Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

HUBUNGAN ANTARA KADAR GULA DARAH SEWAKTU DENGAN DISFUNGSI EKSEKUSI PADA CEDERA KEPALA Sekeon, Sekplin A. S.; Kembuan, Mieke A. H. N.; Pertiwi, Junita M.
KESMAS Vol 7, No 1 (2018): Volume 7, Nomor 1, Januari 2018
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Cedera Kepala merupakan masalah kesehatan masyarakat global, sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Mayoritas penelitian cedera kepala berfokus pada keluaran motorik, komplikasi dan kematian. Masih sedikit informasi mengenai disfungsi eksekutif dalam hubungan dengan kadar glukosa darah pada kasus cedera kepala. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kadar glukosa darah sewaktu dengan kejadian disfungsi eksekutif pada pasien cedera kepala akut. Metode: Penelitian di disain potong lintang berbasis rumah sakit yang dilakukan selama 6 bulan di instalasi gawat darurat (IGD) RSUP Prof. R. D. Kandou. Populasi penelitian adalah seluruh pasien cedera kepala/CK yang dirawat pada fase akut. Sampel penelitian didapatkan sebanyak 76 orang setelah memenuhi kriteria penyertaan. Disglikemia bila kadar GDS dibawah 80 mg/dl (hipoglikemia) atau diatas 200 mg/dl (hiperglikemia). Disfungsi eksekutif jika didapatkan nilai diluar normal pada tes TMT-A dan B. Dilakukan analisis data univariat dan bivariat. Hubungan antar variabel dianalisis dengan uji chi square dan analisis odd ratio menggunakan perangkat lunak SPSS. Batas kemaknaan ditetapkan jika p<0,05. Hasil: Mayoritas cedera kepala terjadi pada laki-laki (80,3%). Usia dibawah 21 tahun merupakan segmen yang terbanyak (31,6%). Onset sampai 3 jam sejak kejadian saat tiba di RS sebesar 38,2%. Gejala penurunan kesadaran sebesar 65,8%. Sebagian besar kasus tergolong cedera kepala ringan (65,8%). Proporsi kejadian disglikemia adalah 3,9%. Proporsi gangguan fungsi eksekutif adalah sebesar 28,9%. Pada kelompok disglikemia didapatkan proporsi disfungsi eksekutif sebesar 33,3%, sedangkan pada non-disglikemia sebesar 28,8%. Pada uji statistik didapatkan OR 1,23 (95% CI 0,10 ? 14,39), p=0,86. Simpulan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara kadar glukosa darah sewaktu dengan kejadian disfungsi eksekutif pada cedera kepala akut.Kata kunci: Kadar Glukosa Darah, Disfungsi Eksekutif, Cedera KepalaABSTRACTIntroduction: Head injury is a global public health problem, commonly due to traffic accidents. Researches on head injury are mostly focused on motoric outcome, complication and mortality. There is lack of study about executive dysfunction among the victims, especially in relationship to blood glucose level. The objective of this study was to analyze the association between random blood glucose level and executive dysfunction in acute head trauma. Method: This was a hospital-based cross-sectional study for a-six-months period of research at local provincial tertiary hospital. Study population were head injury patients admitted to hospital in acute phase. We recruited consecutively 76 samples based on specific inclusion criteria. Dysglycemia was defined as random blood glucose was below 80 mg/dl (hypoglycemia) or above 200 mg/dl (hyperglycemia). Executive dysfunction was defined as abnormal score on TMT-A and B. We applied Chi square with Odd Ratio (OR) analysis to reach statistical conclusion. P-value less than 0,05 were significant. Result: Most of the patients were male (80,3%). Majority of cases were in group age of less than 21 years old (31,6%). Almost half of the patients (38,2%) were reach hospital within 3 hours after the accident. Most of them with unconsciousness as chief complaint (65,8%). Mild head injury were 65,8% of all cases. We found proportion of dysglycemia was 3,9%. Executive dysfunction was 28,9%. Among dysglycemic patients, we found the proportion of executive dysfunction was 33,3%, while in non-dysglycemia group executive dysfunction was 28,8%. In statistical analysis, we found OR 1,23 (95% CI 0,10 ? 14,39), p = 0,86. Conclusion: There was no significant association between blood glucose level and executive dysfunction among head injury due to traffic accidents.Keywords: Executive Dysfunction, Dysglycemia, Glucose Level, Head Trauma
Hubungan antara Migrain dan Kafein Kumaat, Matthew A.; Pertiwi, Junita M.; Mawuntu, Arthur H. P.
e-CliniC Vol 9, No 2 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v9i2.32864

Abstract

Abstract: Migraine is one of the primary headaches that often causes moderate to severe disability. One of the most commonly consumed psychoactive substances associated with migraine is caffeine. This study was aimed to evaluate the relationship between migraine and caffeine thoroughly based on various studies. This was a literature review study using databases of Pubmed/Medline, Cochrane, Wiley Online Library, Science Direct, Google Scholar, and Garuda. The eligibility criteria for this study were observational research articles or clinical trials, written in Indonesian or English, published in the last five years, and their fulltexts could be accessed. The results obtained 10 articles. Almost all of them showed that caffeine could cause migraine whether after caffeine consumption (non-absent group) or no consumption of caffeine (absent group). The association of caffeine with migraine was more significant than with tension headaches. Besides being a trigger factor of migraine, caffeine cpuld also act as a migraine therapy. In conclusion, there is a close association between migraine and caffeine. Migraine tends to be triggered than to be reduced by caffeine.Keywords: caffeine, migraine  Abstrak: Migrain merupakan salah satu jenis nyeri kepala primer yang sering menyebabkan disabilitas sedang dan berat. Salah satu zat psikoaktif yang umum dikonsumsi dan berhubungan dengan migrain yaitu kafein. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah hubungan migrain dan kafein lebih mendalam berdasarkan berbagai penelitian. Jenis penelitian ialah literature review menggunakan database dari Pubmed/Medline, Cochrane, Wiley Online Library, Science Direct, Google Scholar, dan Garuda. Kriteria kelayakan artikel penelitian ialah artikel penelitian observasional atau uji klinis, ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Inggris, terbit dalam lima tahun terakhir, dan naskah lengkap artikel dapat diakses secara lengkap. Hasil penelitian mendapatkan 10 artikel penelitian. Hampir semua penelitian memperlihatkan bahwa kafein dapat menyebabkan migrain baik setelah kafein dikonsumsi (kelompok nonabsen) maupun saat kafein sudah tidak dikonsumsi (kelompok absen). Hubungan kafein dengan migrain lebih kuat dibandingkan dengan nyeri kepala tipe tegang. Selain menjadi factor pencetus, kafein juga dapat berperan sebagai terapi migrain. Simpulan penelitian ini ialah terdapat hubungan erat antara migrain dan kafein. Migrain cenderung lebih sering dicetuskan oleh kafein dibandingkan diringankan oleh kafein.Kata kunci: kafein, migrain
Gambaran Fungsi Kognitif Pasien Pasca Stroke Boletimi, Reinaldi O.; Kembuan, Mieke A. H. N.; Pertiwi, Junita M.
Medical Scope Journal Vol 2, No 2 (2021): Medical Scope Journal
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/msj.2.2.2021.32546

Abstract

Abstract: Stroke or brain attack occurs directly and its incidence is still very high until now. It is reported that two-thirds of stroke patients suffered from cognitive impairment leading to dementia within three months after stroke that can interfere with one’s daily activities if left untreated. This study was aimed to obtain the description of cognitive function in post-stroke patients. This was a literature review study using three databases, as follows: Goggle Scholar, Pubmed, and Clinical Key, and the keywords were cognitive impairment, cognitive decline, post-stroke, and MoCA. There were 10 literatures that met the inclusion and exclusion criteria. The results showed that many post-stroke patients showed cognitive function decline in the visuospatial/executive, memory, language, attention, and abstract domains. Cognitive impairment occured mostly in male patients, age 60 years and over, low education, ischemic stroke, left hemisphere lesion, with a history of hypertension. In conclusion, there is a relationship between post-stroke cognitive impairment and the location of lesion, age, and education level, albeit, there was no relationship between the cognitive impairment and gender as well as diabetes mellitus.Keywords: cognitive impairment, post-stroke, MoCA Abstrak: Stroke menyerang otak secara langsung dengan angka kejadian yang masih sangat tinggi sampai saat ini. Dua pertiga pasien stroke dilaporkan mengalami gangguan fungsi kognitif yang berujung pada demensia dalam tiga bulan pasca stroke serta dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila dibiarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran fungsi kognitif pasien pasca stroke. Jenis penelitian ialah literature review, dengan pencarian literatur pada tiga database yaitu Goggle Scholar, Pubmed, dan Clinical Key. Kata kunci yang digunakan ialah penurunan fungsi kognitif, pasca stroke, dan MoCA. Hasil seleksi mendapatkan 10 literatur yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien pasca stroke sering terjadi penurunan fungsi kognitif dengan domain visuospasial/eksekutif, memori, bahasa, atensi, dan abstrak yang paling sering terganggu. Penurunan fungsi kognitif banyak ditemukan pada pasien laki-laki, usia 60 tahun ke atas, jenjang pendidikan rendah, stroke iskemik, lesi hemisfer kiri, dengan riwayat hipertensi. Simpulan penelitian ini ialah adanya hubungan antara penurunan fungsi kognitif dengan lokasi lesi, usia, dan jenjang pendidikan namun tidak terdapat hubungan dengan jenis kelamin dan diabetes melitus.Kata kunci: gangguan kognitif, pasca stroke, MoCA
Gambaran penggunaan ponsel pintar sebagai faktor risiko nyeri kepala primer pada mahasiswa angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Oroh, Kezia; Pertiwi, Junita M.; Runtuwene, Theresia
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i2.14486

Abstract

Abstract: The aim of this research is to get a description of smart phone usage as a factor of primary headache to the students of medical faculty year 2013 Sam Ratulangi Unifersity of Manado. This research is a kind of descriptive research by approach of latitude cut. Received data are from primary data using questioner. From 243 of the total respondent there are 72 male respondents and 171 female respondents, with the percentages of each primary headache as follows: tension-type headache 72.84%, migraine without aura 17.28%, migraine with aura 8.64% and cluster headache 1.23%. The most usage feature of the smart phone user is social media (40.16%). The length of smart phone usage is 5 to 7 hours a day (47.33%). 64.61% of the respondents that using a smart phone experienced an eye ache. 48.98% of the respondents are those who do physic activities less than two times during fifteen minutes or more in one week. 48.56% of the respondents are using the smart phones with 30 degree neck declivity. Respondents who are using smart phones experienced tension-type headache is 75.71%, migraine without aura 16.43% , migraine with aura 7.15% and cluster headache 0.71%.Keywords: primary headache, smart phones Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran penggunaan ponsel pintar sebagai faktor risiko nyeri kepala primer pada mahasiswa angkatan 2013 fakultas kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jenis penelitian ini deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Data yang didapat melalui data primer menggunakan kuesioner. Dari total 243 responden, diperoleh 72 responden laki-laki dan 171 responden perempuan, dengan presentase untuk setiap jenis nyeri kepala primer adalah sebagai berikut: nyeri kepala tipe tegang 72.84%, migren tanpa aura 17.28%, migren dengan aura 8.64% dan nyeri kepala klaster 1.23%. Fitur yang sering digunakan pada ponsel pintar adalah sosial media (40.16%). Lama penggunaan ponsel pintar 5-7 jam dalam sehari (47.33%). 64.61% dari responden yang menggunakan ponsel pintar terdapat keluhan mata. 48.98% dari responden adalah mereka yang melakukan aktivitas fisik < 2x selama > 15 menit dalam seminggu. 48.56% responden menggunakan ponsel pintar dengan kemiringan leher 30o. Responden yang menggunakan ponsel pintar dan mengeluhkan nyeri kepala tipe tegang 75.71%, migren tanpa aura 16.43%, migren dengan aura 7.15% dan klaster 0.71%. Kata kunci: nyeri kepala primer, ponsel pintar
Gambaran Penggunaan Telepon Seluler sebagai Faktor Risiko Nyeri Kepala Primer pada Siswa SMA Negeri 1 Langowan Lantang, Christina; Warouw, Finny; Pertiwi, Junita M.
Medical Scope Journal Vol. 7 No. 1 (2025): Medical Scope Journal
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/msj.v7i1.58524

Abstract

Abstract: In this modern era, the use of cell phones has grown significantly. The duration of screen time can be a trigger or aggravating factor for headache sufferers. This study aimed to determine the description of cell phone use as a risk factor for primary headache in high school students. This was a descriptive and quantitative study with a cross-sectional design. Samples were of students of SMA Negeri 1 Langowan obtained by using simple random sampling method. Questionnaires were distributed through google form link during September 2023 with 288 students as respondents, consisting of 108 men and 180 women. The results showed that 282 students experienced headaches. Based on precipitating factors, 63.5% of respondents experienced headaches caused by cell phones. The most frequent neck position was 30 degrees with a percentage of 39% in the total number of men and women. The most reported length of use was 5-7 hours (58.5%). The most frequently used application was social media (80.9%). In conclusion, cell phone use is a risk factor for primary headache pain with a head position of 30 degrees, duration of use of 5-7 hours, and social media is reported to be the most frequently used application. Keywords: cell phone; primary headache; high school student    Abstrak: Di era modern penggunaan telepon seluler telah sangat berkembang. Durasi menatap layar dapat menjadi pemicu atau faktor yang memperburuk bagi penderita nyeri kepala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan telepon seluler sebagai faktor risiko nyeri kepala primer pada siswa SMA Negeri 1 Langowan. Jenis penelitian ialah deskriptif kuantitatif dengan desain potong lintang. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling yang dilakukan dengan membagikan kuesioner melalui link google form selama bulan September 2023 dengan jumlah responden 288 siswa. Hasil penelitian mendapatkan dari 288 responden yang terdiri atas 108 laki-laki dan 180 perempuan, sebanyak 282 mengalami nyeri kepala. Berdasarkan faktor pencetus, sebanyak 63.5% responden mengalami nyeri kepala diakibatkan oleh telepon seluler. Posisi leher paling sering yaitu 30 derajat dengan persentase 39% pada total keseluruhan laki-laki dan perempuan. Lama penggunaan yang paling banyak dilaporkan yaitu 5-7 jam (58,5%). Aplikasi yang paling sering digunakan yaitu media sosial (80,9%). Simpulan penelitian ini ialah penggunaan telepon seluler sebagai faktor risiko nyeri kepala primer yaitu dengan posisi kepala 30 derajat, lama penggunaan 5-7 jam, serta media sosial dilaporkan menjadi aplikasi yang paling sering digunakan. Kata kunci: telepon seluler; nyeri kepala primer; siswa SMA
Korelasi antara Kecemasan dan Depresi dengan Kualitas Hidup pada Pasien dengan Penyakit Parkinson Sugiarto, Natanael E.; Pertiwi, Junita M.; Warouw, Finny
e-CliniC Vol. 12 No. 3 (2024): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v12i3.59448

Abstract

Abstract: Parkinson's disease (PD) is a neurodegenerative disorder significantly impacting health-related quality of life (HRQoL). Psychological disturbances such as anxiety and depression are common in Parkinson's disease patients, affecting their dependence on care, occupational disruptions, and social functions. This literature review study examines the correlation between anxiety, depression, and HRQoL in Parkinson's disease patients. Analysis was conducted through literature search from various sources with predetermined inclusion and exclusion criteria. The study reveals a negative correlation between anxiety and depression and HRQoL in Parkinson's disease patients. These symptoms have a greater impact on HRQoL than motor symptoms. In conclusion, anxiety and depression play a crucial role in decreasing the quality of life of patients with Parkinson's disease. Effective management of these conditions is important to improve HRQoL in the patients. Keywords: Parkinson's disease; anxiety; depression; quality of life   Abstrak: Penyakit Parkinson (PP) merupakan gangguan neurodegeneratif yang berdampak bermakna pada kualitas hidup terkait kesehatan (HRQoL). Gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi sering terjadi pada pasien dengan penyakit Parkinson, yang memengaruhi ketergantungan dalam perawatan, gangguan pekerjaan, dan fungsi sosial. Penelitian ini merupakan telaah pustaka yang mengkaji korelasi antara kecemasan dan depresi dengan kualitas hidup pada pasien dengan penyakit Parkinson. Analisis dilakukan melalui pencarian literatur dari berbagai sumber dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kecemasan dan depresi berkorelasi negatif dengan kualitas hidup pada pasien dengan penyakit Parkinson. Gejala-gejala ini memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kualitas hidup dibandingkan dengan gejala motorik. Simpulan penelitian ini ialah kecemasan dan depresi berperan penting dalam menurunkan kualitas hidup pasien dengan penyakit Parkinson. Pengelolaan yang efektif terhadap kedua kondisi ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan penyakit Parkinson. Kata kunci: penyakit Parkinson; kecemasan; depresi; kualitas hidup