ABSTRAKStrapping band merupakan produk plastik yang umum digunakan untuk mengikat dan mengamankan barang dalam industri pengemasan. Namun, bahan plastik konvensional sulit terurai dan menambah volume sampah, yang sebagian besar belum dikelola dengan baik. Oleh karena itu, pengembangan strapping band dari bahan daur ulang menjadi relevan, terutama di Provinsi NTB yang tengah mendorong ekonomi hijau dan pengurangan sampah plastik. Penggunaan limbah plastik sebagai bahan baku tidak hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi pelaku UMKM di daerah tersebut. Tujuan utamanya adalah mengidentifikasi kendala yang dihadapi pelaku UMKM, bentuk inovasi produk, serta dampaknya bagi masyarakat dan perekonomian desa. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku UMKM masih terkendala modal, akses pasar yang terbatas, kurangnya penggunaan teknologi digital, serta minimnya pendampingan. Meski demikian, para pengrajin berhasil melakukan inovasi dengan mengembangkan produk berbahan strapping band, yang semula hanya berupa ingke dan sok asi, menjadi variasi lain seperti saab, ceperan, dan tas. Inovasi tersebut mampu menambah nilai produk sekaligus membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, serta memberdayakan perempuan dan pemuda desa. Selain itu, pemanfaatan bahan strapping band mendukung prinsip ekonomi sirkular karena mengubah limbah plastik menjadi kerajinan bernilai guna. Dengan demikian, kerajinan strapping band berpotensi menjadi contoh pengembangan UMKM kreatif yang berkelanjutan di Desa Duman.ABSTRACTStrapping bands are plastic products commonly used in the packaging industry to bind and secure goods. However, conventional plastic materials are difficult to decompose and contribute to the growing volume of waste, much of which remains poorly managed. Therefore, the development of recycled strapping bands has become increasingly relevant, especially in West Nusa Tenggara (NTB) Province, which is promoting green economy initiatives and plastic waste reduction. Utilizing plastic waste as an alternative raw material not only helps reduce environmental impact but also creates new economic opportunities for lokal small and medium enterprises (SMEs). This study aims to identify the challenges faced by SMEs, the forms of product innovation, and their impact on the community and village economy. A descriptive qualitative method was used, with data collected through interviews, observations, and documentation. The findings show that SME actors still face obstacles such as limited capital, restricted market access, lack of digital technology usage, and minimal mentoring. Nevertheless, artisans have succeeded in innovating by diversifying strapping band-based products—initially limited to ingke and sok asi—into new variations such as saab, ceperan, and bags. These innovations not only increase product value but also create jobs, raise income, and empower women and youth in the village. Furthermore, the use of strapping bands supports circular economy principles by transforming plastic waste into valuable handicrafts. As such, strapping band-based crafts have the potential to become a model for sustainable creative SME development in Duman Village.