Bachrong, Faizal
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pembelajaran Kitab Kuning pada Pondok Pesantren Hidayatullah Ternate Bachrong, Faizal
PUSAKA Vol 6 No 1 (2018): Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.433 KB) | DOI: 10.31969/pusaka.v6i1.43

Abstract

Pengkajian kitab kuning di Pesantren merupakan unsur penting dari padanya, dan hal ini secara umum cenderung mengalami kemunduran, karena berbagai hal. Karena itu pengkajian tentang pemanfaatan kitab kuning di pesantren penting dilakukan. Penelitian ini menyoroti realitas pengkajian kitab kuning di pesantren. Fokus penelitian ini adalah PP HIdayatullah Ternate. Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan datanya adalah wawancara, observasi dan studi dokumen dan pustaka. Analisis datanya adalah deskreprif kualitatif. PP Hidayatullah Ternate termasuk pondok pesantren kombinasi yang selain membina satuan pendidikan formal berupa sekolah dan madrasah, juga membina kepesantrenan, termasuk pengajian kitab. Santri yang dibina di dalamnya laki-laki dan perempuan. Dalam program kepesantrenan selain salat berjemaah, hafalan Al Alquran dan hadits, juga ada taklim diniyah (pengkajian kitab) dan ada halaqah diniyah. Pengkajian kitab memilih 5 kitab yang digariskan oleh Pengurus Pusat Hidayatullah berkaitan dengan Aqidah, Fiqih, Tafsir. Sirah dan Bahasa Arab. Para pengajarnya adalah kader-kader Hidayatullah sendiri dan lainnya. Pengkajian kitab ini dengan metode ceramah dan kitab pegangannya adalah terjemahannya. Santri hanya mendengar tanpa memiliki kitabnya. Kendala utama adalah kemampuan berbahasa Arab uantuk pengkajian kitab, terutama bagi santri yang dapat digolongkan tidak memilikinya. Kata Kunci: Pondok Pesantren, Hidayatullah Ternate, Pengkajian kitab.
Praktik Pencatatan Ijab Qabul Via Online dalam Proses Akad Nikah Di Makassar Bachrong, Faizal; Marzuki, Fathur; Bakhtiar, Handar Subhandi
PUSAKA Vol 7 No 1 (2019): Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.326 KB) | DOI: 10.31969/pusaka.v7i1.241

Abstract

Perkembangan teknologi yang merambah ke seluruh sendi kehidupan manusia membawa perubahan terhadap budaya masyarakat khususnya dalam proses pernikahan. Pernikahan yang menuntut proses akad nikah yang secara langsung dihadiri oleh seluruh pihak baik mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali dan saksi mulai terjadi pergeseran yang tajam. Pelaksanaan ijab qabul via online menjadi sebuah cara baru dalam proses akad nikah. Ijab qabul via online menurut penafsiran hukum Islam terjadi perbedaan pendapat sehingga pelaksanaan pencatatan nikah khususnya nikah dengan ijab qabul via online juga terjadi perbedaan pendapat.
Kontribusi Pendidikan Keagamaan Migran Bugis Bagi Masyarakat Pasangkayu Sulawesi Barat Bachrong, Faizal
PUSAKA Vol 8 No 1 (2020): Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8922.414 KB) | DOI: 10.31969/pusaka.v8i1.313

Abstract

Suku Bugis merupakan salah satu suku yang bermukim di Sulawesi Selatan, dan menjadi salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia yang sudah terkenal sejak lama dengan kegigihan dalam bekerja keras dan senang untuk merantau. Tentu saja yang menjadi salah satu tujuan mereka untuk merantau adalah dengan memperbaiki taraf hidup dan memperluas jaringan ekonomi agar tepap bisa bertahan. Masyarakat Bugis yang melakukan migrasi kehampir seluruh Wilayah Indonesia bahkan ke manca negara dapat memberikan warna baru dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Masyarakat Bugis yang melakukan migrasi turut dalam memberikan pengaruh dalam pengembangan bidang keagamaan yang menjadi daerah tujuan mereka bermigrasi. Salah satu peran Migran Bugis dalam perjalanan migrasinya ketika mereka berhasil dalam perantauan mereka berusaha megembangkan dakwah kagamaan sebagai salah satu bentuk keberhasilan mereka dan bentuk rasa sukur mereka, maka pengembangan pendidikan keagamaan adalah bentuk meraka dalam mengaktualisasikan dirinya dengan mendidrikan lembaga pendidikan seperti sekolah keagamaan dan Taman Pendidikan Al-Qur’an yang mereka kelola sendiri maupun melibatkan masyarakatsekitar.
SACRED MYTHS OF THE CEREKANG INDIGENOUS COMMUNITY: LOCAL WISDOM STRATEGIES FOR ENVIRONMENTAL PRESERVATION Hadrawi, Muhlis; Sherira, Sherira; Bachrong, Faizal; Agus, Nuraidar; Yusuf, Yusuf; Syamsuriah, Syamsuriah; binti Daeng Jamal , Daeng Haliza
Al-Qalam Vol. 31 No. 1 (2025): Jurnal Al-Qalam
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31969/alq.v31i1.1635

Abstract

This article examines the sacred myths upheld by the Cerekang Indigenous Community, conceptualized through ideas of "prohibition" and "necessity" regarding actions in specific natural locations. These myths function not only as local normative systems but also as expressions of ecological wisdom that guide the community in protecting the natural environment from damage. The Cerekang community continues to preserve these ancestral beliefs, which are deeply integrated into their cultural identity and daily practices. A descriptive-qualitative method was employed to explore the traditional myths in the Cerekang Customary Area, Malili District, East Luwu Regency. Data were collected through direct observation and interviews with local community members, and then analyzed by drawing connections with literary references, particularly I La Galigo volume 1 (ms NBG 188), featuring Batara Guru as the central figure. Findings reveal that the core of the myth centers on Pengsimaoni Hill, believed to be the site where Batara Guru descended from the upper world (botillangi). This sacred narrative forms the basis for protecting ten natural toponyms within the Cerekang area. These toponyms, each linked to Batara Guru’s journey, shape local norms that define what is allowed and prohibited in daily conduct. The myths serve as moral guidelines, fostering respect for nature and reinforcing social cohesion. By embedding ecological values in cultural narratives, the myths act as a local wisdom system that protects the environment and uphold communal identity. In essence, these sacred myths reflect a deeply rooted environmental ethic that continues to guide the lives of the Cerekang people.