Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum

Reformasi Pengaturan Tanah Hak Pakai dan Jaminan Kepastian Hukum bagi Pemegangnya Riviyusnita, Rianda
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2014: Volume 1 Nomor 1 Desember 2014
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v0i0.89

Abstract

Secara ekonomis tanah Hak Pakai dengan Undang-Undang Hak Tanggungan (Undangan-Undangan Nomor 4 Tahun 1996) sudah dikatakan bankable, karena tanah Hak Pakai dapat dijadikan jaminan kredit dari bank dan sudah ditunjuk sebagai salah satu obyek pembebanan Hak Tanggungan. Ini merupakan potensi yang menarik yang ditawarkan kepada pihak investor asing. Meskipun dalam praktek belum semua bank mau menerima jaminan tanah hak pakai, karena belum dimengerti dan dipahaminya aspek-aspek yuridis maupun prospek investasi dan bisnis menyangkut tanah hak pakai yang memiliki subyek paling bervariasi dibandingkan tanah hak lainnya di era globalisasi. Kata Kunci: Tanah Hak Pakai: Kepastian Hukum Abstract: Right to use land economically with Mortgage Law (Act No. 4 of 1996) has been said to be bankable, because the right to use the land can be pledged as collateral for loans from the bank and has been designated as one of the loading object Mortgage. This is an exciting potential offered to the foreign investors. Although in practice not all banks are willing to accept the collateral of land use rights, because they have not understood and understands juridical aspects and prospects regarding business investment and land use rights that have the most varied subjects other than land right in the era of globalization. Daftar Pustaka Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum di Indonesia (LPHI). Jakarta,2005 Suparjo Sujadi, "Analisa Kebijakan Pertanahan Menghadapi Era Globalisasi Ekonomi", Universitas Indonesia Press, Jakarta 1998 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) atau Undang-Undang No.5/1960
Telaah Norma Terhadap Dispensasi Kawin Dalam Sistem Hukum Indonesia Untuk Kepentingan Si Anak Kesuma, Derry Angling; Riviyusnita, Rianda; Husnaini, Husnaini
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 2 (2022): Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v8i2.633

Abstract

Abstrak Pemberlakuan Perma ini ialah sebagai antisipasi dan standarisasi agar putusan atau penetapan pengadilan lebih merperhatikan banyak aspek ketika hendak memberikan izin kepada anak untuk melangsungkan perkawinan. Sehingga produk yang dihasilkan nanti dapat dipertanggungjawabkan secara hukum maupun akademik. Dan yang terpenting dari penetapan dispensasi kawin yang dikeluarkan pengadilan agama ialah berdasarkan kepentingan terbaik untuk anak (for the best interest of the child). Karenanya anggapan bahwa pengadilan agama senantiasa mempermudah bahkan melegalkan pernikahan dini merupakan anggapan yang sangat keliru. Sebagai kewenangan Pengadilan Agama, perkara dispensasi kawin sangat dilematis dan debatable karena secara simultan perkara tersebut bias nilai, antara kemaslahatan, kemudharatan, dan perilaku masyarakat. Secara sosiologi, masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah pada sifat atau tingkat perubahannya. Salah satu aspek mendasar dari cerminan putusan-putusan Peradilan Agama yang mengedepankan upaya pencegahan pernikahan anak adalah mempersempit ruang gerak pengajuan perkara pernikahan anak, memeriksa perkara secara lebih cermat dengan menambah beban pembuktian, serta komitmen para pihak merespon akibat negatif yang ditimbulkan dalam pernikahan anak. Kata Kunci : Dispensasi Perkawinan, Antisipasi, Standarisasi Abstract The determination of the marriage dispensation issued by the religious court is based on the best interests of the child. As the authority of the Religious Court, the marriage dispensation case is very dilemmatic and debatable because simultaneously the case is biased in values, between the benefit, the mudharatan, and the behavior of the community.religious courts always make it easier and even legalize early marriage is a very wrong assumption. As the authority of the Religious Court, the marriage dispensation case is very dilemmatic and debatable because simultaneously the case is biased in values, between the benefit, the mudharatan, and the behavior of the community.One of the fundamental aspects of the reflection of religious court decisions that prioritize efforts to prevent child marriage is to narrow the scope for filing child marriage cases, examine cases more carefully by increasing the burden of proof, and the commitment of the parties to respond to the negative consequences caused in child marriage.