektur, yang dimana penggunaan metode untuk menganalisis dan merancang suatu objek rancangan arsitektur secara efektif. Hasil penelitian ini mengembangkan penerapan elemen arsitektur yang nantinya dapat diterapkan ke dalam penggunaan desain bangunan untuk lansia. Elemen arsitektur nantinya akan diterapkan berdasarkan kebutuhan dasar para lansia.
INTEGRASI RUANG DAN KEHIDUPAN MELALUI ADAPTIVE REUSE DI KAWASAN SENEN, JAKARTA PUSAT Rainy, Rainy; Jayanti, Theresia Budi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30877

Abstract

The Grand Theater Senen was one of the first single cinema buildings in Jakarta to be very popular in the 1980s. The Senen Grand Theatre's downturn was caused by the defeat of the competition due to the emergence of modern cinemas, as well as the degradation of the Senen area as a result of the monetary crisis. Although the government has attempted to revitalize the Senen Area several times, there are only a few crowded points. As a result of the degradation, the GTS was abused as a venue for blue films, drug sales, and prostitution. Currently, the building is abandoned. The location of the building is in Simpang Lima or Senen Triangle Area, one of the high-mobility intersections in central Jakarta. In this context, the research aims to understand the role of environmental damage and area degradation in building conditions, by proposing Adaptive Reuse as a primary solution. The plan includes the development of people-crossing bridges (JPOs), capsule hotels for commuters, rental offices, and commercial areas, which not only enhance connectivity but also create a more comfortable, secure, and sustainable environment, so that GTS can support the economic growth of communities especially in the dynamic Senen Area, while improving the quality of life of people and improving neglected environmental conditions, making GTS a functional hub that can facilitate both outdoor and indoor accessibility, providing safe and comfortable accommodation. Keywords: Adaptive reuse; Commuter; Hotel capsule; Interconnection; Rent virtual office Abstrak Grand Theater Senen merupakan salah satu gedung bioskop tunggal pertama di Jakarta yang sangat populer pada era 80-an. Kemunduran Grand Theater Senen disebabkan oleh kalah saing karena kemunculan bioskop modern, juga terjadinya degredasi pada Kawasan Senen yang disebabkan oleh krisis moneter. Walaupun pemerintah sudah berupaya melakukan revitalisasi Kawasan Senen beberapa kali, namun hanya ada beberapa titik yang ramai. Akibat dari degredasi tersebut, GTS disalahgunakan sebagai tempat pemutaran film biru, penjualan narkoba, dan prostitusi. Saat ini, bangunan tersebut terbengkalai. Lokasi bangunan ada di Simpang Lima atau Kawasan Segitiga Senen, salah satu persimpangan yang memiliki mobilitas tinggi di Jakarta Pusat. Dalam konteks ini, penelitian bertujuan untuk memahami peran kerusakan lingkungan dan degradasi kawasan dalam kondisi bangunan, dengan mengusulkan Adaptive Reuse sebagai solusi utama. Rencana ini mencakup pengembangan jembatan penyeberangan orang (JPO), hotel kapsul untuk komuter, kantor sewa, dan area komersial, yang tidak hanya meningkatkan konektivitas namun juga menciptakan lingkungan yang lebih nyaman, aman, dan berkelanjutan, sehingga GTS dapat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat terutama di Kawasan Senen yang dinamis, sambil meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memperbaiki kondisi lingkungan yang terabaikan, menjadikan GTS sebagai sebuah hub fungsional yang dapat memudahkan aksesibilitas baik dari luar maupun dalam ruangan, penyediaan akomodasi yang aman dan nyaman.
MENGEMBALIKAN IDENTITAS MUARA ANGKE MELALUI STRATEGI PENGELOLAAN BUDIDAYA IKAN YANG BERKELANJUTAN Wibin, Arlene; Jayanti, Theresia Budi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30878

Abstract

Muara Angke, once a place rich in meaning and identity for fishermen, is facing a series of phenomena that have transformed it into a placeless place. Fishermen who once relied on the waters for their livelihoods now face significant challenges in finding sustenance from what they once called "place." The aim of this research is to explore the role of architecture in assisting the community in maintaining economic resilience and cultural significance to ensure sustainable programs. The methods employed include data analysis, field observations, and interviews to comprehensively understand the socio-economic dynamics and environmental conditions in Muara Angke. The proposed architectural solution includes the design of a fish processing industry and training for fishermen that facilitates economic activities, as well as providing commercial spaces to attract the general public. The findings of this research are expected to make a significant contribution to the local economic development of Muara Angke and restore the meaning and identity of "place" for the fishermen. Additionally, the research findings are anticipated to provide new insights into sustainable natural resource management strategies in coastal areas affected by environmental changes. The novelty of this research lies in its holistic approach, integrating social, economic, and environmental aspects in addressing the challenges faced by the fishing communities in Muara Angke from an architectural perspective. Keywords:  Fishermen; Identity; Muara Angke; Placeless place; Sustainable Abstrak Muara Angke, dulunya merupakan sebuah tempat kaya akan makna dan identitas bagi para nelayan, menghadapi fenomena yang mengubahnya menjadi tempat yang kehilangan keberadaannya, menjadikannya placeless place. Nelayan yang dulunya menggantungkan hidup mereka pada hasil tangkapan di perairan, kini menghadapi tantangan besar untuk mencari dari tempat yang dahulu mereka panggil sebagai "place". Tujuan dari penelitian adalah mengeksplorasi peran arsitektur dalam membantu masyarakat dalam menjaga resiliensi ekonomi dan signifikansi budaya tempat agar mendapatkan program berkelanjutan. Metode yang digunakan meliputi analisis data, observasi lapangan, dan wawancara untuk memahami secara holistik dinamika sosial-ekonomi dan kondisi lingkungan di Muara Angke. Solusi arsitektur yang diusulkan meliputi desain industri pengelolaan ikan dan pelatihan bagi para nelayan yang memfasilitasi kegiatan ekonomi, serta menyediakan ruang komersial untuk menarik masyarakat umum. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi lokal di Muara Angke serta memulihkan kembali makna dan identitas "place" bagi para nelayan. Temuan dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan wawasan baru terhadap strategi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan di kawasan pesisir yang terdampak perubahan lingkungan. Kebaruan dari penelitian ini adalah pendekatan holistik yang menggabungkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam upaya untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh komunitas nelayan di Muara Angke secara arsitektural.
HUBUNGAN POLA AKTIVITAS PENGHUNI DENGAN PENGATURAN ZONING PADA DESAIN RUMAH SUSUN SEWA Winata, Gabriela Deanna; Jayanti, Theresia Budi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 7 No. 1 (2025): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v7i1.33914

Abstract

Placeless Place is a term used to refer to a place that has lost its geographic identity or local attachment. The term can refer to a place or neighborhood that lacks the features or characteristics that make it geographically or culturally unique. The Manggaraiarea is located in Tebet sub-district, South Jakarta and is famous for its Ciliwung River sluice gate and train station which is a transportation hub from various points. The Manggarai area has great potential to be an area with transportation points that expand regionally, and also an increase in the area can occur if several points in this area are developed. The Manggarai area is famous for its densely populated settlements, so to prevent the increasingly dense residential space in this area, it can be developed into a more feasible vertical residence with the optimization of open space and community interaction space. One example of the non-compliance of a building that has been built with building regulations can be seen from the KDB, KLB, KDH which should be followed by the land owner or architect concerned with the development. The design method used is the dwelling approach method , which is concerned with the interaction between residents in the existing location through open space and community interaction space. The results of this research aim to describe the design concept approach of rental flats that can optimize space for community interaction. Keywords: Area; Manggarai; Population Abstrak Placeless Place adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu tempat yang telah kehilangan identitas geografis atau keterikatan lokalnya. Istilah tersebut dapat merujuk pada suatu tempat atau lingkungan yang tidak memiliki ciri atau ciri khas yang menjadikannya unik secara geografis atau budaya. Kawasan Manggarai terletak di kecamatan Tebet, Jakarta Selatan dan terkenal dikarenakan adanya pintu air  Kali Ciliwung dan stasiun kereta yang merupakan pusat transportasi dari berbagai titik. Kawasan Manggarai memiliki potensi besar untuk dijadikan kawasan dengan titik transportasi yang meluas secara kawasan, dan juga peningkatan kawasan dapat terjadi jika dilakukan pengembangan beberapa titik di kawasan ini. Kawasan Manggarai terkenal akan permukiman penduduk yang sangat padat, sehingga untuk mencegah semakin padatnya ruang bermukim yang berada di kawasan ini, dapat dikembangkan menjadi hunian vertikal yang lebih layak dengan optimalisasi ruang terbuka dan ruang interaksi warga. Salah satu contoh ketidaksesuaian bangunan yang sudah terbangun dengan peraturan pembangunan dapat dilihat dari KDB, KLB, KDH yang seharusnya diikuti oleh pemilik lahan yang bersangkutan dengan pembangunan tersebut. Metode perancangan yang digunakan merupakan metode pendekatan dwelling, yang mementingkan interaksi antar warga di lokasi eksisting melalui ruang terbuka dan ruang interaksi warga. Hasil penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan pendekatan konsep desain rumah susun sewa yang dapat mengoptimalkan ruang untuk interaksi warga.