Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

KETAJAMAN PENGLIHATAN DITINJAU DARI PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA DAN WAKTU PAPARAN PEKERJA LAS DI KOTA YOGYAKARTA Alfanan, Azir
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Respati Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35842/formil.v1i1.10

Abstract

Ketajaman penglihatan merupakan salah satu masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bengkel las.  Pemakaian alat pelindung mata, kekuatan penerangan atau pencahayaan, waktu papar, masa kerja, kelainan refraksi dan umur merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan pekerja las. Di Yogyakarta terdapat 15 bengkel las yang sebagian besar belum pernah dilakukan pemeriksaan visus mata sehingga tidak diketahui ketajaman penglihatan pekerja bengkel las.Tujuan umum penelitian ini adalah melindungi pekerja bengkel las dari risiko gangguan ketajaman penglihatan yang ditinjau dari pemakaian alat pelindung mata, dan waktu paparan. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengkaji, menganalisis, dan membuktikan hubungan antara perbedaan pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan, dan hubungan antara waktu paparan dengan ketajaman penglihatan pekerja bengkel las di Kota Yogyakarta. Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi responden tidak sedang menderita anemia dan Diabetes Melitus (DM) dan kriteria eksklusi yaitu pekerja tidak sedang sakit sehingga tidak bisa diambil datanya. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 65 orang mempunyai ketajaman penglihatan normal dan 19 orang yang mempunyai ketajaman penglihatan sudah buruk. Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan ketajaman penglihatan antara responden yang memakai dan yang tidak memakai alat pelindung mata (p = 0,000), ada hubungan negatif antara waktu paparan dengan ketajaman penglihatan (p = 0,004 dan r = -0,312), dan pemakaian alat pelindung mata mempunyai peranan paling besar dalam menentukan gangguan ketajaman penglihatan (coefficient ? = 0,181). Ada perbedaan ketajaman penglihatan antara responden yang memakai alat pelindung mata dan responden yang tidak memakai alat pelindung mata, ada hubungan antara waktu paparan dengan ketajaman penglihatan.Kata Kunci: Ketajaman penglihatan, alat pelindung mata, waktu paparan, bengkel las 
ketajaman penglihatan ditinjau dari pemakaian alat pelindung mata dan waktu paparan pekerja las di kota yogyakarta Alfanan, Azir
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Respati Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (79.832 KB) | DOI: 10.35842/formil.v1i1.306

Abstract

Ketajaman penglihatan merupakan salah satu masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bengkel las.  Pemakaian alat pelindung mata, kekuatan penerangan atau pencahayaan, waktu papar, masa kerja, kelainan refraksi dan umur merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan pekerja las. Di Yogyakarta terdapat 15 bengkel las yang sebagian besar belum pernah dilakukan pemeriksaan visus mata sehingga tidak diketahui ketajaman penglihatan pekerja bengkel las.Tujuan umum penelitian ini adalah melindungi pekerja bengkel las dari risiko gangguan ketajaman penglihatan yang ditinjau dari pemakaian alat pelindung mata, dan waktu paparan. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengkaji, menganalisis, dan membuktikan hubungan antara perbedaan pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan, dan hubungan antara waktu paparan dengan ketajaman penglihatan pekerja bengkel las di Kota Yogyakarta. Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi responden tidak sedang menderita anemia dan Diabetes Melitus (DM) dan kriteria eksklusi yaitu pekerja tidak sedang sakit sehingga tidak bisa diambil datanya. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 65 orang mempunyai ketajaman penglihatan normal dan 19 orang yang mempunyai ketajaman penglihatan sudah buruk. Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan ketajaman penglihatan antara responden yang memakai dan yang tidak memakai alat pelindung mata (p = 0,000), ada hubungan negatif antara waktu paparan dengan ketajaman penglihatan (p = 0,004 dan r = -0,312), dan pemakaian alat pelindung mata mempunyai peranan paling besar dalam menentukan gangguan ketajaman penglihatan (coefficient β = 0,181). Ada perbedaan ketajaman penglihatan antara responden yang memakai alat pelindung mata dan responden yang tidak memakai alat pelindung mata, ada hubungan antara waktu paparan dengan ketajaman penglihatan.
perbedaan keluhan musculoskeletal disorder (msds) pada pekerja becak kayuh dan becak motor di kawasan malioboro kota yogyakarta diastari, ni'mah; suwarto, suwarto; alfanan, azir
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati Vol 5, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Respati Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35842/formil.v5i2.330

Abstract

Musculoskeletal disorder masih menjadi masalah kesehatan yang terjadi pada pekerja baik pekerja formal maupun informal. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada pekerja becak kayuh dan pekerja becak motor di Kawasan Malioboro terdapat keluhan musculoskeletal disorder, namun belum diketahui perbedaan keluhan antara pekerja becak kayuh dan pekerja  becak motor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara keluhan musculoskeletal disorder yang dialami oleh pekerja becak kayuh dan pekerja becak motor di Kawasan Malioboro serta mengetahui karakteristik pekerja becak. Penelitian dilaksanakan di Kawasan Malioboro  Kota Yogyakarta menggunakan desain penelitian cross sectional. Subyek penelitian adalah pekerja becak kayuh dan becak motor. Hasil analisis menggunakan Independent Sample T-test didapatkan hasil sebagai berikut, rata-rata keluhan musculoskeletal disorder (MSDs) pada pekerja becak motor lebih tinggi yaitu 11,67 dengan variasi variasi 12,021. Hasil uji T didapatkan nilai p=0,626 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan. Perbedaan keluhan musculoskeletal disorder  pada pekerja becak kayuh dan pekerja becak motor di Kawasan Malioboro didapatkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerja becak kayuh dan pekerja becak motor.  
Kajian Pengembangan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Laboratorium Kesehatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Saragih, Priskila; Alfanan, Azir; Suwarto, Suwarto
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati Vol 7, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Respati Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35842/formil.v7i1.381

Abstract

Setiap tahunnya BPJS Ketenagakerjaan melayani rata-rata hingga 130.000 kasus kecelakaan kerja. Peningkatan kasus pada 2018 terjadi sebanyak 50.064 kasus (28,92%) dibandingkan tahun 2017. Pada tahun 2019, angka kecelakaan kerja mengalami penurunan yaitu sebanyak 114.000 kasus jika dibandingkan tahun 2018. Pada 2020, hingga bulan Oktober angka kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 129.305 kasus. Di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2017 terdapat total 113 kasus kecelakaan kerja dengan korban berjumlah 96 orang, Sleman dengan jumlah kasus kecelakaan kerja sebanyak 35 kasus. Tingginya angka kecelakaan kerja perlu ditekan dengan penanganan dan pengendalian menggunakan pendekatan yang sistematis yaitu dengan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Hampir semua tempat kerja mempunyai potensi resiko yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja. Sumber bahaya dapat ditemukan pada bahan baku, proses kerja, hingga produk dan limbah yang dihasilkan. Dalam hal ini termasuk fasilitas pelayanan kesehatan. Penerapan SMK3 di fasyankes diatur dalam PMK No 52 Tahun 2018 yang menyatakan setiap fasyankes wajib menyelenggarakan SMK3 yang salah satunya meliputi membentuk dan / atau mengembangkan SMK3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan SMK3 di Laboratorium Kesehatan Sleman. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data yang dikumpulkan adalah hasil wawancara, hasil observasi, dan dokumentasi. Hasil analisis menunjukkan pengembangan SMK3 di Laboratorium Kesehatan Sleman berdasarkan pencatatan dan pelaporan K3 sesuai PMK No 52 tahun 2018 sebesar 86,7% dan berdasarkan PP No 50 tahun 2012 dengan kriteria penerapan lanjutan sebesar 53,01% dan termasuk dalam kategori fasilitas pelayanan kesehatan dengan tingkat penilaian penerapan kurang.
Hubungan Intensitas Pencahayaan Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Karyawan Di Kampus Universitas Respati Yogyakarta Tahun 2021 Jehung, Beatrix Yorina; Suwarto, Suwarto; Alfanan, Azir
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati Vol 7, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Respati Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35842/formil.v7i1.412

Abstract

Kesehatan kerja wajib diterapkan oleh semua orang yang berada di tempat kerja, dalam setiap pekerjaan yang dilakukan dapat menimbulkan potensi-potensi yang berbahaya dan memiliki resiko yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti kelelahan mata. Kelelahan mata merupakan suatu masalah yang terjadi akibat mata yang terfokus pada suatu objek jarak dekat dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan kemampuan mata saat melihat menjadi kurang. Gejala kelelahan ditandai dengan penglihatan buram, kabur, perih, mata merah,mata terasa tegang. Penerangan yang kurang di tempat kerja bisa menyebabkan kelelahan mata (Astenophia) dan begitu juga sebaliknya, bila penerangan berlebihan akan menimbulkan kesilauan pada mata yang juga dapat menyebabkan mata mudah  lelah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan intensitas pencahayaan dengan kelelahan mata pada karyawan di Universitas Respati Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan rancangan Crosssectional. Teknik pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 46 responden, instrumen penenlitian ini menggunakan kuesioner dan lux meter. Analisis bivariat menggunakan uji Kendall tau. Hasil penelitian didapatkan nilai p-value sebesar 0,103 (>0,05),tidak ada hubungan intensitas pencahayaaan dengan kelelahan mata pada karyawan Universitas Respati Yogyakarta. Kesimpulan karyawan setiap hari bekerja menggunakan komputer lebih dari 2 jam tanpa istirahat dan jarak pandang mata dengan monitor kurang dari 50 cm, rata-rata pencahayaan umum pada ruangan kerja karyawan < 300 lux. Hal inilah yang menyebabkan banyak karyawan yang mengalami kelelahan mata.
Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman Yogyakarta Sinamude, Maria Gasparina; Nugroho, Ariyanto; Alfanan, Azir
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati Vol 7, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Respati Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35842/formil.v7i1.380

Abstract

Menurut WHO di semua wilayah di Dunia tingkat kebisingan kerja masih menjadi masalah yang tinggi. Seperti di Amerika Serikat (AS), lebih dari 30 juta pekerja terpapar kebisingan berbahaya. Selanjutnya di Jerman, 4 sampai 5 juta orang (12−15% dari angkatan kerja) terpapar pada tingkat kebisingan yang berbahaya. Di Indonesia sendiri Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pabrik Produksi Makanan Hewan Surabaya, melibatkan 34 responden yang di jadikan sampel penelitian mendapatkan hasil yaitu  dari 34 pekerja, 15% dinyatakan mengalami tingkat stres kerja rendah, 59% dinyatakan mengalami tingkat stres sedang, dan 26% dinyatakan mengalami tingkat stres kerja tinggi. Pada studi pendahuluan yang di lakukan di PC GKBI Medari pekerja yang di berikan kuesioner tentang stres kerja, yaitu pekerja mengalami stres kerja sangat berat, pekerja mengalami stres kerja berat dan pekerja mengalami stres kerja ringan. Serta dilakukan pengukuran kebisingan pada bagian Air Jet Loom (AJL) dengan hasil sebesar 96 dB dan  bagian  Loom 3  sebesar 99,1 dB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan  kebisingan dengan stres pada pekerja bagian weaving di  PC GKBI Medari Sleman Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kuantitatif. Jumlah sampel 81 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik Random Sampling. Analisis dalam penelitian ini adalah uji korelasi Kendall Tau. Hasil analisis data di ketahui bahwa, pekerja yang bekerja pada lokasi dengan paparan kebisingan di bawah NAB dan mengalami stres kerja sedang sebanyak 11 orang dengan persentase 13.6%, sedangkan pekerja yang berada pada lokasi dengan paparan kebisingan dibawah NAB dan mengalami stres kerja berat sebanyak 0% orang dengan persentase 0%. Selanjutnya Pekerja yang berada pada lokasi dengan paparan kebisingan diatas NAB dan mengalami stres kerja sedang sebanyak 53 orang dengan persentase 65.4%, sedangkan pekerja yang berada pada lokasi dengan paparan kebisingan diatas NAB dan mengalami stres kerja berat sebanyak 2 orang dengan persentase 2.5%. Hasil perhitungan dengan uji Kandall Tau pada penelitian didapatkan hasil yaitu nilai p value sebesar 0.038 ( < 0.05 ) yang artinya ada hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja, sedangkan nilai Correlation Coefficient sebesar 0.229, berarti keeratan hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta adalah sangat lemah.  Hasil ini menunjukan paparan kebisingan yang melebihi ambang batas di lingkungan kerja  dapat menimbulkan stres kerja pada kategori stres kerja sedang. Kesimpulannya ada hubungan paparan kebisingan terhadap stres pada pekeja bagian weaving. 
Model Prediksi Kasus DBD Berdasarkan Perubahan Iklim: Cohort Study dengan Data NASA di Kabupaten Bantul Rahayuningtyas, Dwi; Pascawati, Nur Alvira; Alfanan, Azir; Dharmawan, Rega
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol 24, No 1 (2025): Februari 2025
Publisher : Master Program of Environmental Health, Faculty of Public Health, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkli.24.1.84-94

Abstract

Latar belakang: Kasus DBD di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih cenderung tinggi terutama di Kabupaten Bantul dengan Incidance Rate ≥ 49/100.000 penduduk. Peningkatan kasus DBD dipengaruhi oleh perubahan iklim karena iklim menjadi ancaman kesehatan terbesar bagi manusia dan dapat mendukung proses transmisi penularan penyakit oleh vektor. Perubahan iklim dapat menggambarkan pola kejadian kasus DBD masa lampau dan masa kini yang berhubungan dengan variasi suhu, kelembaban relative 2 meter, tekanan udara, dan pengawanan dengan tujuan untuk membuat suatu model prediksi kasus DBD dari variabel perubahan iklim yang paling berpengaruh di Kabupaten Bantul menggunakan data NASA.Metode: Desain penelitian ini menggunakan cohort retrospektif  dengan data sekunder iklim NASA dan data kasus DBD dari Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakara selama 15 tahun (2008-2022). Analisis data dilakukan menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnof, uji Correlation Pearson, dan uji regresi linier berganda.Hasil: Hasil penelitian menunjukkaan variasi iklim seperti suhu udara bola kering, suhu bola basah, suhu titik embun, kelembaban relatif 2 meter, dan pengawanan berhubungan terhadap kasus DBD, sedangkan suhu permukaan bumi dan tekanan udara tidak berhubungan dengan kasus DBD di Kabupaten Bantul. Model persamaan regresi liniear yang ditemukan yakni Kasus DBD = -1556,679+(42,357*Suhu Udara Bola Kering)+ (7,521*Kelembaban Relative 2 Meter)+(-1,338*Pengawanan) (R2=21,1%) dengan uji asumsi klasik terpenuhi.Simpulan: Model prediksi ini dapat digunakan sebagai upaya early warning system  dalam program pencegahan dan pemberantasan kasus DBD. ABSTRACT Tittle: Prediction Model of DHF Cases Based on Climate Change: Cohort Study with NASA Data in Bantul RegencyBackground: DHF cases in Yogyakarta Special Region Province still tend to be high, especially in Bantul Regency with an incidence rate ≥ 49/100,000 population. The increase in DHF cases can be influenced by climate change because climate is the biggest health threat to humans and can support the transmission process of disease transmission by vectors. Climate change can describe the pattern of past and present DHF cases associated with variations in temperature, 2-meter relative humidity, air pressure, and cloudiness to make a prediction model of DHF cases from the most influential climate change variabels in Bantul Regency using NASA data.Method: This study design used a retrospective cohort with secondary data of NASA climate and DHF case data from the Provincial Health Office of Yogyakara Special Region for 15 years (2008-2022). Data were analyzed using Kolmogorov Smirnof normality test, Pearson Correlation test, and multiple linear regression test.Result: The results showed that climatic variations such as dry bulb temperature, wet bulb temperature, dew point temperature, 2 meter relative humidity, and cloudiness were related to DHF cases, while land surface temperature and air pressure were not related to DHF cases in Bantul Regency. The linear regression equation model found is DHF cases = -1556.679 + (42.357*Dry Bulb Air Temperature) + (7.521*Relative Humidity 2 Meters) + (-1.338*Cloud Amount) (R2 = 21.1%) with the classical assumption test fulfilled..Conclusion: This prediction model can be used as an early warning system in the prevention and eradication program of DHF cases.
Manual Handling as Contributor of Low Back Pain for Workers: A Case Study at PT Sumber Mandiri Jaya, Kabupaten Merauke Sambeko, Boyke Elyas Michael; Susanto, Nugroho; Alfanan, Azir
The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health Vol. 13 No. 1 (2024): The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/ijosh.v13i1.2024.29-36

Abstract

Introduction: Manual handling activities are a main causative factor of low back pain injuries. Around 1.71 billion people worldwide live with musculoskeletal conditions, including low back pain. In the Southeast Asia region, it is estimated that around 369 million people experience low back pain. In Indonesia more than 11.9% of health workers are diagnosed with musculoskeletal disease and diagnostic specific for worker obtained 24.7%. The purpose of this study was to determine the dominant indicators of manual handling for low back pain. Method: Study design used is cross-sectional study. Sample was 62 subjects. The variables of low back pain were collected using a modified questionnaire adopted from the Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire. Data were analyzed with linear regression test for the main indicators contributing to low back pain. Result: Average age of workers is 26.06±7.28, education level senior high school 45%, under 4 years length of work 83.9%. Average manual handling variable is 613.45 ± 383.39, low back pain 6.48 ± 3.607. Manual handling is not significantly related to low back pain r = -0.182. Duration, frequency and load are significant in predicting low back pain. The factors of duration, frequency and lift were estimated to contribute 5.4% for low back pain. Conclusion: The main factors related to low back pain are lifting load for workers, while the factors of lifting duration and frequency are not significantly related to low back pain. The lifting load is the main factor contributing to low back pain.
Simulasi Tanggap Bencana Kebakaran pada Tatanan Rumah Tangga di Kelurahan Argomulyo Kapanewon Cangkringan Sleman DIY 2025 Soekardi, Rodiyah; Suwarto, Suwarto; Alfanan, Azir; Setiawan, Setiawan; Santoso, Santoso; Nugroho, Ariyanto; Nova, Nova; Christiana Sebatubun, Magdalena Priska
Jurnal Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat (Pamas) Vol 9, No 2 (2025): Jurnal Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat (PAMAS)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM Universitas Respati Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52643/pamas.v9i2.6097

Abstract

Kebakaran merupakan peristiwa yang tidak diinginkan namun dapat terjadi kapan saja dan di mana saja dan terkadang tidak terkendali. Tercatat sebanyak 10 kejadian kebakaran di awal tahun 2024 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan 4 rumah rusak ringan hingga berat, 1 tempat usaha hancur, dan 6 jiwa terdampak dari peristiwa tersebut. Bencana kebakaran juga terjadi rumah salah satu warga di Dusun Banaran Wonokerso di Desa Argomulyo Cangkringan, Sleman DIY, pada tanggal 3 Mei 2023 akibat dari konsleting listrik. Masalah kebakaran di tatanan rumah tangga pada umumnya tarjadi karena masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap upaya meminimalisassi kerugian akibat kebakaran, Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami manajemen bencana kebakaran melalui pelatihan dan simulasi praktik penanggulangan kebakaran pada tatanan rumah tangga. Diharapkan dengan pengetahuan dan kemampuan melakukan pencegahan, mengidentifikasi risiko bencana kebakaran di rumah tangga, masyarakat Argomulyo mampu melakukan penggulangan bencana kebakaran di lingkungan keluarga dan masyarakat. Untuk itu penting dilakukan penyuluhan dan praktik simulasi kebakaran pada tatanan rumah tangga.Kata kunci: simulasi, bencana, kebakaran, rumah tangga 
UPAYA MENINGKATKAN PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN STUNTING MELALUI EDUKASI 1000 HPK DAN PILAR STBM Rahmuniyati, Merita Eka; Alfanan, Azir; Hallo, Frichenia Paskalin
Community Development Journal : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 5 No. 3 (2024): Volume 5 No. 3 Tahun 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/cdj.v5i1.25463

Abstract

Siklus kehidupan yang dimulai sejak dalam masa kandungan sampai dewasa dapat ditemukan berbagai permasalahan gizi, terutama di awal etape kehidupan di masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yakni berkaitan erat dengan kejadian stunting. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak kerena kekurangan gizi secara kronis sehingga pertumbuhan anak lebih pendek dibanding usianya. Selain pentingnya masa 1000 HPK juga terdapat faktor lain yang terkait dengan stunting yakni keadaan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan salah satu indikator faktor lingkungan yang secara tidak langsung dapat menyebabkan stunting di masyarakat. Permasalahan yang masih dihadapi mitra adalah masih terdapat rendahnya pengetahuan ibu dalam pengasuhan 1000 HPK dan sanitasi lingkungan dalam akses lima pilar STBM Kegiatan ini merupakan kegiatan edukasi gizi pemberian informasi mengenai pencegahan stunting melalui penyuluhan kepada ibu balita dan pasangan usia subur. Kegiatan ini dilakukan di bulan Desember 2023 di Padukuhan pokoh, Wedomartani. Peserta antusias mengikuti kegiatan sampai dengan selesai. Sebanyak 73,3% peserta mengalami peningkatan pengetahuan setelah mendapatkan edukasi melalui ceramah dan tanya jawab kepada peserta. Hasil intervensi menunjukkan bahwa ada peningkatan pengetahuan peserta yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa nilai siginifikansi sebesar 0,06. Artinya ada pengaruh antara pemberian edukasi kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan. Gangguan pemenuhan gizi dan akses STBM yang buruk dapat terjadi dikarenakan rendahnya tingkat pengetahuan, sikap, motivasi dan keterampilan ibu/keluarga dalam pengasuhan terhadap anak. Ibu berperan penting dalam proses pemenuhan gizi yang optimal bagi anak. Pengetahuan ibu terkait pencegahan stunting sejak dini perlu ditingkatkan baik dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak dalam 1000 HPK maupun implementasi STBM dalam keluarga.