Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Evaluation of Fire Protection Systems in Hotel Building (Case Study: Grand Kanaya Hotel Medan) Iras Muthiah Hanan; Basaria Talarosha
International Journal of Architecture and Urbanism Vol. 4 No. 1 (2020): International Journal of Architecture and Urbanism
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1184.559 KB) | DOI: 10.32734/ijau.v4i1.3852

Abstract

Hotel is a public living facility for tourists by providing room services, food and beverage providers, and accommodation with payment terms. Fire is a flame, both small and large, which is usually hard to control and detrimental and can occur in a place that we do not expect. Ensuring the protection of hotel residents is one of the goals of hotel business standards. Grand Kanaya Hotel is a 3-star hotel building in the city of Medan, with 152 units of rooms and several facilities that enable activities involving large numbers of people, such as restaurants and ballrooms. According to the quite high number of occupants, Grand Kanaya Hotel requires a fire protection system that can protect all hotel residents against fire hazards. The study aims to evaluate the fire protection system that has been applied to the building of the Grand Kanaya Hotel and provide references for fire protection systems that are standard in hotel buildings. This research is using the qualitative method that obtains from field observation and uses a type of descriptive research that explains the facts or existing conditions of fire protection systems in the Grand Kanaya Hotel building. The results show that there are several fire protection systems in Grand Kanaya Hotels that not according to the standards, such as the minimum size, the material used is not resistant to fire, and maximum distance lies, which still exceeds the maximum value. The study results are useful as information for other researchers and hotels regarding fire protection systems at the Grand Kanaya Hotel building.
Konsentrasi Co2 pada Ruang Kelas dengan Sistem Ventilasi Alami sebuah Penelitian Awal Basaria Talarosha
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 6 No. 1 (2017): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32315/jlbi.6.1.16

Abstract

Konsentrasi CO2 di atas 1000 ppm mengganggu kesehatan dan konsentrasi yang berdampak pada penurunan performa belajar siswa. Penelitian sebelumnya menyimpulkan konsentrasi CO2 udara di dalam ruang kelas dengan sistem ventilasi alami berhubungan dengan tipe jendela yang digunakan. Disebutkan juga bahwa jendela gantung atas memiliki performa paling buruk dalam menetralkan konsentrasi CO2. Studi bermaksud memonitor konsentrasi CO2 pada sebuah ruang kelas sekolah dasar di kota Medan yang menggunakan tipe jendela tersebut. Monitoring dilakukan pada kondisi jendela sisi koridor ruang kelas dibuka dengan sudut 10, 30 (jendela sisi berlawanan ditutup untuk keamanan) dan pintu terbuka penuh, masing-masing tiga (3) hari sepanjang waktu belajar. Seluruh jendela dan pintu dilengkapi dengan ventilasi jalusi horisontal di atasnya. Hasil studi menunjukkan konsentrasi CO2 rata-rata udara ruang kurang dari 1000 ppm pada semua kondisi. Hal ini menunjukkan sistem ventilasi alami dengan tipe jendela sebagaimana disebutkan di atas memiliki performa yang baik dalam mempertahankan kualitas udara ruang kelas.
Jendela dan Dampaknya terhadap Konsentrasi CO2 di dalam Ruang Kelas, Kajian Literatur Basaria Talarosha
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 6 No. 4 (2017): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32315/jlbi.7.1.46

Abstract

Kualitas udara di dalam ruang kelas sekolah ditentukan oleh keberadaan pencemar udara, salah satunya yaitu karbon dioksida (CO2) yang bersumber dari proses metabolisme tubuh manusia. Hasil studi menggunakan metoda numerik atau eksperimental membuktikan CO2 yang dikandung udara di dalam ruang kelas dapat mencapai lebih dari 1000 ppm yang berdampak pada terganggunya kesehatan serta peforma belajar siswa. Mempertahankan konsentrasi CO2 udara di dalam ruangan tidak melebihi ambang batas yang diijinkan untuk kesehatan secara prinsip hanya dapat dilakukan dengan cara pengenceran yaitu memasok udara segar ke dalam ruang melalui ventilasi (alami, mekanis, atau kombinasi keduanya). Menggunakan ventilasi alami untuk memasok udara lebih menguntungkan sebab hemat energi. Jendela adalah salah satu elemen bangunan yang dapat berfungsi sebagai ventilasi untuk memasok udara segar ke dalam ruang yang tidak dilengkapi dengan ventilasi mekanis. Efektivitas jendela memasok udara segar untuk mempertahankan konsentrasi CO2 di bawah ambang batas yang diijinkan akan berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor seperti luas, tipe, dan posisi/letak jendela pada selubung bangunan. Tulisan ini memuat kajian literatur tentang tingkat konsentrasi CO2 yang dikandung udara di dalam ruang kelas yang memanfaatkan jendela sebagai ventilasi. Literatur primer diperoleh dari berbagai publikasi jurnal acuan, ditambah sumber bacaan lain berupa buku dan standar yang terkait dengan topik.
PENURUNAN TINGKAT KEBISINGAN RUANG KERJA MELALUI OPTIMALISASI FUNGSI JENDELA KACA PADA GEDUNG ADMINISTRASI BANDAR UDARA STUDI KASUS DI BANDAR UDARA JUANDA SURABAYA Widodo, Sigit; Loebis, M. Nawawiy; Talarosha, Basaria
Jurnal Koridor Vol. 8 No. 1 (2017): Jurnal Koridor
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1212.712 KB) | DOI: 10.32734/koridor.v8i1.1331

Abstract

Kawasan bandar udara merupakan kawasan yang memiliki intensitas kebisingan yang sangat tinggi bahkan terus meningkat seiring dengan bertambahnya frekwensi lalu lintas udara. Intensitas Kebisingan yang umumnya dikeluhkan oleh sejumlah pekerja di bandar udara adalah tidak bisa berkonsentrasi dan sering melakukan kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan. Permasalahan ini dikarenakan pada umumnya gedung fasilitas di beberapa Bandar udara dengan elemen bukaan bangunan seperti jendela kaca, tidak memiliki kemampuan dalam hal mereduksi intensitas bunyi yang berlebih. Gangguan kebisingan seperti ini juga terjadi di Bandar Udara Juanda Surabaya yang termasuk bandar udara terbesar dan tersibuk kedua setelah Bandar udara Internasional Soekarno Hatta Jakarta. Keberadaan landas pacu di bandar udara yang berfungsi sebagai fasilitas mendarat dan tinggal landas pesawat terbang merupakan sumber utama kebisingan dengan intensitas bunyi antara 125-140 dB, sementara nilai standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja terkait faktor kesehatan dan kenyamanan pada umumnya berkisar 65-85 dB. Berdasarkan hasil penilitian, Pemanfaatan sistem kaca ganda dapat menaikkan nilai insulasi lebih dari 30%, dengan rincian kaca ganda minimal 2x6mm pada unit jendela mampu mereduksi bunyi sampai ≤ 65 dB, sistem ini jauh lebih efisien jika dibandingkan dengan memperbesar dimensi atau ketebalan kaca ataupun memodifikasi jarak gedung dari sumber bising. Upaya selanjutnya adalah perletakan posisi panil kaca atau unit jendela kaca pada sudut 15° terhadap posisi normal, serta pemilihan material yang memiliki nilai negatif terhadap faktor penghantar getaran bunyi seperti kayu dan PVC, material tersebut cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai material penyusun struktur (frame) unit jendela kaca karena dapat meminimalisir efek getaran bunyi yang akan merambat dari bagian luar gedung.
Concept of Agrotourism in the Food Estate Project in Ria-Ria Village, Humbang Hasundutan Regency Siagian, Morida; Sitorus, Rudolf; Talarosha, Basaria
ABDIMAS TALENTA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 8 No. 1 (2023): ABDIMAS TALENTA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/abdimastalenta.v8i1.9158

Abstract

Utilization of agricultural potential as a tourist attraction becomes an added value in agricultural businesses today. Agrotourism becomes an alternative for tourists to get recreational experience, knowledge and business relationships in agriculture. For the community this activity can highlight and promote local culture, increase farmers' incomes and preserve natural resources. Ria-Ria village is one of the areas in Humbang Hasundutan Regency chosen by the Government as a food estate area. The area consists of 1000 hectares of land, 215 hectares of which have been planted with 3 types of horticultural plants, namely garlic, onions, and potatoes. But the design of food estate land is still focused on the development of agricultural activities, making the area not ready as an agricultural tourist destination. By socializing to the Ria-Ria Village farming group about the concept of agrotourism by displaying agrotourism references found in several regions, the community has the understanding, awareness and motivation to plan and work on agricultural tourism activities with local potential they have in the food estate area.
The Influence of Asset Management on Optimizing the Utilization of Fixed Assets in Batu Bara Government Sukma, Kirana Rahmalia; Siahaan, Elisabet; Talarosha, Basaria
Formosa Journal of Multidisciplinary Research Vol. 3 No. 11 (2024): November 2024
Publisher : PT FORMOSA CENDEKIA GLOBAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55927/fjmr.v3i11.12025

Abstract

Governance in Indonesia has experienced significant changes since the post-Reformation era of 1988, particularly with the implementation of Law Number 22 of 1999 on Regional Government, which initiated the decentralization of authority from the central to regional governments. This implementation was further reinforced by Law Number 32 of 2004, which emphasized the obligation of regional governments to manage their own affairs based on the principle of autonomy. This study examines the influence of asset management on the optimization of fixed assets in the Government of Batu Bara Regency. The population in this study consisted of 99 employees distributed across 35 work units, resulting in a sample of 79 respondents representing the population. The analysis method used was Partial Least Square (PLS), with questionnaires distributed to 79 respondents. The results showed that asset inventory did not have a significant influence on the optimization of fixed assets, whereas asset legal audit and asset valuation had a positive and significant influence. Asset supervision and control were found to moderate the influence of asset inventory on the optimization of fixed assets, but did not significantly moderate the influence of asset legal audit and asset valuation.