Pratiwi, Ni Putu Sri
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

FEMINISME POSMODERN LUCE IRIGARAY: PEMBEBASAN PEREMPUAN DARI BAHASA PATRIARKI Pratiwi, Ni Putu Sri; Nugroho, Wahyu Budi; Sastri Mahadewi, Ni Made Anggita
JURNAL ILMIAH SOSIOLOGI (SOROT) Vol 1 No 01 (2020): Jurnal Sosiologi 2020
Publisher : JURNAL ILMIAH SOSIOLOGI (SOROT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (412.981 KB)

Abstract

ABSTRACT This journal aims to explain the insights of postmodern feminism by Luce Irigaray in the framework of sociological study and analyzing the contextualization of women's liberation from patriarchal language according to postmodern feminism. The postmodern feminism of Luce Irigaray criticizes the view of falogocentrism which is only based on the point of view of men in the language system and prevent women who represent women's femininity. Irigaray declared that if women wanted to make herself more than asking for "waste" in the world of men, there are three action could be taken by women. First, women can avoid gender neutral languages. ??Second, women can make women's language. Third, in an effort to be herself, women can ask for imitations that men need for women. Keywords: Postmodern feminism, Luce Irigaray, women liberation, patriarchal language
Perubahan Sosial Pada Masyarakat Dusun Munti Gunung: Dari Mekurup, Menggepeng, Hingga Kembangkan Potensi Wisata Pratiwi, Ni Putu Sri; Fedryansyah, Muhammad; Nurwati, Nunung
Sosioglobal Vol 8, No 2 (2024): Sosioglobal: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi
Publisher : Department of Sociology, Faculty of Social and Political Science, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jsg.v8i2.51384

Abstract

ABSTRAKDusun Munti Gunung telah ditandai sebagai “desa pengemis” atau “penggepeng” sejak tahun 1980-an. Hal ini disebabkan Munti Gunung merupakan daerah yang sangat gersang dengan letak air tanahnya yang sangat dalam. Sebelum menjadi pengemis, masyarakat Munti Gunung kerap pergi ke kota untuk menukarkan hasil panen dengan kebutuhan mereka sehari-hari (barter).  Namun seiring berjalannya waktu, transaksi barter tersebut berubah menjadi meminta-minta tanpa mempertukarkan hasil panen. Meskipun pemerintah telah berupaya mengembangkan aspek pariwisata di dusun tersebut, namun permasalahan tersebut masih belum terselesaikan secara tuntas. Penelitian mengenai kemiskinan dan praktik menggepeng yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Munti Gunung memang telah banyak dibahas, namun temuan-temuan tersebut belum mampu menjelaskan perubahan sosial yang lebih komprehensif dan mendalam yang terjadi pada masyarakat tersebut. Padahal penelitian tentang perubahan sosial dapat menyediakan pemahaman mendalam tentang dinamika masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan sosial, sehingga kebijakan dapat lebih tepat sasaran dan efektif. Melalui penelitian ini, peneliti bertujuan menganalisis perubahan sosial masyarakat Dusun Munti Gunung dalam dimensi interaksional yang dikemukakan oleh Himes & Moore melalui metode penelitian kualitatif dengan sumber data dari literatur dan wawancara mendalam dengan sejumlah informan yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan dari aktivitas barter menjadi pengemis adalah perubahan yang tidak direncanakan dan tidak dikehendaki, sedangkan perubahan dari menggepeng menjadi aktivitas pengembangan desa wisata merupakan perubahan yang direncanakan dan dikehendaki. Secara keseluruhan, perubahan yang terjadi bersifat multiliner yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.Kata kunci: Desa Munti Gunung, Gepeng, Kemiskinan, Perubahan Sosial ABSTRACTMunti Gunung Hamlet has been marked as a "beggar village" or "penggepeng" since the 1980s. This is due to Munti Gunung being an extremely arid area with very deep groundwater. Before becoming beggars, the residents of Munti Gunung often traveled to the city to exchange their harvest for their daily necessities (barter). However, over time, these barter transactions evolved into begging without exchanging harvests. Despite government efforts to develop tourism in the hamlet, these issues remain unresolved. Research on poverty and begging practices in Munti Gunung has been widely discussed, yet these studies have not provided a comprehensive and in-depth explanation of the social changes occurring within the community. Research on social change can provide a deep understanding of societal dynamics and the factors affecting social welfare, leading to more targeted and effective policies. Through this study, the researcher aims to analyze the social changes in the Munti Gunung community through the interactional dimension proposed by Himes & Moore, using qualitative research methods with data sourced from literature and in-depth interviews with several informants selected through purposive sampling. The research findings indicate that the shift from bartering to begging was an unplanned and undesirable change, whereas the transition from begging to developing a tourist village was a planned and desired change. Overall, the observed changes are multilinear, driven by both internal and external factors.Keywords: Munti Gunung Hamlet, Beggar, Poverty, Social Change