Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PEMANFAATAN CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK ANALISIS NILAI EKONOMI EKOSISTEM PESISIR. STUDI KASUS: DESA TELUK LIMAU, KECAMATAN JEBUS, KABUPATEN BANGKA BARAT, PROVINSI BANGKA BELITUNG Prayudha, Bayu; Hafizt, Muhammad; Vimono, Indra Bayu
OLDI (Oseanologi dan Limnologi di Indonesia) Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/oldi.2020.v5i1.203

Abstract

Terumbu karang, padang lamun, dan mangrove merupakan ekosistem penting sebagai sumber nutrisi serta tempat hidup bagi banyak biota laut. Indonesia dengan konsentrasi penduduk berada di wilayah pesisir, sangat menggantungkan kehidupannya kepada ketiga ekosistem tersebut. Meskipun demikian, informasi sebaran ekosistem tersebut masih kurang karena lokasinya relatif sulit dijangkau. Penginderaan jauh dapat menjawab kebutuhan tersebut karena dapat menjangkau wilayah yang luas serta sulit dijangkau. Informasi yang dihasilkan dari data penginderaan jauh dapat memberikan gambaran secara spasial mengenai wilayah yang dikaji, sehingga memudahkan penentu kebijakan dalam mengelola wilayahnya. Salah satu pemanfaatan informasi tersebut adalah penilaian ekonomi ekosistem pesisir dengan menggunakan parameter spasial berupa luasan habitat serta panjang garis pantai yang terlindung oleh ekosistem sebagai faktor pengali, dimana informasi tersebut dapat diperoleh secara cepat, mudah, dan relatif akurat menggunakan penginderaan jauh. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan data penginderan jauh untuk estimasi nilai potensi ekonomi ekosistem pesisir khususnya terumbu karang dan mangrove. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu pengolahan data citra satelit LANDSAT 8 OLI sebagai bahan utama dikombinasikan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk menghasilkan informasi spasial habitat (panjang dan luas) dan pendekatan barang pengganti (surrogate market prices) untuk penilaian ekonominya. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Teluk Limau, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Babel. Hasil penelitian berupa peta lingkungan pesisir yang terdiri dari empat kelas habitat, yaitu karang, hamparan makroalga, substrat terbuka, serta mangrove. Berdasarkan informasi spasial yang dihasilkan dari peta tersebut, didapatkan nilai ekonomi ekosistem pesisir yaitu 141,4 milyar rupiah untuk terumbu karang dan 31,1 milyar rupiah untuk ekosistem mangrove.
Seagrass Ecosystems in Eastern Indonesia: Status, Diversity, and Management Challenges Supriyadi, Indarto Happy; Iswari, Marindah Yulia; Rahmawati, Susi; Riniatsih, Ita; Suyarso, Suyarso; Hafizt, Muhammad
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 29, No 4 (2024): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ik.ijms.29.4.503-518

Abstract

Seagrass beds have roles and benefits in shallow water ecosystems, including producers of organic matter, habitats for various marine biota, and providing services that are beneficial for the fishing community. However, increasing development activities in coastal areas, have decreased their valuable roles, which also affects damage in seagrass beds in Indonesian waters. Therefore, information on species diversity and seagrass conditions, especially in East Indonesian waters, is needed. This paper aims to provide information as the initial study of the distribution of species diversity, conditions of seagrass beds, and challenges of seagrass management in eastern Indonesia. This study collected primary and secondary data from several data sources from seagrass monitoring and research activities. The assessment of conditions and categories of seagrass cover refers to the Decree of the state minister for the Environment (KMN-LH) of 2004 No. 200 and the 2017 seagrass monitoring guidelines. As a result of 24 monitoring locations ten species were found indicating that Eastern Indonesia has high species diversity. The results at 24 locations can be categorized as healthy seagrass conditions in six locations (25%) and around 16 locations (67%) as less healthy. Monitoring results after 2015 are predicted to change the diversity and seagrass conditions. The challenges of seagrass management in Eastern Indonesian waters, including the coastal environment changes, need to increase public knowledge and understanding of the role, function, and benefits of seagrass. Also, replanting and enhancement of seagrass-protected areas are essentially needed by the local government.