Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Studi Literatur: Aktivitas Fisik Jalan Kaki Sebagai Pengendalian Berat Badan Indriani Sekar Arum; Fajar Awalia Yulianto; Eva Rianti Indrasari
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6304

Abstract

Abstract. Obesity is ranked the fifth leading cause of death globally and has many other adverse health effects. The risk of obesity can be prevented by physical activity, and walking is the most common physical activity. In young adults, it is recommended to walk> 10,000 steps/day to avoid obesity. The purpose of this study was to find evidence of the relationship between the number of daily steps and the waist-to-hip ratio from previous studies. This study uses the method of literature study. The results showed that the number of daily steps >10,000 steps/day could reduce weight gain, and there is a relationship between the number of daily actions and the incidence of obesity. Keywords: Obesity, Daily Steps. Abstrak. Obesitas berada diperingkat kelima sebagai penyebab kematian secara global dan memiliki banyak dampak buruk kesehatan lainnya. Risiko obesitas dapat dicegah dengan melakukan aktivitas fisik, aktivitas fisik yang paling sering dilakukan adalah berjalan kaki. Pada orang dewasa muda dianjurkan untuk berjalan kaki >10.000 langkah/hari untuk mencegah terjadinya obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari bukti hubungan jumlah langkah harian dengan rasio lingkar pingang pinggul dari penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah langkah harian >10.000 langkah/hari dapat mengurangi kenaikan berat badan dan terdapat hubungan antara jumlah langkah harian dengan kejadian obesitas. Kata Kunci: Obesitas, langkah harian.
Hubungan Derajat Stres dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa FK UNISBA Ingrid Nurimani Ansari; Siti Annisa Devi T; Eva Rianti Indrasari
Jurnal Riset Kedokteran Volume 3, No.1, Juli 2023, Jurnal Riset Kedokteran (JRK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrk.vi.2301

Abstract

Abstract. A biological reaction due to internal and external stimuli as well as changes in the body's homeostasis is referred to as stress. One of the digestive disorders related to stress is dyspepsia. This study aims to analyze relationship stress to the occurrence of functional dyspepsia syndrome in UNISBA medical faculty students grades 1 and 3. This study involved 100 subjects who were selected by simple random selection. The Medical Student Stress Questionnaire (MSSQ) was used to collect stress data and Rome IV criteria for dyspepsia data. Data were analyzed using computerized univariate and bivariate methods using chi-square. The results showed that majority experienced mild stress (84%) only a small proportion experienced moderate stress (16%). Majority experienced functional dyspepsia than those who did not (52%), and there was a significant relationship between the level of distress and the occurrence of functional dyspepsia syndrome, with a P-value of 0.045 (<0.05). In conclusion, the level of stress in first and third students can trigger dyspepsia syndrome. Abstrak. Stres merupakan suatu stimulus instrinsik dan ekstrinsik yang dapat membangkitkan respon biologis dan dapat menyebabkan perubahan homeostasis sehingga terjadi gangguan ke beberapa organ tubuh. Dispepsia merupakan salah satu gangguan saluran pencernaan terkait dengan stres. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan stres dengan kejadian sindrom dispepsia antara mahasiswa FK Unisba tingkat 1 dan 3 tahun akademik 2021/2022. Subjek pada penelitian ini berjumlah 100 orang yang dipilih dengan simple random sampling. Data diambil melalui kuesioner stres Medical Student Stress Questionnaire (MSSQ) dan Kriteria Roma IV untuk dispepsia. Pengolahan data penelitian dilakukan secara komputerisasi meliputi analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan, sebagian besar subjek penelitian mengalami stres ringan (84%). Jumlah mahasiswa yang mengalami dispepsia fungsional lebih banyak dibanding yang tidak dispepsia, yaitu sebesar 52%. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat stres dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional dengan P-value 0,045 (<0,05). Simpulan, derajat stres pada mahasiswa tingkat 1 dan 3 dapat memicu terjadinya sindrom dispepsia.
Model Matriks Fuzzy untuk Masalah Kesehatan Mata Anak Sekolah Dasar Akibat Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19 Icih Sukarsih; Nur Azizah Komara Rifai; Eva Rianti Indrasari
Statistika Vol. 22 No. 1 (2022): Statistika
Publisher : Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/statistika.v22i1.591

Abstract

ABSTRAK Pembelajaran daring dimasa pandemi Covid-19 mengakibatkan meningkatnya intensitas penggunaan komputer atau gadget oleh siswa. Penggunaan komputer dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kelelahan mata digital yang disebut dengan Computer Vision Syndrome (CVS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis batas usia maksimum anak Sekolah Dasar mengalami gangguan kesehatan mata akibat pembelajaran daring dimasa pandemi covid-19. Kondisi kesehatan mata yang diamati dalam penelitian ini adalah gejala CVS yang dialami oleh siswa sebelum dan sesudah pandemi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD Islam Ibnu Sina Bandung tahun 2021 dengan jumlah sampel 180 orang. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah model matriks fuzzy. Model matriks fuzzy merupakan model sederhana yang mentransformasikan data mentah dari suatu permasalahan nyata ke dalam bentuk matriks fuzzy dengan menggunakan teknik rata-rata dan standar deviasi. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh  bahwa usia maksimum siswa memiliki gejala CVS berada pada kelompok usia 10 - 11 tahun. Kelompok lain yang juga memiliki gejala CVS yang harus mendapat perhatian adalah kelompok usia 12 – 13 tahun. Hal ini disebabkan karena durasi  penggunaan gadget untuk pembelajaran daring pada anak usia 10 - 13 tahun lebih lama dibandingkan kelompok usia di bawahnya, yaitu antara 6 – 7 jam per hari. Disamping itu lebih dari 50% anak pada kelompok usia ini menggunakan smartphone untuk kegiatan daring. ABSTRACT Online learning during the pandemic of Covid-19 has resulted in increased use of computer or gadget by students. The frequent use of gadgets causes a digital eye strain called the Computer Vision Syndrome (CVS). This study is purposed to analyze the maximum age limit of Elementary School students who suffered eye health problems due to online learning during the Covid-19 pandemic. The population of this study is the students of Ibnu Sina Islamic Elementary School Bandung 2021, with 180 students in total. Method used in this study is a fuzzy matrix model. Fuzzy matrix model is a simple model used to transform raw data from real world problem into a fuzzy matrix by using average and standard deviation technique. The steps taken are: (1) to form a time dependent matrix from the raw data; (2) convert the time dependent matrix into ATD (Average Time Dependent) matrix; (3) calculate the mean and standard deviation; (4) forming a Fuzzy Matrix or RTD (Refined Time Dependent) matrix; (5) form the CETD (Combined Effective Time Dependent) matrix. The result of the analysis shows that the maximum age group of Elementary School students with CVS symptoms is 10-11 years old. Another group with CVC symptoms and needed attention is the age group of 12-13 years old. This is because the students in the age group of 10-13 years use gadgets more frequently than any other age groups below them, which is up to 6-7 hours per day. Furthermore, more than 50% of students in this age group use smartphones for online learning.
Hubungan Derajat Stres dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa FK UNISBA Ingrid Nurimani Ansari; Siti Annisa Devi T; Eva Rianti Indrasari
Jurnal Riset Kedokteran Volume 3, No.1, Juli 2023, Jurnal Riset Kedokteran (JRK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrk.vi.2301

Abstract

Abstract. A biological reaction due to internal and external stimuli as well as changes in the body's homeostasis is referred to as stress. One of the digestive disorders related to stress is dyspepsia. This study aims to analyze relationship stress to the occurrence of functional dyspepsia syndrome in UNISBA medical faculty students grades 1 and 3. This study involved 100 subjects who were selected by simple random selection. The Medical Student Stress Questionnaire (MSSQ) was used to collect stress data and Rome IV criteria for dyspepsia data. Data were analyzed using computerized univariate and bivariate methods using chi-square. The results showed that majority experienced mild stress (84%) only a small proportion experienced moderate stress (16%). Majority experienced functional dyspepsia than those who did not (52%), and there was a significant relationship between the level of distress and the occurrence of functional dyspepsia syndrome, with a P-value of 0.045 (<0.05). In conclusion, the level of stress in first and third students can trigger dyspepsia syndrome. Abstrak. Stres merupakan suatu stimulus instrinsik dan ekstrinsik yang dapat membangkitkan respon biologis dan dapat menyebabkan perubahan homeostasis sehingga terjadi gangguan ke beberapa organ tubuh. Dispepsia merupakan salah satu gangguan saluran pencernaan terkait dengan stres. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan stres dengan kejadian sindrom dispepsia antara mahasiswa FK Unisba tingkat 1 dan 3 tahun akademik 2021/2022. Subjek pada penelitian ini berjumlah 100 orang yang dipilih dengan simple random sampling. Data diambil melalui kuesioner stres Medical Student Stress Questionnaire (MSSQ) dan Kriteria Roma IV untuk dispepsia. Pengolahan data penelitian dilakukan secara komputerisasi meliputi analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan, sebagian besar subjek penelitian mengalami stres ringan (84%). Jumlah mahasiswa yang mengalami dispepsia fungsional lebih banyak dibanding yang tidak dispepsia, yaitu sebesar 52%. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat stres dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional dengan P-value 0,045 (<0,05). Simpulan, derajat stres pada mahasiswa tingkat 1 dan 3 dapat memicu terjadinya sindrom dispepsia.
Gambaran Konsumsi Kalium dengan Derajat Depresi Marvella Arsan Santhias; Mirasari Putri; Eva Rianti Indrasari
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v4i1.10687

Abstract

Abstract. This literature study gathered various previous studies to show the relationship between potassium consumption and depression levels. The results of this study showed a relationship between potassium consumption and depression levels. Depression is a feeling or mood disorder characterized by psychological symptoms in the form of sadness, hopelessness and biological disorders in the form of sleep disorders, loss of pleasure, loss of appetite. There are several factors that can affect the level of depression. Based on previous studies, it is explained that potassium is one of the precursors that play an important role in mood regulation related to depressive symptoms. Low consumption of potassium can cause decreased neurotransmitter function for pain regulation, motivation, memory, and can trigger depressive events. Abstrak. Studi literatur ini mengumpulkan berbagai studi sebelumnya untuk menunjukan mengenai hubungan antara konsumsi kalium dengan tingkat depresi. Hasil studi ini menunjukkan terdapat hubungan antara konsumsi kalium tingkat depresi. Depresi merupakan gangguan perasaan atau mood yang ditandai dengan gejala psikologis berupa kesedihan, putus asa dan gangguan biologis berupa gangguan tidur, kehilangan kesenangan, kehilangan nafsu makan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat depresi. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa kalium merupakan salah satu preskursor yang berperan penting dalam regulasi mood yang berkaitan dengan gejala-gejala depresi. Rendahnya konsumsi kalium dapat menyebabkan menurunnya fungsi neurotransmitter untuk pengaturan nyeri, motivasi, memori, dan dapat memicu kejadian depresi.
Hubungan Antara Konsumsi Protein dengan Tingkat Depresi Alvito Ananta Nugraha; Mirasari Putri; Eva Rianti Indrasari
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v4i1.12374

Abstract

Abstract. This literature study gathered various previous studies to show the relationship between protein consumption and depression levels. The results of this study showed a relationship between protein consumption and depression levels. The results of this study showed a relationship between protein consumption and depression levels. Depression is a feeling or mood disorder characterized by psychological symptoms in the form of sadness, hopelessness and biological disorders in the form of sleep disorders, loss of pleasure, loss of appetite. There are several factors that can affect the level of depression. Based on previous studies, it is explained that protein is one of the precursors that play an important role in mood regulation related to depressive symptoms. Low consumption of protein can cause decreased neurotransmitter function for pain regulation, motivation, memory, and can trigger depressive events. Abstrak. Studi literatur ini mengumpulkan berbagai studi sebelumnya untuk menunjukan mengenai hubungan antara konsumsi protein dengan tingkat depresi. hasil studi ini menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi protein dengan tingkat depresi. Hasil studi ini menunjukkan terdapat hubungan antara konsumsi protein tingkat depresi. Depresi merupakan gangguan perasaan atau mood yang ditandai dengan gejala psikologis berupa kesedihan, putus asa dan gangguan biologis berupa gangguan tidur, kehilangan kesenangan, kehilangan nafsu makan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat depresi. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa protein merupakan salah satu preskursor yang berperan penting dalam regulasi mood yang berkaitan dengan gejala-gejala depresi. Rendahnya konsumsi protein dapat menyebabkan menurunnya fungsi neurotransmitter untuk pengaturan nyeri, motivasi, memori, dan dapat memicu kejadian depresi.
Pelatihan Edukator Sebaya Mengenai Pernikahan Dini pada Remaja di Kabupaten Bandung Barat: Peer Educator Training on Early Marriage for Teenagers in West Bandung Regency Prawiradilaga, Rizky Suganda; Makaginsar, Caecielia; Indrasari, Eva Rianti; Yuniarti, Yuniarti; Yulianti, Arief Budi; Putri, Mirasari
PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 9 No. 11 (2024): PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat
Publisher : Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33084/pengabdianmu.v9i11.7883

Abstract

In developing countries such as Indonesia, early marriage is still common, resulting in various negative impacts. This community service aims to provide high school students in West Bandung Regency (KBB) with an understanding of the importance of reproductive health to prepare them for marriage. This community service activity involves training peer educators on reproductive health to reduce the rate of early marriage. Conducted in June 2023 at SMA Madrasah Aliyah swasta (MAs) Persis in Padalarang, KBB, the session was aimed at 35 eleventh grade students. The methodology consisted of five stages: The first stage was administrative preparation and coordination; The second stage was implementation, starting with a pretest, then education on reproductive organs, pregnancy process, early marriage, reproductive health, sexually transmitted infections, and reproductive organ care, followed by discussion and post-test; The third stage involved improving students' public speaking skills; The fourth stage was mentoring the students in the form of providing a pocket book on reproductive health as a practical guide; The fifth stage was evaluation. The community service activities successfully improved participants' knowledge on reproductive health, encouraging better self-care practices and preventive measures. Through the peer educator training, students at MAs Persis Padalarang gained effective communication skills to disseminate reproductive health information among peers, thus increasing awareness and understanding within their community.