Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PERNIKAHAN DINI, PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA : MASIHKAH BERKORELASI? Juhaidi, Ahmad; Umar, Masyithah
Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora Vol 18, No 1 (2020)
Publisher : UIN Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (527.814 KB) | DOI: 10.18592/khazanah.v18i1.3585

Abstract

The percentage of early marriages in South Kalimantan is the highest in Indonesia but the poverty rate in this province is the third lowest. This gives an early indication that early marriages in the province are not associated with poverty. Therefore, the case of early marriages in South Kalimantan is interesting to be observed. This study investigates what are the causes of early marriages in South Kalimantan and whether early marriages have a correlation with poverty and other indicators such as education and health levels. To answer that, data collection is done by documentation of interviews transcript and data report from the Central Statistics Agency of South Kalimantan. This study finds that the causes of early marriages in South Kalimantan relate to economic problems and as a way to protect families.  This study also finds that there is a significant negative correlation between early marriages and the level of education ( -0,005 < 0,05) and between early marriages and health (-0,001 < 0,05). Surprisingly, there is no significant correlation between early marriages and poverty (0,073 > 0,05).  This means that the higher the number of early marriages, the lower the level of education and health and vice versa.  This finding is important for policy makers, communities, and religious leaders to focus on supporting public education to prevent early marriages and break the cycle of problems associated with early marriages. Persentase pernikahan dini di Kalimantan Selatan tertinggi di Indonesia tetapi angka kemiskinan di Provinsi ini berada posisi tiga terendah. Hal tersebut memberi petunjuk awal bahwa pernikahan dini di provinsi ini tidak berhubungan dengan kemiskinan. Oleh karena itu, kasus pernikahan dini di Kalimantan Selatan menarik untuk dicermati. Penelitian ini mencari penyebab terjadinya pernikahan dini di Kalimantan Selatan dan korelasi antara pernikahan dini dengan tingkat pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan. Untuk menjawab itu pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi transkrip wawancara dan laporan data dari Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan. Penelitian ini menemukan bahwa penyebab terjadinya pernikahan dini di Kalimantan Selatan adalah permasalahan ekonomi dan sebagai cara untuk melindungi keluarga. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa pernikahan dini berkorelasi signifikan dengan tingkat pendidikan (-0,005 < 0,05) dan kesehatan (-0,001 < 0,05) dengan nilai negatif, tetapi pernikahan dini tidak berkorelasi signifikan dengan kemiskinan (0,073 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika persentase pernikahan dini menurun, tingkat pendidikan dan angka harapan hidup akan meningkat. Temuan ini penting untuk pengambil kebijakan, komunitas, serta tokoh agama untuk fokus pada dukungan terhadap pendidikan masyarakat untuk mencegah pernikahan dini dan memutus siklus permasalahan yang terkait dengan pernikahan dini. 
Delegitimization Of Religious Motives in Polygamy in Banjar Society Dahli, Zainal Muttaqin; Umar, Masyithah; Mujiburohman, Mujiburohman; Rusdiyah, Rusdiyah; Sa'adah, Sa'adah; Khalid Seff, Nadiyah
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 24 No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/sjhp.v24i1.12392

Abstract

In fact, the practice of polygamy in the Banjar community is often carried out without being recorded and gives rise to legal problems, not only in the form of not fulfilling the right to justice but also gives rise to physical, verbal, and psychological violence. It is often that religion becomes a 'shield' in the form of unconscious motives to cover up the truly practical motives. The purpose of this writing is to describe why the practice of polygamy in Banjar society, with its duality of motives, actually creates problems and why religion is always a 'shield'. This research was conducted empirically with data obtained from the interview process with informants and then analyzed using a socio-legal approach. Based on the results of the study, it was found that the practice of polygamy for religious reasons as an unconscious motive has the potential to give rise to unfair polygamous behavior, acts of violence, and a disregard for the protection of rights and the law. The textual and partial interpretation of polygamy texts supported by a patriarchal socio-cultural system is the basis for legitimizing this behavior, even though this behavior is not by the essential goals of marriage including polygamy and the applicable regulations. Making religion an unconscious motive is something that is considered effective in legitimizing polygamy because, by the religious character of Banjarese society with Islam being an ethnic identity, the practice of polygamy is understood as a natural and legitimate thing.  This condition is strongly supported by the traditionalist reasoning that many Banjar people adhere to so that often the understanding of a tuan guru includes polygamy as an accepted truth. This is because of the position of the tuan guru who is considered as an authoritative figure in every aspect of Banjarese people's life.
Problematika dan Solusi Pengelolaan Wakaf Uang pada Perwakilan Badan Wakaf Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan Budiman, Muh. Arief; Umar, Masyithah; Hakim, Budi Rahmat
el Buhuth: Borneo Journal of Islamic Studies el Buhuth: Borneo Journal of Islamic Studies, 6(1), 2023
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (Center for Research and Community Services), Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21093/el-buhuth.v6i1.6584

Abstract

Dampak pengelolaan wakaf sangatlah besar terhadap pembangunan umat, terutama jika melihat data BWI bulan Januari Tahun 2021 menyebutkan bahwa total wakaf di Indonesia mencapai nilai 180 Triliun Rupiah. Nilai wakaf yang sangat besar ini memerlukan pengelolaan yang benar dan terperinci, sehingga wakaf dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat secara optimal. Namun dalam pengelolaan dana wakaf oleh BWI tidak terlepas dari berbagai macam problematika, dalam penelitan ini terangkum pada tiga permasalahan utama yaitu permasalahan dalam perhimpunan wakaf uang, pendayagunaan wakaf uang, dan pendistribusian hasil manfaat wakaf uang. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi pada problematika pengelolaan wakaf uang pada perwakilan BWI Kalimantan Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan jenis field research. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, data primer yaitu dengan wawancara langsung kepada pihak pengelola wakaf perwakilan BWI Kalimantan Selatan dan data sekunder mengambil dari data yang diterbitkan oleh BWI. Hasil penelitian menjelaskan bahwa BWI Kalimantan Selatan dalam penghimpunan wakaf uang perlu meningkatkan sosialisasi mengenai wakaf uang pada level masyarakat umum dan level pemerintahan, dalam hal pengelolaan wakaf uang di Kalimantan Selatan pihak BWI perlu meningkatkan tingkat kompetensi sebagai nazhir sehingga dana wakaf dapat terus bertumbuh bukan malah berkurang. Adapun dalam permasalahan pendistribusian wakaf, perlu kiranya BWI meningkatkan koordinasi kepada yayasan atau lembaga yang bergerak dibidang sosial, lembaga amil zakat sehingga manfaat dari wakaf dapat terdistribusikan secara optimal.
PENDEKATAN FEMINIS (HISTORIS NARATIF) DAN GENDER DALAM HUKUM ISLAM Hikmah, Hikmah; Aseri, Akhmad Fauzi; Umar, Masyithah; Khasyi’in, Nuril
Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran Vol. 8 No. 1 (2025): Volume 8 No. 1 Tahun 2025
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jrpp.v8i1.42460

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripkan tentang feminism dan gender dalam kajian sejarah dan implikasinya terhadap hukum Islam. Feminis dan gender adalah dua kata yang saling berkaitan dan menunjukan eksistensinya dalam perkembangan hukum di dunia. Tidak hanya hukum barat, dalam hukum Islam sendiri terjadi diskursus tentang feminis dan gender ini. Namun sampai saat ini, masih belum terjadi titik temu dan kesepakatan bahwa isu gender dan feminism ini di kalangan umat Islam pada umumnya. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, data yang diperoleh berasal dari sumber kepustakaan yang beragam, seperti buku-buku tafsir, fikih, jurnal akademik, dan hasil penelitian sebelumnya, yang secara khusus menyoroti perspektif gender dalam konteks historis hukum dan sosial. Penelitian ini menunjukan bahwa pendekatan feminism dan gender telah lama dimunculkan, tidak hanya di negara-negara Barat saja yang menerapkannya, tetapi negara Islam juga terimplikasi atas kajian tersebut. Termasuk Indonesia, yang saat ini banyak mengadopsi teori feminism dan gender dalam banyak regulasi baik hukum positif secara umum maupun hukum Islam itu sendiri (anak perempuan menghijab ahli waris saudara pewaris, syibhul iddah bagi laki-laki, harta bersama, dll).
Sejarah Politik Hukum Islam Dari Klasik Ke Kontemporer: Pengembangan Dan Transformasi Rizani, Rasyid; Hasa, Ahmadi; Umar, Masyithah; Khasyi'in, Nuril
Indonesian Journal of Islamic Jurisprudence, Economic and Legal Theory Vol. 2 No. 2 (2024): Implementation and Dynamics of Islamic Law and Civil Law in Indonesia
Publisher : Sharia Journal and Education Center Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ijijel.v2i2.567

Abstract

Abstract This paper discusses the Classical Islamic political thought began with the Prophet Muhammad in Medina in 622 AD. After his death, the government was held by the Khulafa Rashidin, then the Bani Umayah and Abbasid dynasties. Political Islam entered the Middle Ages after the fall of the Abbasids. The Prophet Muhammad created a new perspective among Muslims. Three groups of Islamic thought were seen: Islam is a perfect religion, Islam has no political system, and Islam does not prepare a political system but does not leave Muslims without guidance. The Prophet's political steps in Medina included the construction of the mosque, the brotherhood of the Muhajirin and Anshar, and the charter of Medina. The caliphate government was led by the caliph, who was in charge of both politics and religion. The Qur'an and hadith were the basis of the caliphs' leadership, and they had the religious responsibility of implementing religious law. The research method used is the diachronic historical method Keywords: politics, law, and Islam. Abstrak Tulisan ini membahas tentang pemikiran politik Islam abad klasik dimulai dengan Nabi Muhammad saw. di Madinah pada tahun 622 M. Setelah wafatnya, pemerintahan dipegang oleh Khulafa Rasyidin, kemudian dinasti Bani Umayah dan Abbasiyah. Politik Islam memasuki abad pertengahan setelah kehancuran Abbasiyah. Nabi Muhammad saw menciptakan perspektif baru di kalangan umat Islam. Tiga kelompok pemikiran Islam terlihat: Islam agama sempurna, Islam tidak memiliki sistem politik, dan Islam tidak menyiapkan sistem politik tetapi tidak membiarkan umat Islam tanpa pedoman. Langkah politik Rasulullah saw di Madinah termasuk pembangunan masjid, persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar, dan piagam Madinah. Pemerintahan khilafah dipimpin oleh khalifah, yang memegang tampuk pemerintahan di bidang politik dan agama. Al-Qur'an dan hadis menjadi dasar kepemimpinan khalifah, dan mereka memiliki tanggung jawab agama dalam pelaksanaan hukum agama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode historis diakronis. Kata kunci: politik, hukum, dan Islam
Pendekatan Sosio-Legal Terhadap Fatwa: Analisis Kedudukan dan Peran Fatwa MUI di Indonesia Luthfi, Fuad; Aseri, A. Fauzi; Umar, Masyithah; Khasyi’in, Nuril
Indonesian Journal of Islamic Jurisprudence, Economic and Legal Theory Vol. 2 No. 4 (2024): This volume covers topics such as women's rights, inheritance law, crime preven
Publisher : Sharia Journal and Education Center Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ijijel.v2i4.824

Abstract

Abstract Fatwa, as a legal opinion issued by Islamic scholars, plays a significant role in Indonesian society. While the normative approach to fatwa analysis emphasizes textual and doctrinal aspects, the sociological (socio-legal) approach offers a more comprehensive understanding by considering the social dynamics influencing fatwa issuance. In Indonesia, the Indonesian Ulema Council (MUI) is the authorized institution to issue fatwas on various religious issues. The socio-legal approach explores the interaction between legal norms and societal values in the fatwa-making process and its impact on social behavior and legal compliance. Fatwas are not only influenced by religious texts but also by the social, cultural, and political context in which they are issued. The socio-legal approach aims to understand the role of fatwas in societal dynamics and their relevance in facing modern challenges. Although fatwas do not have formal binding power like laws, they are often used as references in policy-making and legislation. The socio-legal approach to fatwas in Indonesia demonstrates that fatwas are not solely derived from religious texts but also result from the interaction between law, social norms, and contemporary societal conditions. This approach ensures the relevance of fatwas to changing social dynamics while maintaining the fundamental principles of sharia. The role of fatwas in modern society is significantly influenced by the social context and prevailing legal system, requiring religious authorities to carefully consider both aspects in the fatwa-making process. Keywords: Approach, Sociology, Fatwa Abstrak Fatwa, sebagai pendapat hukum yang dikeluarkan oleh para ulama, memainkan peran penting dalam masyarakat Indonesia. Sementara pendekatan normatif terhadap analisis fatwa menekankan pada aspek tekstual dan doktrinal, pendekatan sosiologis (sosio-legal) menawarkan pemahaman yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan dinamika sosial yang mempengaruhi penerbitan fatwa. Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa tentang berbagai masalah keagamaan. Pendekatan sosio-legal mengeksplorasi interaksi antara norma-norma hukum dan nilai-nilai masyarakat dalam proses pembuatan fatwa dan dampaknya terhadap perilaku sosial dan kepatuhan hukum. Fatwa tidak hanya dipengaruhi oleh teks-teks agama tetapi juga oleh konteks sosial, budaya, dan politik di mana fatwa tersebut dikeluarkan. Pendekatan sosio-legal bertujuan untuk memahami peran fatwa dalam dinamika masyarakat dan relevansinya dalam menghadapi tantangan modern. Meskipun fatwa tidak memiliki kekuatan mengikat secara formal seperti undang-undang, fatwa sering digunakan sebagai referensi dalam pembuatan kebijakan dan legislasi. Pendekatan sosio-legal terhadap fatwa di Indonesia menunjukkan bahwa fatwa tidak semata-mata berasal dari teks-teks agama, tetapi juga merupakan hasil dari interaksi antara hukum, norma-norma sosial, dan kondisi masyarakat kontemporer. Pendekatan ini memastikan relevansi fatwa dengan dinamika sosial yang terus berubah dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip dasar syariah. Peran fatwa dalam masyarakat modern sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan sistem hukum yang berlaku, sehingga mengharuskan otoritas keagamaan untuk mempertimbangkan kedua aspek tersebut secara hati-hati dalam proses pembuatan fatwa. Kata kunci: Pendekatan, Sosiologi, Fatwa
Politik Islam di Zaman Pra-Kemerdekaan Sharfina Permata Noor, Erla; Hasan, Ahmadi; Umar, Masyithah; Khasyi'in, Nuril
Interdisciplinary Explorations in Research Journal Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : PT. Sharia Journal and Education Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ierj.v2i2.571

Abstract

Abstract This research examines the politics of Islam during the pre-independence period in Indonesia and its role in the nation's struggle. Islamic politics during that period had a significant impact on Indonesia's history of struggle. Prior to the independence in 1945, Indonesia experienced more than three centuries of colonization by the Netherlands. Islamic politics became a major force in organizing society and fighting for independence. Islamic political movements emerged as a response to the colonization and modernization efforts carried out by the Dutch colonial government. Islamic politics during the pre-independence period in Indonesia were grounded in a strong religious spirit. Islam played a central role in the lives of Indonesian society, and Islamic figures at that time viewed politics as a means to advocate for justice, freedom, and the welfare of the Muslim community. Islamic politics were also influenced by global political shifts at that time. Islamic organizations such as Sarekat Islam, Muhammadiyah, and Nahdlatul Ulama played a crucial role in coordinating the political, social, and cultural struggles of the Muslim community in Indonesia. Islamic political parties such as the Masyumi Party also played a significant role in shaping Islamic political perspectives and influencing the national political direction of Indonesia. Additionally, it showcases the role of Islamic politics in the national awakening movement towards achieving independence. Keywords : Politics of Islam, Pre-independence Era, Islamic Organizazion Abstrak Penelitian ini membahas politik Islam pada masa pra-kemerdekaan Indonesia dan perannya dalam perjuangan bangsa. Politik Islam pada periode tersebut memiliki dampak yang signifikan dalam sejarah perjuangan Indonesia. Sebelum kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia mengalami penjajahan oleh Belanda selama lebih dari tiga abad. Politik Islam menjadi kekuatan utama dalam mengorganisir masyarakat dan memperjuangkan kemerdekaan. Gerakan politik Islam mulai muncul sebagai respons terhadap penjajahan dan modernisasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Politik Islam pada masa pra-kemerdekaan Indonesia didasarkan pada semangat agama yang kuat. Agama Islam memainkan peran sentral dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dan tokoh-tokoh Islam pada masa itu melihat politik sebagai sarana untuk memperjuangkan keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan umat. Politik Islam juga dipengaruhi oleh pergeseran politik global pada saat itu. Organisasi Islam seperti Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama menjadi kekuatan penting dalam mengoordinasikan perjuangan politik, sosial, dan budaya umat Islam di Indonesia. Partai politik Islam seperti Partai Masyumi juga memainkan peran penting dalam merumuskan pandangan politik Islam dan mempengaruhi arah politik nasional Indonesia. Selain itu juga memperlihatkan peran politik Islam dalam moment kebangkitan nasional untuk mencapai kemerdekaan. Kata Kunci : Politik Islam, Pra-Kemerdekaan, Organisasi Islam
Menggugat Khilafah: Reaktualisasi Pemikiran Politik Ali Abdul Raziq Syahir, Ahmad; Hasan, Ahmadi; Umar, Masyithah; Khasyi'in, Nuril
Interdisciplinary Explorations in Research Journal Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : PT. Sharia Journal and Education Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ierj.v2i2.575

Abstract

Abstract Among Islamic thinkers, the relationship between Islam and the state is still a matter of debate which has implications for the birth of typologies, namely integralistic, symbiotic, and secularistic. The three paradigms of the relationship have the same goal, namely finding reconciliation between religious ideality and political reality, which is the main task of Islamic political thinkers. Ali Abdul Raziq as one of the Islamic thinkers, also colored the debate, even arguably became a trendsetter, especially his thoughts on the khilafah. This paper raises Raziq's thoughts on the khilafah, one of whose goals is to actualize it in the midst of the unfinished debate of Islamic intellectuals. The results of the study show that the khilafah is seen as having no basis in the Qur'an, Sunnah, or Ijma'. Islam is seen as not demanding its people to determine the type or form of government, this is more appropriate to be left to the people based on logic and experience. Keywords: khilafah, paragidma, fundamental, moderate, liberal. Abstrak Di kalangan pemikir Islam, hubungan Islam dan negara masih menjadi perdebatan yang berimplikasi pada lahirnya tipologi, yaitu intgralistik, simbiotik, dan sekularistik. Ketiga paradigma hubungan tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu menemukan rekonsiliasi antara idealitas agama dan realitas politik yang menjadi tugas utama para pemikir politik Islam. Ali Abdul Raziq sebagai salah satu pemikir Islam, turut mewarnai perdebatan tersebut, bahkan dapat dibilang menjadi trendsetter, khususnya pemikirannya tentang khilafah. Tulisan ini mengangkat pemikiran Raziq tentang khilafah yang salah satu tujuannya adalah untuk mengaktualisasi ke tengah-tengah perdebatan para intelektual Islam yang belum tuntas. Dari hasil kajian menunjukkan bahwa khilafah dipandang tidak memiliki landasan dalil di dalam al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’. Islam dipandang tidak menuntut umatnya untuk menentukan jenis atau bentuk pemerintahan, hal ini lebih tepat diserahkan kepada umat berdasarkan logika dan pengalamannya. Kata Kunci: khilafah, paragidma, fundamental, moderat, liberal.
Pemikiran Politik Al-Farabi Sa’adi, Gusti Muslihuddin; Hasan, Ahmadi; Umar, Masyithah; Khasyi'in, Nuril
Interdisciplinary Explorations in Research Journal Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : PT. Sharia Journal and Education Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ierj.v2i2.577

Abstract

Abstract Al-Farabi, a renowned philosopher of the medieval period, contributed significantly to political thought with his concepts on the ideal state, which he termed "al-madinah al-fadhilah". He was honored with the title "al-mu'allim ats-tsani" (the second teacher) after Aristotle. This study aims to explore Al-Farabi's philosophical objectives for the establishment of a state and the individual contributions of citizens towards nation-building. Additionally, it seeks to understand Al-Farabi's concepts of the ideal state and the ideal leader. The research is qualitative and literature-based, employing a philosophical approach. The primary source is Al-Farabi's book "Ara Ahl al-Madinah al-Fadilah", supplemented by relevant books and journals. The findings reveal that, according to Al-Farabi, the purpose of a state is to achieve happiness in both the worldly and the hereafter. He views the state as a form of devotion to God, aligning well with religious-based nations like Indonesia. The ideal leader, according to Al-Farabi, is someone perfect in physical form, wisdom, and spiritual maturity, as he mentioned as a philosopher resembling a prophet. Such a leader becomes the central figure in governance, education, and character development of the citizens. Al-Farabi describes the ideal state as one where the leader and the people collaborate to achieve happiness in this world and the next. Conversely, non-ideal states include the Ignorant State, the Immoral State, the Transformed State, and the Misguided State. Keywords: Al-Farabi, Ideal State, Leadership Abstrak Al-Farabi merupakan filosof masyhur di abad pertengahan yang mempunyai banyak produk pemikiran, ia diberi gelar al-mu’allim ats-tsani setelah Aristoteles, di antara produk pemikirannya adalah tentang konsep bernegara. Pemikiran Al-Farabi tentang konsep Negara ideal, yang disebutnya sebagai al-madinah al-fadhilah telah memberikan sumbangan penting dalam pemikiran politik dunia, khususnya negara-negara yang berasaskan agama. Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui tujuan filosofis dari berdirinya suatu Negara dan kontribusi individual masyarakat dalam membangun Negaranya menurut Al-Farabi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui konsep Negara ideal dan pemimpin ideal menurut Al-Farabi. Penelitian ini merupakan penelitan pustaka yang bersifat kualitatif dengan pendekatan filosofis, sumber utama penelitian ini adalah buku Al-Farabi yang berjudul Ara Ahl al-Madinah al-Fadilah yang didukung dengan sumber-sumber lain baik berupa buku ataupun jurnal yang relevan dengan penelitian. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa menurut Al-Farabi, tujuan bernegara adalah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Menurutnya Negara merupakan bentuk pengabdian kepada Tuhan, sehingga menurut penulis konsep Al-farabi sesuai dengan Negara yang berlandaskan agama, seperti Indonesia. Pemimpin ideal menurut Al-Farabi adalah seseorang yang sempurna secara fisik, bijaksana, dan matang secara spiritual, yang ia sebut sebagai filosof yang menyerupai Nabi. Pemimpin ini menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, dan pembentukan karakter warga negara. Al-Farabi menggambarkan negara ideal adalah suatu Negara di mana pemimpin dan rakyatnya bekerja sama mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Negara yang tidak ideal meliputi Negara Kebodohan, Negara Fasik, Negara yang Berubah, dan Negara yang Tersesat Kata kunci: Al-Farabi, Negara Ideal, Kepemimpinan
Pergerakan Islam dan Demokrasi di Indonesia Muhamad Shadiq, Gusti; Hasan, Ahmadi; Umar, Masyithah; Khasyi'in, Nuril
Interdisciplinary Explorations in Research Journal Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : PT. Sharia Journal and Education Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ierj.v2i2.578

Abstract

Abstract This research discusses the relationship between the movement of Islam and democracy in Indonesia, as well as how these two concepts influence and contribute to the country's social and political development. Although democracy is not explicitly mentioned in the Qur'an or Hadith, the principles of democracy are substantially reflected in Islamic teachings such as equality, deliberation (shura), cooperation (ta'awun), and good practices (taghyir). The experiences of Prophet Muhammad also provide an ethical and moral foundation that correlates with the basic principles of modern democracy. These Islamic values have become an integral part of Indonesia's constitution, including Pancasila and various laws governing the principles of democracy and divinity. Islam holds an important position in the Indonesian government, reflecting the majority Muslim population and the historical struggle for independence closely linked with the Muslim community. The influence of Islamic values in the Indonesian constitution has been achieved through the active participation of Indonesian Muslims in the democratization process, demonstrating that Islam and democracy can support each other and are not mutually exclusive. The conclusion of this research emphasizes that the integration of Islamic teachings and state policies is key to the success of democracy in Indonesia, avoiding conflict and strengthening harmony in national and state life.Keywords: khilafah, paragidma, fundamental, moderate, liberal. Keywords: Islam, Democracy, Indonesia, Constitution, Deliberation Abstrak Penelitian ini membahas hubungan antara pergerakan Islam dan demokrasi di Indonesia, serta bagaimana kedua konsep tersebut saling mempengaruhi dan berkontribusi terhadap pembangunan sosial dan politik negara. Meskipun secara tekstual demokrasi tidak disebutkan dalam Al-Qur’an atau Hadits, prinsip-prinsip demokrasi secara substansial tercermin dalam ajaran Islam seperti kesetaraan, musyawarah (syura), kerjasama (ta’awun), dan kebiasaan baik (taghyir). Pengalaman Nabi Muhammad juga memberikan landasan etika dan moral yang berkorelasi dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi modern. Nilai-nilai Islam ini kemudian menjadi bagian integral dari konstitusi Indonesia, termasuk Pancasila dan berbagai undang-undang yang mengatur prinsip-prinsip demokrasi dan ketuhanan. Islam menempati posisi penting dalam pemerintahan Indonesia, mencerminkan mayoritas penduduk yang beragama Islam dan sejarah perjuangan kemerdekaan yang erat kaitannya dengan umat Islam. Pengaruh nilai-nilai Islam dalam konstitusi Indonesia dicapai melalui partisipasi aktif umat Islam dalam proses demokratisasi, yang menunjukkan bahwa Islam dan demokrasi dapat saling mendukung dan tidak saling bertentangan. Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan bahwa integrasi antara ajaran Islam dan kebijakan negara adalah kunci keberhasilan demokrasi di Indonesia, menghindari konflik dan memperkuat harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.. Kata Kunci: Islam, Demokrasi, Indonesia, Konstitusi, Musyawarah