Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Application Of Tapai Mol Usage Of Composting In Moya Urban Village Of Ternate City Purwiningsih, Dwi Wahyu; Sakriani, Sakriani; Dianita, Nuke
PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 7, No 2 (2017): PROMOTIF - DESEMBER
Publisher : PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (826.062 KB) | DOI: 10.31934/promotif.v7i2.544

Abstract

     Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik. Sampah organik mengandung zat seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Berdasarkan penelitian Purwiningsih, dkk (2017) MOL yang mempercepat pengomposan adalah MOL Tapai Ubi. Tujuan Kegiatan : mengolah sampah organik yang bersumber dari rumah tangga bersama masyarakat dalam memanfatkannya sebagai bahan kompos. rencana kegiatan pengabdian masyarakat adalah: Melakukan identifikasi masalah yang berhubungan dengan pengelolaan sampah di rumah tangga. Melakukan pendampingan masyarakat dalam pembuatan kompos dengan menggunakan MOL Tapai Ubi. Pemanatauan dan diskusi dilaksanakan pada  saat pelaksanaan pendampingan dilaksanakan. Diskusi ini ditujukan untuk memberi pendampingan  saat pembuatan kompos berlangsung. Sedangkan pemantauan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan masyarakat dalam pembuatan kompos. Kegiatan ini berjalan dengan baik dan mendapat tanggapan yang positif dari seluruh masyarakat. Diskusi yang sangat antusias dari masyarakat sangat membantu pengayaan dan pendalaman wawasan masyarakat, ini menunjukan betapa besar antusias masyarakat akan pentingnya sanitasi pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos. Secara keseluruhan kegiatan Pengmas dalam pembuatan kompos dengan menggunakan MOL Tapai Ubi sebagai ativator untuk berbagai komponen masyarakat dinilai berhasil. Keberhasilan ini selain diukur dari ketiga komponen di atas, juga dapat dilihat dari kepuasan masyarakat setelah mengikuti kegiatan.
Resiko Kesehatan Pajanan PM2,5 pada Operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Ternate Sidebang, Purnama; Dianita, Nuke
Sulolipu: Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat Vol 24 No 2 (2024): Jurnal Sulolipu: Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat
Publisher : Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32382/sulo.v24i2.976

Abstract

The increase in community activity along with the increase in the number of motorized vehicles in Ternate City will affect air pollution due to the burning of motorized fuel. Motorized vehicles are the largest contributor to air pollution and the transportation sector causes 50% of the prevalence of pain in Indonesia. Gas station operators also have the risk of being exposed to pollutants such as PM2.5, PM10, CO, NO2 and other pollutants every day. These pollutants can come from motor vehicle emissions during the queue process for refueling and when leaving after refueling. It can also come from ambient air pollution around gas stations, where gas stations are usually strategically located near main roads. Exposure to high and continuous doses can have an impact on the health of gas station operators. This study aims to analyze environmental health risks due to exposure to PM2.5 in gas station operators in Ternate City. This is an observational study using the Environmental Health Risk Analysis (ARKL) method, so that a Risk Quotient (RQ) value is obtained, RQ > 1 (risky and needs to be controlled) or RQ ≤ 1 (risk does not need to be controlled). The results showed that the average respondent was female (56.2%), aged 43.6 years with a weight of 66.4 kg and had a high school/vocational education (68.8) with a smoking lifestyle (56.2%) and not consuming alcohol (81.2%). The health complaints most frequently experienced by operators were fatigue (81.2%) and headaches (56.2). The average concentration of PM2.5 at the Kalumata gas station in the morning measurements was 0.02mg/m3, afternoon and evening were 0.01mg/m3. Meanwhile at the Maliaro gas station, morning measurements were 0.06mg/m3, afternoon measurements were 0.02mg/m3 and afternoon measurements were 0.01mg/m3. Intakes of PM2.5 at gas station operators were highest in the morning measurements at Maliaro gas station, at 0.0146mg/kg/day. The results of calculating the PM2.5 Risk Level show a value of RQ>1 at the Maliaro gas station in the morning measurement. This shows the need to control exposure to PM2.5 at Maliaro gas stations, especially in the morning so that it does not cause health problems in the next 30 years.