Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

IDENTITAS PENAMPILAN MASYARAKAT YOGYAKARTA 1950’an-1970’an Khasanah, Nurul; Afiyanto, Hendra
Kodifikasia Vol 11, No 1 (2017)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.158 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v11i1.1149

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontestasi ragam penampilan masyarakat Yogyakarta sebagai akibat dari westernisasi dan agamaisasi. Tahun 1950?an dipilih sebagai batasan awal penelitian sebab tahun tersebut adalah masifnya arus westernisasi yang masuk ke Yogyakarta. Westernisasi menjadi budaya populer di dalam masyarakat Yogyakarta yang membongkar kokohnya pondasi budaya keraton termasuk penampilan masyarakat. Kepintaran masyarakat Yogyakarta terlihat ketika mampu mengakomodasi westernisasi untuk eksistensi penampilannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis melalui penggunaan sumber tekstual, seperti arsip, buku-buku referensi, surat kabar, majalah, dan sumber non-tekstual seperti foto atau gambar.Melalui tulisan ini disimpulkan masuknya westernisasi menimbulkan pergeseran cara pandang masyarakat atas penampilannya. Bergesernya cara pandang memunculkan perubahan penampilan dan ragam penampilan masyarakat Yogyakarta. Adanya kontestasi ragam penampilan menimbulkan ketegangan di dalam masyarakat, karena pada fase ini terjadi penghakiman atas benar salah penampilan yang digunakan. Muaranya adalah pemaknaan ulang terkait penampilan yang digunakan di dalam masyarakat.
IDENTITAS PENAMPILAN MASYARAKAT YOGYAKARTA 1950’an-1970’an Khasanah, Nurul; Afiyanto, Hendra
Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam Vol 11, No 1 (2017)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/kodifikasia.v11i1.1149

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontestasi ragam penampilan masyarakat Yogyakarta sebagai akibat dari westernisasi dan agamaisasi. Tahun 1950’an dipilih sebagai batasan awal penelitian sebab tahun tersebut adalah masifnya arus westernisasi yang masuk ke Yogyakarta. Westernisasi menjadi budaya populer di dalam masyarakat Yogyakarta yang membongkar kokohnya pondasi budaya keraton termasuk penampilan masyarakat. Kepintaran masyarakat Yogyakarta terlihat ketika mampu mengakomodasi westernisasi untuk eksistensi penampilannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis melalui penggunaan sumber tekstual, seperti arsip, buku-buku referensi, surat kabar, majalah, dan sumber non-tekstual seperti foto atau gambar.Melalui tulisan ini disimpulkan masuknya westernisasi menimbulkan pergeseran cara pandang masyarakat atas penampilannya. Bergesernya cara pandang memunculkan perubahan penampilan dan ragam penampilan masyarakat Yogyakarta. Adanya kontestasi ragam penampilan menimbulkan ketegangan di dalam masyarakat, karena pada fase ini terjadi penghakiman atas benar salah penampilan yang digunakan. Muaranya adalah pemaknaan ulang terkait penampilan yang digunakan di dalam masyarakat.
Di antara Dua Peran: R. Moch Machin Kepala Penghulu dan Bupati Kediri (1942-1960) Anggraeni, Shofi Dian; Afiyanto, Hendra
Historia Madania: Jurnal Ilmu Sejarah Vol 7, No 2 (2023): Historia Madania: Jurnal Ilmu Sejarah
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/hm.v7i2.30165

Abstract

The institutions of kepenghuluan has been established over a long time, during the Dutch East Indies the informal  institution of kepenghuluan  was found in several regions, one of which was in Kediri district. One of the figures of head of Kediri R. Moch. Machin, was the  youngest head of the Dutch East Indies, who was appointed at the age of 30. In the seventh year of his leadership as head of the district, R. Moch. Machin was become as regent of Kediri in an emergency situation ahead of the second military aggression launched by the Dutch. In this research, there are two problem formulations: first, what is the background of the appointment of R. Moch. Machin as the young head  penghulu of Kediri? Second, how was R. Moch. Machin finally appointed as regent of Kediri? This research aims to find out how  R. Moch. Machin  become the young head penghulu of Kediri, and later served as regent of Kediri, as well as how R. Moch. Machin's achievements in his role as chief penghulu and regent of Kediri. This research uses a socio-historical approach that includes heuristics, verification, interpretation, and histsriography stages. Some of the findings in this research include: first, the inauguration of R. Moch. Machin as the youngest head of the Dutch East Indies was published in the Bataviasch Nieuwsblaad newspaper. Second, the appointment of R. Moch. Machin as replacement regent was based on deliberations from the kiai and direct advice from Ir. Sukarno. Thirdly, R. Moch. Machin’s contributions as regent of Kediri, among other things, carried out repairs to infrastructure and residents' houses due to the Dutch military attack and founded the Kediri 'PERSIK' football club. 
STUWDAM LENGKONG SEBAGAI SISTEM PENGAIRAN DI SIDOARJO TAHUN 1860-1895 Achmadanu, Yusuf; Afiyanto, Hendra
KALPATARU : Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah Vol 9 No 2 (2023): KALPATARU: Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas PGRI Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31851/kalp.v9i2.14554

Abstract

Pembangunan bangunan infrastruktur untuk mengatasi permasalahan air, mendorong adanya penelitian ini. Bendungan Lengkong adalah salah satu bendungan yang dibangun oleh pihak Belanda di atas aliran Sungai Brantas. Wilayah Sidoarjo termasuk kota yang dilalui aliran Sungai Brantas. Pada masa penjajahan Belanda, Kota Sidoarjo salah satu kota penyokong perekonomian Belanda. Pabrik gula di wilayah Sidoarjo termasuk salah satu industri yang menjadi pemasok pendapatan dan perekonomian bagi Belanda. Perkembangan industri gula di Sidoarjo memberikan perubahan terkait kemampuan dalam meningkatkan penghasilan bagi Belanda. Hal itu didukung dengan adanya pembangunan fasilitas penunjang industri gula. Bendungan Lengkong menjadi salah satu fasilitas penunjang industri gula, yang sekaligus bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar. Dibangunnya Bendungan Lengkong, akhirnya mempengaruhi sistem pengairan serta berdampak pada perekonomian di wilayah Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan tahapan heuristik, kritik, interpretasi, setelah itu penulisan sejarah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang sejarah Bendungan Lengkong serta sebagai sistem pengairan di Sidoarjo. Penelitian ini memberikan beberapa temuan tentang Bendungan Lengkong. Pertama, ialah awal dari dibangunnya Bendungan Lengkong. Kedua, Bendungan Lengkong dapat berfungsi sebagai bagian dari sistem pengairan di Sidoarjo. Ketiga, pembangunan Bendungan Lengkong memberikan dampak dan perkembangan sosial maupun ekonomi masyarakat di wilayah Sidoarjo.
KH. MUHAMMAD NAWAWI: Tokoh Nahdaltul Ulama dan Laskar Hisbulloh Mojokerto 1929-1946 Izzul Mudoffar, A; Afiyanto, Hendra
Tanjak: Sejarah dan Peradaban Islam Vol. 3 No. 3 (2023): Tanjak: Jurnal Sejarah dan Peradaban Islam
Publisher : Program Studi Sejarah Peradaban Islamm UIN Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/tanjak.v3i3.21324

Abstract

Muhammad Nawawi is a village kiai who is one of the founders of Nahdlatul Ulama Mojokerto and the first Islamic madrasa in Mojokerto. During the war in 1945 in Surabaya, KH Muhammad Nawawi was also active in the battle as a member of the Laskar Hisbullah Mojokerto. In this study, there are three formulations of the problem, first, how is the biography and life journey of KH. Muhammad Nawawi? Second, what is the role of KH. Muhammad Nawawi in Mojokerto's Nahdlatul Ulama? Third, how did KH Muhammad Nawawi contribute to Laskar Hisbullah in Mojokerto? This study aims to determine the form of KH Muhammad Nawawi's dedication to the people of Mojokerto. This study uses historical research methods, namely: heuristic, source verification, interpretation, and historiography. Some of the findings include: first, KH Muhammad Nawawi is the son of Munadi who has a lineage from KH Mutamakkin, second, KH Muhammad Nawawi is the founder of Nahdlatul Ulama Mojokerto, who actively descends to the branch, third, KH Muhammad Nawawi is a member of the Hizbullah ranks who participated in fighting the allies in the Surabaya war.
ISLAMISASI BLITAR SELATAN PASCA DEKOMUNISME 1968-1975 Nugroho, Panji Setyo; Afiyanto, Hendra
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol 18, No 1 (2022): JURNAL STUDI AGAMA DAN MASYARAKAT
Publisher : IAIN Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/jsam.v18i1.4076

Abstract

Kajian ini dilatarbelakangi keinginan untuk mengganalisis proses Islamisasi Blitar Selatan seletah peristiwa Komunisme pada 1968-1975. Ketika partai komunis ditetapkan sebagai partai terlarang, sisa-sisa dari simpatisan partai ini melarikan diri ke tempat-tempat terpencil. Mereka mencoba membangun kembali kekuatan dengan cara mempengaruhi masyarakat di daerah tersebut menggunakan berbagai propaganda, termasuk di Blitar Selatan. Eksistensi mereka berakhir setelah pemerintah melancarkan operasi militer di Blitar Selatan pada tahun 1968. Setelah peristiwa tersebut, pemerintah kemudian memulai program Islamisasi di Blitar Selatan. Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahap. Empat tahapan dalam metode penelitian sejarah tersebut adalah heuristic, verifikasi sumber sejarah, interpretasi, dan historiografi. Kajian penelitian ini menyimpulkan bahwa Islamisasi di Blitar Selatan menunjukkan hasil positif ketika mayoritas masyarakat disana menjadi pemeluk Islam. Keberhasilan dari Islamisasi ini merupakan hasil dari upaya guru agama Islam dan para santri dalam mendakwahkan Islam. Metode dakwah Islam secara kultural juga menjadi kunci dari keberhasilan proses Islamisasi ini. Alhasil, hingga sekarang Islam menjadi agama mayoritas di Blitar Selatan.
Pelatihan Pembuatan Salad Buah Ibu Pkk Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar Afiyanto, Hendra; Risa Winanti
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Al-Amin Vol. 1 No. 1 (2023): January 2023
Publisher : STAI Al-Amin Gersik Kediri Lombok Barat-NTB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54723/jpa.v1i1.20

Abstract

“Everthing has potension”. This sentence according to describe many potencial asset Gununggede village, Blitar district to make community development. The main capital of the development community is changing the people paradigm. This paradigm about how peoples look at the village from advantages and disadvantages. People can see what the big capital in the Gununggede village. From Appresciative Inquiry method which begin from discovery till destiny we have two big potencial Gununggede people. First, fruit in the yard is abundant natural produce and still as a daily consumption. Second, member of PKK has a big potencial, but they activity still not focus at development community with creative economy. From there this event is make a creative economy with make a fruit salad. The benefit of this event is fruit not just consumption but also increase income, make a busy woman to have any activity beside domestic activity.
Gagasan K.H Wahab Chasbullah tentang Pencak Silat di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang (1967-1971) Muslimin, Zakiyah Darodjat Cahya; Afiyanto, Hendra
SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary Vol. 6 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22515/shahih.v6i1.3379

Abstract

This study was conducted to find out KH Wahab Chasbullah's idea of pencak silat at the Bahrul Ulum Tambakberas Islamic Boarding School, Jombang. Using historical research methods, this study finds that the basic idea of KH Wahab Chasbullah in developing pencak silat in the pesantren environment is to preserve the nation's cultural heritage and cultivate the spirituality of the santri. Through his idea, KH Wahab Chasbullah divided pencak silat into physical and non-physical aspects. Another finding of this research is that the activities of Pencak Silat are carried out to instill love for the Indonesian nation. Pencak silat in the Bahrul Ulum Tambakberas Islamic Boarding School in Jombang has three important functions, namely the function of self-defense, the function of art and the function of religion. This study complements the study of Islamic moderation, Islamic negotiations on local culture, and the contribution of Islamic boarding schools to achieving independence.
ARENA OF PUBLIC DOMINANCE SEEING THE TRANSFORMATION OF THE SOCIAL FUNCTION OF ISLAMIC ART JEDORAN TULUNGAGUNG Winanti, Risa; Afiyanto, Hendra
Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 10 No 2 (2022): Jurnal Kontemplasi
Publisher : UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/kontem.2022.10.2.196-212

Abstract

This study aims to analyze the existence and sustainability of Jedoran art in Tulungagung, a city in East Java. Jedoran art was brought to Tulungagung by Sunan Kalijaga in the 16th century and has a long history. However, a big question arises: Does Jedoran art currently have the same social function as when it first appeared, or is this the result of adaptation of the old Jedoran art to fit in with new cultures and traditions? This research was conducted in Tulungagung because it is a Mataram Islam territory with a relationship to the Yogyakarta Sultanate. The researcher used historical and ethnographic methods as well as Foucault discourse analysis to understand how Jedoran art has developed according to the discourse that appears in every era. The results show that the sustainability of Jedoran art is not separated from the ability of Jedoran artists to read and adapt to the discourse that develops in accordance with changes in time. In addition, this adaptation is actualized through the transformation of the social function of Jedoran art according to the discourse that appears in every era.