Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

AREA HIJAU EDUKATIF DI SD-SMK PERTI, TANJUNG GEDONG, GROGOL, JAKARTA BARAT Solikhah, Nafiah; Mustaram, Agnatasya Listianti; Wulanningrum, Sintia Dewi; Sabstalistia, Yunita Ardianti
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol 1, No 1 (2018): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2052.556 KB) | DOI: 10.24912/jbmi.v1i1.1904

Abstract

Educative green space in downtown educational facilities with limited land is an important requirement. Children who study in schools with more green space show better brain development than children in schools with little green space. Perti Vocational School in Grogol, West Jakarta as a partner is located in an area with a high level of pollution and suboptimal green space. The purpose of this PKM is to improve greening in SD-SMK Perti so that it can optimize the greening function with the concept of an educative green space as an educational area for students and to be able to supply clean air (oxygen), filter out dust, improve environmental beauty, add rainwater catchment areas, and prevent flood. PKM activities are divided into 3 stages, namely: Stage 1: Planning, Stage 2: Implementation, Stage 3: Socialization, where each stage contributes to the next stage. Based on the results of this PKM, it can be concluded that Hydroponics-Aquaponics is a system that has the simplest, effective, efficient and easy work process in its management. Plant nutrition is obtained naturally by utilizing metabolism from fish (from fish droppings in the pond below). The Hydroponic-Aquaponic System has a disadvantage in terms of time. It takes longer to prepare a pond until it is ready to be filled with fish, and it takes time for the fish to adjust to the pond before the hydroponic installation. Hydroponic-aquaponic can be applied using simpler mediaABSTRAK: Ruang terbuka hijau edukatif pada fasilitas pendidikan yang berada di kawasan pusat kota dengan lahan terbatas merupakan salah satu kebutuhan yang penting. Anak-anak yang lebih banyak belajar di sekolah dengan banyak ruang hijau memiliki perkembangan otak lebih baik daripada anak-anak di sekolah yang memiliki sedikit ruang hijau. SD-SMK Perti di Grogol, Jakarta Barat sebagai mitra berada di dalam kawasan dengan tingkat polusi cukup tinggi dan kurang optimalnya area penghijauan. Tujuan dari PKM adalah memperbaiki penghijauan di SD-SMK Perti agar dapat mengoptimalkan fungsi penghijauan dengan konsep area hijau edukatif sebagai area edukasi bagi siswa serta agar dapat mensuplai udara segar (oksigen), menyaring debu, menambah keasrian lingkungan, menambah area resapan air hujan, dan mencegah banjir. Kegiatan PKM terbagi menjadi 3 tahap, yaitu: Tahap 1: Perencanaan, Tahap 2: Pelaksanaan, Tahap 3: Sosialisasi, dimana masing-masing tahap memiliki luaran yang berkesinambungan untuk kegiatan tahap berikutnya. Berdasarkan hasil kegiatan PKM dapat disimpulkan bahwa Hidroponik-Akuaponik merupakan sistem yang memiliki proses kerja paling sederhana, efektif, efisien dan mudah dalam pengelolaannya. Nutrisi tanaman diperoleh secara alami dengan memanfaatkan metabolisme dari ikan (dari kotoran ikan yang berada di kolam bawah). Sistem Hidroponik-Akuaponik memiliki kelemahan dari sisi waktu. Dimana diperlukan waktu yang lebih lama dalam mempersiapkan kolam sampai siap untuk diisi ikan, serta dibutuhkan waktu untuk ikan dapat menyesuaikan diri dengan kolam sebelum instalasi hidroponik. Penerapan hidroponik-akuaponik dapat diterapkan dengan menggunakan media yang lebih sederhana.
DESAIN RUANG KOMUNAL SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI LAHAN SEMPIT DI KAWASAN KAMPUNG RAWA JAKARTA PUSAT Mustaram, Agnatasya Listianti; Jayanti, Theresia Budi; Darmady, Irene Syona; Agustin, Laura Tri
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol. 7 No. 2 (2024): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jbmi.v7i2.31888

Abstract

Housing in a small area with dense population often becomes an obstacle for the society to obtain proper facilities. As residents of a certain area, people often face challenges with limited shared space. In certain contexts, communal space is temporarily scattered along the streets. The location of Kampung Rawa was chosen as the venue for the PKM (Community Service) due to the condition of the area that is situated on a confined area and lacking communal space. This Community Service Activity (Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat) is carried out in an effort to respond to the problems faced by the community, especially the residents of Kampung Rawa, through the application of architectural knowledge. Kampung Rawa, which is part of the Johar Baru District, Central Jakarta, is one of the most densely populated settlements in Jakarta and has even been referred to as one of the most densely populated in Southeast Asia. In 2021, the population density of the Johar Baru District reached 60,788 people/km², which inevitably contributes to the rise of various social issues. One of them is the lack of communal spaces for community interaction. The presence of active communal spaces is considered to be one of the solutions to urban problems and also serves as a place for interaction. In designing a good communal space, all aspects of society need to be considered so that it can benefit not only one group of people but various groups. One of the things that are needed to be done is to interact directly with the community of Kampung Rawa, to get to know them more deeply in terms of their activities, limitations, and other contextual needs. This PKM (Community Service Program) utilizes a qualitative approach along with a phased design method to develop spaces for community activities and communal areas. ABSTRAK Hunian di lahan sempit dengan kepadatan tinggi kerap menjadi kendala bagi masyarakat untuk mendapatkan kecukupan fasilitas yang memadai. Sebagai penghuni suatu wilayah, seringkali warga dipersoalkan dengan keterbatasan ruang untuk bersama. Dalam lingkup tertentu, ruang bersama terbatas berada pada jalan-jalan kecil yang sifatnya sementara. Lokasi Kampung Rawa terpilih sebagai lokasi pelaksanaan PKM mengingat kondisi kampung yang berada pada lahan sempit dan tidak memiliki ruang komunal. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini dilakukan dalam upaya menanggapi masalah yang masyarakat hadapi khususnya warga Kampung Rawa melalui penerapan ilmu-ilmu arsitektur. Kampung Rawa yang merupakan bagian dari Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat yang merupakan salah satu pemukiman terpadat di Jakarta bahkan pernah disebut sebagai salah satu pemukiman terpadat di Asia Tenggara. Pada tahun 2021, kepadatan penduduk Kecamatan Johar Baru mencapai 60.788 jiwa/km² dan hal ini tentunya menimbulkan berbagai masalah sosial. Salah satu diantaranya adalah ketiadaan tempat ruang komunal untuk masyarakat berinteraksi. Keberadaan ruang komunal yang aktif dianggap menjadi salah satu solusi masalah perkotaan sekaligus menjadi tempat untuk berinteraksi. Dalam mendesain ruang komunal yang baik maka segala aspek dalam masyarakat perlu diperhatikan sehingga dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap satu golongan masyarakat tetapi berbagai golongan. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah berinteraksi langsung dengan masyarakat Kampung Rawa, untuk mengenal mereka lebih dalam dari segi aktivitas, keterbatasan, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang kontekstual. Metode yang digunakan pada PKM ini adalah metode kualitatif dan metode tahapan perancangan ruang untuk berkegiatan warga dan ruang komunal
PENGOPTIMALAN PERANCANGAN RUANG ARSITEKTUR MELALUI KEGIATAN MENENUN MASYARAKAT ENDE Sultono, Justinus Hermawan; Mustaram, Agnatasya Listianti
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27488

Abstract

Traditions play a central role in the lives of people in many parts of Indonesia, and that includes the region of Ende, East Nusa Tenggara. Ende, which is rich in unique traditions and culture, not only sees traditional customs as an ancestral heritage, but also as an element of identity, social guidance, and community glue. Even in the face of changing times, the people of Ende remain closely connected to the values and norms of customs passed down from generation to generation. Customs provide guidance in various aspects of daily life, including in traditional governance systems, religious ceremonies, marriage, agriculture, personal traits of people, and other areas. But over time, the traditions and also the guidance of the people's lives there began to disappear. Where the Ende community used to do weaving activities together, they now do it individually in their individual homes. Many things make this happen, for example because of the individualistic nature of the community, changing times, technological developments, and others. Due to these things, the people there began to forget their traditions. However, despite facing challenges from globalization, urbanization, and modernization, the people of Ende strive to maintain and apply their customs. This research uses qualitative methods in order to produce a comprehensive synthesis which aims to better understand the essential needs of the people living in the area. This project aims to find out the potential role of architecture in shaping the ideal architectural space to accommodate all the activities of the Ende community based on local traditions. Keywords:  community; identity; individual; society; traditions Abstrak Adat istiadat memiliki peran utama dalam kehidupan masyarakat di berbagai daerah Indonesia, hal itu termasuk di wilayah Ende, Nusa Tenggara Timur. Ende, kaya akan tradisi dan budaya unik, tidak hanya melihat adat istiadat sebagai warisan leluhur, tetapi juga sebagai elemen identitas, panduan sosial, dan perekat komunitas. Walaupun dihadapkan pada perubahan zaman, masyarakat Ende tetap terhubung erat dengan nilai-nilai dan norma adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Adat istiadat memberikan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pemerintahan tradisional, upacara keagamaan, pernikahan, pertanian, sifat pribadi orang, dan bidang lainnya. Tetapi lama kelamaan adat istiadat dan juga pendoman hidup masyarakat di sana mulai hilang. Yang dulunya masyarakat Ende melakukan aktivitas menenun secara bersama - sama sekarang mereka lakukan secara individu di rumahnya masing – masing. Banyak hal yang membuat tersebut terjadi, contohnya karena sifat individualis masyarakat, perubahan jaman, perkembangan teknologi, dan lain – lain. Oleh karena hal–hal tersebut masyarakat di sana mulai melupakan adat istiadat namun demikian, meskipun menghadapi tantangan dari globalisasi, urbanisasi, dan modernisasi, masyarakat Ende berusaha dengan gigih untuk mempertahankan dan menerapkan adat istiadat mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif supaya bisa menghasilkan sintesis yang komprehensif yang dimana hal ini bertujuan supaya lebih memahami kebutuhan esensial masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Proyek ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran arsitektur dalam membentuk ruang arsitektur yang ideal untuk mewadahi segala aktivitas masyarakat Ende berdasarkan adat istiadat setempat.
RUANG BIOSKOP RAMAH KURSI RODA Tubalawony, Novinca Debora; Mustaram, Agnatasya Listianti
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27489

Abstract

Persons with disabilities still often experience various obstacles and limitations when seeking access to meet their needs, including difficulties in obtaining public services and facilities. There are only less than 30% of people with disabilities in Indonesia who can carry out activities in public independently so there is currently a need for government awareness to make changes and innovations in fulfilling and ensuring public services and facilities for people with disabilities. Entertainment and recreation facilities have become one of the important factors in people's lives today and watching in a movie theater is one of the most popular entertainment activities with the aim of entertaining themselves and providing pleasure when they feel bored. However, in terms of accessibility rights, the availability of cinema entertainment facilities and infrastructure is still minimal to provide a friendly space experience for people with physical disabilities. So this research will discuss the design of a friendly cinema space for people with physical disabilities who use wheelchairs. The research method used is descriptive qualitative research method with literature study approach and data development. With further elaboration, a discussion will be obtained regarding the design and application of design elements in the cinema room specifically for wheelchair users. The author hopes that this research can help to provide an ideal space experience for people with physical disabilities who use wheelchairs so that they can feel and enjoy cinema facilities safely and comfortably. Keywords: cinema; disabilities; wheelchair Abstrak Penyandang disabilitas masih sering mengalami berbagai rintangan dan keterbatasan ketika mencari akses untuk memenuhi kebutuhan mereka, termasuk kesulitan dalam mendapatkan layanan dan fasilitas publik. Hanya terdapat kurang dari 30% penyandang disabilitas di Indonesia yang dapat melakukan aktivitas di publik secara mandiri sehingga saat ini diperlukan kesadaran pemerintah untuk melakukan perubahan dan inovasi dalam memenuhi dan menjamin pelayanan dan fasilitas publik bagi penyandang disabilitas. Fasilitas hiburan dan rekreasi telah menjadi salah satu faktor penting dalam kehidupan masyarakat saat ini dan menonton di bioskop merupakan salah satu kegiatan hiburan yang banyak diminati dengan tujuan untuk menghibur diri dan memberikan kesenangan ketika sudah merasa jenuh. Namun dalam hak aksesibilitas, ketersediaan sarana dan prasarana hiburan bioskop masih minim untuk memberikan pengalaman ruang yang ramah bagi penyandang disabilitas fisik. Sehingga penelitian ini akan membahas desain ruang bioskop yang ramah bagi penyandang disabilitas fisik yang menggunakan kursi roda. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan pengembangan data. Dengan penguraian lebih lanjut, akan diperoleh pembahasan mengenai rancangan dan penerapan elemen desain pada ruang bioskop yang dikhususkan untuk pengguna kursi roda. Penulis berharap agar penelitian ini dapat membantu untuk memberikan pengalaman ruang yang ideal bagi penyandang disabilitas fisik yang menggunakan kursi roda agar dapat merasakan dan menikmati fasilitas bioskop dengan aman dan nyaman.
PENERAPAN DESAIN BIOFILIK PADA PERANCANGAN RUANG PUBLIK DI KAWASAN GUNUNG SAHARI Nata, Steven; Mustaram, Agnatasya Listianti
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30887

Abstract

Gunung Sahari is one of the areas in Jakarta. This area has been known for a long time as an office and government area, making this area one of the areas that is quite busy for the public to pass through. However, recently, this area has experienced some decline, such as many buildings starting to be neglected and abandoned by their owners because there are no visitors. So that in order to attract public attention again, the Gunung Sahari area requires several additional functions, one of which is public space. Public space itself is a room that is able to accommodate various kinds of community activities that occur in it. So public spaces are currently in demand by the wider community as a place to relax, entertain and gather with relatives and family. However, not all public spaces can provide good accommodation due to factors such as heat from the sun, air, wind, etc., which can affect the comfort level of the public space itself. So, one way to respond to this is by implementing several natural elements into public spaces using biophilic design. Biophilic design itself refers to the inclusion of natural elements into a room. Currently, incorporating natural elements into the spaces in buildings has become a trend. As seen in several buildings such as malls, offices and several other public buildings. Incorporating Biophilic elements in buildings can also be a solution to several problems such as dealing with heat in the building, making the building atmosphere more comfortable, minimizing stress levels for room users, etc. Gunung Sahari area also requires biophilic design. By implementing biophilic elements in this area, it can help attract visitors to return to this area. Keywords: architecture; biophilic design; community; gunung sahari; public space Abstrak Gunung Sahari adalah salah satu kawasan yang ada di Jakarta. Kawasan ini sudah dikenal sejak lama sebagai kawasan perkantoran dan pemerintahan, sehingga membuat kawasan ini menjadi salah satu kawasan yang cukup ramai untuk dilalui oleh masyarakat. Namun belakangan ini, kawasan ini mengalami beberapa penunrunan, seperti mulai banyak bangunan yang tidak terurus dan ditinggal oleh pemiliknya karena sepi akan pengunjung. Sehingga untuk dapat kembali menarik perhatian masyarakat, kawasan Gunung Sahari memerlukan beberapa fungsi tambahan, salah satunya ruang publik. Ruang publik sendiri adalah ruangan yang mampu menampung berbagai macam aktivitas-aktivitas masyarakat yang terjadi didalamnya. Sehingga ruang publik saat ini sedang diminati oleh masyarakat luas sebagai tempat bersantai, hiburan, dan berkumpul bersama kerabat dan keluarga. Namun, tidak semua ruang publik dapat memberikan akomodasi yang baik akibat faktor-faktor seperti panas matahari, udara, angin, dll, yang dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan dari ruang publik itu sendiri. Sehingga, salah satu cara untuk menanggapi hal tersebut adalah dengan menerapkan beberapa unsur alam kedalam ruang publik dengan menggunakan desain biofilik. Desain biofilik sendiri mengacu pada pemasukan unsur alam yang ada kedalam suatu ruangan. Saat ini, memasukkan unsur alam dalam ruang-ruang pada bangunan sendiri sudah menjadi sebuah tren. Seperti yang terlihat pada beberapa bangunan seperti bangunan mall, kantor, dan beberapa bangunan publik lainnya. Memasukkan unsur biofilik dalam bangunan juga dapat menjadi solusi untuk beberapa masalah seperti mengatasi panas di dalam bangunan, membuat suasana bangunan menjadi lebih nyaman, meminimalisir tingkat stres pada pengguna ruangan, dll. Kawasan Gunung Sahari pun tidak luput dari hal ini karena memerlukan desain biofilik. Dengan adanya penerapan unsur biofilik pada kawasan ini dapat membantu menarik minat pengunjung untuk kembali mengunjungi kawasan ini.
PERPADUAN IDENTITAS LOKAL DAN GLOBAL PADA DESAIN PASAR KULINER BENDUNGAN HILIR Sutandi, Isabel Gloria Permatasari; Mustaram, Agnatasya Listianti
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30888

Abstract

Globalization, commercialization and mass communication have brought cultural and geographical homogenization into urban space, giving rise to the term placeless place, namely the reduction of the unique characteristics and identity of a place. One of the places experiencing this phenomenon is the market and Bendungan Hilir Area. Bendungan Hilir Market, which was founded in 1972, used to have the meaning of a "place" with historical value and regional character. However, as time goes by, the value of this “place” disappears due to the influence of globalization. Now, Bendungan Hilir Market is considered less relevant and no longer able to accommodate the needs of the community, resulting in the loss of the value of authenticity, uniqueness and community connection to the market, resulting in a placeless place process. Referring to this background, there is a problem regarding the architectural completion of placeless place at Bendungan Hilir Market. Therefore, the aim of this design is to revive identity, historical ties, and community connections in the current context of globality. The design approach used is the cross-programming and contextual method through spatial experience with the traditional culinary market, meeting hub and supporting mixed use program activity stages. The traditional culinary market is a space that accommodates the main potential in the Bendungan Hilir area, namely as a culinary and commercial area. The meeting hub is the meeting center for the cities of Jakarta and Bendungan Hilir. As well as, supporting the mixed use program to accommodate community activities and services. This stage of activity will be a bond between the local community of Bendungan Hilir, and the global city of Jakarta environment, by creating a sense of place that is integrated with a mix of local and global identity elements. Keywords: globality; locality; traditional culinary market; placeless place Abstrak Globalisasi, komersialisasi, dan komunikasi massa telah membawa homogenisasi budaya dan geografis ke dalam ruang kota, memunculkan istilah placeless place, yaitu berkurangnya karakteristik dan identitas unik suatu tempat. Salah satu tempat yang mengalami fenomena ini adalah pasar dan kawasan Bendungan Hilir. Pasar Bendungan Hilir, yang berdiri sejak tahun 1972, dulunya memiliki makna sebagai "place" dengan nilai sejarah dan karakter kawasan. Namun, seiring waktu, nilai "place" ini menghilang karena pengaruh globalisasi. Kini, Pasar Bendungan Hilir dinilai kurang relevan dan tidak lagi mampu mewadahi kebutuhan masyarakatnya, mengakibatkan hilangnya nilai keaslian, keunikan, dan koneksi masyarakat terhadap pasar tersebut, sehingga mengalami proses placeless place. Mengacu pada latar belakang tersebut, terdapat permasalahan bagaimana penyelesain arsitektural placeless place pada Pasar Bendungan Hilir. Oleh karena itu, tujuan dari desain ini adalah untuk menghidupkan kembali identitas, ikatan historis, dan koneksi masyarakat dengan konteks globalitas sekarang ini. Pendekatan desain yang digunakan adalah metode cross-programming dan contextual melalui pengalaman ruang dengan tahapan aktivitas traditional culinary market, meeting hub serta supporting mixed use program. Traditional culinary market merupakan ruang yang mengakomodasi potensi utama di kawasan Bendungan Hilir yaitu sebagai kawasan kuliner dan komersial. Meeting hub menjadi pusat pertemuan kota Jakarta dan Bendungan Hilir. Serta, supporting mixed use program untuk mewadahi kegiatan serta pelayanan masyarakat. Tahapan aktivitas ini akan menjadi pengikat antara masyarakat lokal Bendungan Hilir, dengan lingkungan Globalitas Kota Jakarta, dengan menciptakan sense of place yang terintergrasi dengan perpaduan unsur identitas lokal dan global.
OPTIMALISASI DESAIN PERGUDANGAN BERBASIS ROBOTIK DI SUNDA KELAPA UNTUK MENDUKUNG DISTRIBUSI BARANG PADA WILAYAH PELABUHAN Agifta, Devana; Mustaram, Agnatasya Listianti
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 7 No. 1 (2025): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v7i1.33931

Abstract

Sunda Kelapa Port is the heart of economic activity and many porters and other workers contribute to the logistics process and distribution of goods. From the time of the Tarumanegara Kingdom to the Dutch East Indies, the port of Sunda Kalapa was very active in the spice trade in the country. Many ships from Palembang, Tanjungpura, Malacca, Makassar, and Madura, and traders from India, South China, and Ryukyu (Japan) visited this port. Pepper, nutmeg, rice, and gold were exported from this port. However, since the construction of the Priok Port, the Sunda Kelapa Port has become quiet and the Port's identity as a transporter of spices has been replaced by transporting raw materials, sand, and groceries. As times change, trading activities have become completely digital and online, and now around the Port of Sunda Kelapa, many local expeditions accept goods delivery services with less organized warehousing conditions. Therefore, this project is aimed at accommodating more warehousing and rental office areas. Organized and efficient with several other programs, by providing a rental office area it is hoped that it can help the needs of existing warehouses, by implementing a robotic system in the warehousing area can be an attraction for people to visit and use local expeditions in Sunda Kelapa Currently using the concept of adaptive architecture in design, this research uses qualitative and quantitative methods. Keywords:  expedition; warehouse; logistic; online; robotic Abstrak Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan jantung aktivitas ekonomi yang melibatkan banyak pekerja kuli panggul dan pekerja lainnya yang berkontribusi pada proses logistik dan distribusi barang. Sejak masa Kerajaan Tarumanegara hingga Hindia Belanda, pelabuhan Sunda Kelapa sangat aktif dalam perdagangan rempah-rempah di Tanah Air. Banyak kapal dari Palembang, Tanjungpura, Malaka, Makassar dan Madura, serta pedagang dari India, Cina Selatan dan Ryukyu (Jepang) mengunjungi pelabuhan ini. Lada, pala, beras, dan emas diekspor dari pelabuhan ini. Namun sejak dibangunnya Pelabuhan Priok, Pelabuhan sunda kelapa menjadi sepi dan identitas Pelabuhan sebagai pengangkutan rempah-rempah tergantikan dengan pengangkutan bahan baku, pasir, dan kelontong. Seiring berubahnya zaman, kegiatan perdagangan berubah menjadi serba digital dan daring, dan kini di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa banyak ekspedisi lokal yang menerima jasa pengiriman barang dengan kondisi pergudangan yang kurang tertata, Oleh karena itu proyek ini ditujukan untuk mewadahi area pergudangan dan perkantoran sewa yang lebih tertata dan efisien dengan beberapa program lain, dengan diadakan area kantor sewa diharapkan bisa membantu kebutuhan pergudangan-pergudangan yang ada, dengan diterapkannya sistem robotik pada area pergudangan bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk berkunjung dan menggunakan ekspedisi lokal di Sunda Kelapa saat ini dengan menggunakan konsep arsitektur adaptif pada desain, Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
PUSAT HIBURAN, EDUKASI DAN TEATER SEBAGAI RUANG INTERAKSI SOSIAL DI KAWASAN MANGGA BESAR Tuju, Gilbertus Davy Ryan; Mustaram, Agnatasya Listianti
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 7 No. 1 (2025): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v7i1.33932

Abstract

Since the Dutch era, Mangga Besar has been the center of entertainment destinations. There was once a park called Prinsen Park. This place became part of the history of theater and film, until it gave birth to the artist village "Tangkiwood". Now the place is gone and few people know about it. Prinsen Park began to be quiet since the era of analog television development. The surrounding environment was not organized and illegal settlements grew. Through rejuvenation, Prinsen Park was rebuilt into the Lokasari People's Entertainment Park (THR Lokasari). Now many shophouses are deserted and no longer operating. Until now, the place is also known negatively as a place of night entertainment for adults. The Mangga Besar Theater with a site location within the Lokasari area will create a positive and useful social interaction space by instilling memories of Prinsen Park through descriptive qualitative research methods. Education about theater arts and its history in Mangga Besar is carried out through schools around the area which are invited in turns to take part in training activities and presenting theater arts on stage. The target user visitors come from tourists to Mangga Besar and also the people of Jakarta who are assisted by adequate transportation such as trains. There is also a museum program and Prinsen Park History gallery, an art house with a recording studio and art workshops. Keywords:  education; entertainment; history; interaction; Lokasari Abstrak Sejak era Belanda, Mangga besar sudah menjadi pusat destinasi hiburan. Pernah terdapat sebuah taman dengan nama Prinsen Park. Tempat ini menjadi bagian dari sejarah teater dan perfilman, hingga melahirkan kampung artis “Tangkiwood”. Kini tempat itu sudah tidak ada dan sedikit yang mengetahuinya.  Prinsen Park mulai sepi semejak era perkembangan televisi analog. Lingkungan sekitarnya pun tidak tertata dan tumbuh pemukiman liar. Melalui peremajaan Prinsen Park diratakan dan dibangun kembali menjadi Taman Hiburan Rakyat Lokasari (THR Lokasari). Kini banyak ditemukan ruko sepi dan juga tidak beroperasi lagi.  Hingga saat ini tempat tersebut juga dikenal negatif sebagai tempat hiburan malam orang-orang dewasa. Teater Mangga Besar dengan lokasi tapak yang berada di lingkup kawasan Lokasari akan menciptakan ruang interaksi sosial yang positif dan bermanfaat dengan menanamkan memori Prinsen Park melalui metode penelitian kualitatif deskriptif. Edukasi mengenai seni teater dan sejarahnya di Mangga Besar dilakukan melalui sekolah-sekolah di sekitar kawasan yang diajak secara bergilir untuk ikut andil dalam aktivitas pelatihan dan menampilkan seni teater diatas panggung. Target user pengunjung berasal dari wisatawan Mangga Besar dan juga masyarakat Jakarta yang dibantu oleh transportasi yang memumpuni seperti Kereta. Terdapat juga program museum dan galeri Sejarah Prinsen Park, rumah seni dengan studio rekaman dan workshop seni.