Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

ANALISIS PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP DAPAT MEMENUHI RASA KEADILAN PIHAK KORBAN Bruce Anzward; Soleh
Jurnal de Facto Vol 4 No 1 (2017)
Publisher : Pascasarjana Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sejak dikeluarkannya PERMA No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah denda dalam KUHP yang ditindaklanjuti dengan Nota Kesepakatan Bersama antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (MAHKUMJAKPOL) tersebut perlu diapresiasi dan dapat dilaksanakan dengan komitmen serta konsistensi, namun yang terjadi adalah penegakan hukum atas kasus-kasus sejenis belum sepenuhnya dilaksanakan secara baik dan maksimal sesuai dengan aturan sebagaimana yang ditentukan dalam PERMA ini. Sebagian besar kasus sejenis yang terjadi di berbagai daerah tidak dilakukan proses penegakan hukum sampai ke Pengadilan, termasuk di wilayah hukum Polres Penajam Paser Utara, sehingga mengenyampingkan rasa keadilan dalam masyarakat terutama dari pihak yang dirugikan. Pendekatan penelitian lebih mengedepankan penggunaan pendekatan secara yuridis empiris yang memandang hukum sebagai gejala sosial empiris yang menekankan eksistensi hukum dalam konteks sosial, namun demikian dalam penelitian ini juga tidak terlepas pada penggunaan metode penelitian yuridis normatif. Kedudukan Hukum Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dalam Penyelesaian Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP tidak termasuk dalam hierarki/ atau tata urutan peraturan perundang-undangan, namun diatur dalam pasal atau ketentuan tersendiri. Mengingat bahwa Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi dalam lingkup peradilan maka jika PERMA dikeluarkan maka pada level lingkup peradilan umum dibawah MA harus melaksanakannya. Selain itu kedudukan PERMA juga memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi instansi yang lain diluar MA sepanjang dibuat nota kesepakatan antara lembaga-lembaga terkait guna memudahkan pengimplementasian PERMA yang dikeluarkan oleh MA.
IMPLIKASI HUKUM TERJADINYA PERBEDAAN PENGATURAN PENANGKAPAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA OLEH BNN DAN POLRI Bruce Anzward; Musjaya
Jurnal de Facto Vol 4 No 2 (2017)
Publisher : Pascasarjana Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pentingnya penyidikan dalam pengungkapkan dan membuat terang dugaan adanya penyalahgunaan narkotika, maka harus didukung dengan factor pendukung yang dapat memfasilitasi jalannya proses penyidikan.Penegakan hukum penyalahgunaan narkotika memiliki sedikit perbedaan dengan tindak pidana lain pada umumnya. Salah satu proses penegakan hukumnya dalam rangka penyidikan adalah dengan menciptakan dan/atau menskenariokan suatu kondisi dengan sebuah delik pidana atau peristiwa pidana narkotika tersebut. Penciptaan yang dimaksud adalah dalam rangka untuk mengungkap jalan peredarannya dengan kata lain siapa pengendaranya atau bahkan siapa yang menjadi produsen dari narkotika tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyamar membeli kembali (under cover buy). Untuk dapat mendukung penegakan hukumnya, maka diperlukan banyak biaya dalam hal ini biaya operasional untuk pengungkapdalam rangka penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan narkotika tersebut. Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yang bersifat yuridis sosiologis (sociological research) yaitu suatu penelitian dalam disiplin hukum berdasarkan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Implikasi hukum terjadinya perbedaan pengaturan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana narkotika oleh BNN dan Polri yaitu: dengan adanya perbedaan batas waktu penangkapan yang digunakan oleh BNN dan Polri yang mengakibatkan adanya implikasi yuridis, maka untuk adanya sinkronisasi atas perbedaan penggunaan dasar hukum tersebut yaitu dengan mengubah atau meniadakan pasal-pasal yang berkaitan dengan kewenangan penangkapan dengan memperhatikan asas-asas dalam perundang-undangan dan interpretasi hukum.
PRINSIP KEADILAN DALAM PEMENUHAN HAK PASIEN PENERIMA BANTUAN IURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN Bruce Anzward; Muhammad Muslaini
Jurnal de Facto Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Pascasarjana Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu hak pasien adalah mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang diterima tidak semestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan intern rumah sakit dalam pelayanan atau kepada lembaga yang memberi perhatian kepada konsumen kesehatan. Ketika pasien dirugikan, pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dalam bidang kesehatan, dibutuhkan suatu perlindungan hukum bagi pasien sebagai konsumen pelayanan kesehatan. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan diatas. Tanggung jawab RSUD Ratu Aji Putri Botung dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di RSUD Ratu Aji Putri Botung bagi pasien pengguna PBI BPJS. Pasien PBI BPJS adalah masyarakat miskin dan kurang mampu. Pasien peserta PBI BPJS berhak mendapatkan pelayanan yang baik, aman, bermutu dan terjangkau tanpa mereka harus memikirkan masalah biaya.
IMPLIKASI HUKUM TERJADINYA PERBEDAAN PENGATURAN PENANGKAPAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA OLEH BNN DAN POLRI Bruce Anzward; Musjaya
Jurnal de Facto Vol 5 No 1 (2018)
Publisher : Pascasarjana Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pentingnya penyidikan dalam pengungkapkan dan membuat terang dugaan adanya penyalahgunaan narkotika, maka harus didukung dengan factor pendukung yang dapat memfasilitasi jalannya proses penyidikan.Penegakan hukum penyalahgunaan narkotika memiliki sedikit perbedaan dengan tindak pidana lain pada umumnya. Salah satu proses penegakan hukumnya dalam rangka penyidikan adalah dengan menciptakan dan/atau menskenariokan suatu kondisi dengan sebuah delik pidana atau peristiwa pidana narkotika tersebut. Penciptaan yang dimaksud adalah dalam rangka untuk mengungkap jalan peredarannya dengan kata lain siapa pengendaranya atau bahkan siapa yang menjadi produsen dari narkotika tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyamar membeli kembali (under cover buy). Untuk dapat mendukung penegakan hukumnya, maka diperlukan banyak biaya dalam hal ini biaya operasional untuk pengungkapdalam rangka penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan narkotika tersebut. Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yang bersifat yuridis sosiologis (sociological research) yaitu suatu penelitian dalam disiplin hukum berdasarkan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Implikasi hukum terjadinya perbedaan pengaturan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana narkotika oleh BNN dan Polri yaitu: dengan adanya perbedaan batas waktu penangkapan yang digunakan oleh BNN dan Polri yang mengakibatkan adanya implikasi yuridis, maka untuk adanya sinkronisasi atas perbedaan penggunaan dasar hukum tersebut yaitu dengan mengubah atau meniadakan pasal-pasal yang berkaitan dengan kewenangan penangkapan dengan memperhatikan asas-asas dalam perundang-undangan dan interpretasi hukum.
KEBIJAKAN PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE Bruce Anzward
Jurnal de Facto Vol 7 No 1 (2020)
Publisher : Pascasarjana Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penerapan diversi sebagai bentuk mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak yaitu: yang dimulai dari tingkatan penyidikan, penuntutan, persidangan, sampai pada implementasi penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anak oleh Balai Pemasyarakatan. Penetapan yang dimaksud, harus dikeluarkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari. Penetapan tersebut kemudian disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut dan Hakim. Setelah penerima surat penetapan tersebut penyidik Kepolisian kemudian mengeluarkan surat penetapan penghentian penyidikan dan kriteria penerapan diversi terhadap penyelesaian perkara tindak tindak pidana yang dilakukan oleh anak, yaitu: a. Pelaksanaan diversi ditujukan untuk membuat pelanggar bertanggungjawab untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahannya. b. Memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk membuktikan kemampuan dan kualitasnya dalam bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkannya, di samping itu mengatasi rasa bersalah secara konstruktif. c. Penyelesaian kasus tindak pidana yang dilakukan melibatkan korban atau para korban, orang tua dan keluarga pelaku dan orang tua dan keluarga korban, sekolah dan teman sebaya. d. Penyelesaian dengan konsep diversi ditujukan untuk menciptakan forum untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.
PERLINDUNGAN TERHADAP SUKARELAWAN MEDIS DI NEGARA KONFLIK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Lissa Kusuma Wardani; Bruce Anzward; Elsa Aprina
LEX SUPREMA Jurnal Ilmu hukum Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.036 KB)

Abstract

Sengketa bersenjata atau perang yang sering terjadi di berbagai belahan dunia menjadi salah satu cara dalam menyelesaikan berbagai persoalan antar negara. Pengaturan tentang bagaimana berperang dan alat berperangpun sudah diatur di dalam Hukum Humaniter Internasional. Dalam sebuah perang sudah pasti akan dibutuhkan tenaga medis untuk memeberikan pertolongan dan tindakan medis bagi korban perang, karena sudah pasti akan banyak menimbulkan korban dalam perang yang terjadi. Namun, dalam kenyataannya justru tenaga medislah yang menjadi sasaran serangan oleh pihak yang bersengketa. Hal inilah yang menimbulkan berbagai pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa I 1949 dan Protokol Tambahan I 1977 tentang perlindungan hukum terhadap tenaga medis dalam konflik bersenjata.Tenaga medis yang termasuk dalam Palang Merah Internasional ataupun, Perhimpunan suka rela atau Relawan harus selalu dihormati dan dilindungi. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum terhadap tenaga medis dalam Konvensi Jenewa I 1949 dan Protokol Tambahan I 1977 serta mengapa Konvensi Jenewa I 1949 dan Protokol tambahan I 1977 mengenai perlindungan terhadap tenaga medis tidak berjalan dengan baik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang bersifat yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder secara tidak langsung yang kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.   Kata Kunci : Tenaga Medis, Perlindungan Hukum, Sengketa Bersenjat
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ORANG YANG MELAKUKAN AKTIVITAS BERCOCOK TANAM DI KAWASAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN (PERIMETER) PENERBANGAN BANDAR UDARA SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN Sri Rahayu; Bruce Anzward; Johan’s Kadir Putra
LEX SUPREMA Jurnal Ilmu hukum Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.373 KB)

Abstract

Kawasan Operasi Penerbangan (Perimeter) adalah kawasan yang berbahaya bagi orang yang tidak berkepentingan maupun bagi penerbangan itu sendiri sehingga kawasan ini harus terbebas dari segala gangguan agar tidak membahayakan penerbangan, sehigga segala aktivitas orang yang tidak berkepentingan/masyarakat umum dilarang di area kawasan keselamatan operasi penerbangan khususnya daerah perimeter. Tetapi di beberapa bandar udara di Indonesia masyarakat umum masih dapat leluasa melakukan aktivitas di area ini. Seperti yang terjadi di Kota Balikpapan masyarakat melakukan aktivitas bercocok tanam diarea perimeter bandar udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan, masyarakat sekitar bercocok tanam. Permasalahan yang akan diteliti oleh penulis adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap orang yang melakukan aktivitas bercocok tanam di kawasan keselamatan operasi penerbangan (perimeter) Bandar udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan.Metode yang digunakan pada penilitian ini adalah yuridis empiris. Hasil dari penelitian ini bahwa penegakan hukum terhadap orang yang melakukan aktivitas bercocok tanam di kawasan keselamatan dan keamanan (perimeter) penerbangan Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan adalah Penegakan hukum secara administratif terhadap orang yang melakukan aktivitas bercocok tanam di kawasan keselamatan operasi penerbangan Bandar udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan dilakukan dengan cara preventif dan represif. Penegakan hukum preventif dapat dilakukan beberapa upaya yaitu dengan cara penyuluhan, sosialisasi terencana yang dilakukan PT. Angkasa Pura 1 (Persero), pemasangan plang larangan aktivitas, pemasangan CCTV, dan patroli. Penegakan hukum represifnya dilakukan dengan cara manusiawi terlebih dahulu seperti teguran dan pembongkaran paksa, apabila masyarakat masih melakukan aktivitas bercocok tanam tersebut dikawasan keselamatan dan operasi penerbangan di Bandar udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan maka pihak PT. Angkasa Pura I (Persero) akan menjatuhkan tindakkan secara pidana sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku.Kata Kunci : Kawasan Operasi Penerbangan (Perimeter), dan Penegakan Hukum
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKU PEMALSUAN DATA UNTUK MENDAPATKAN PASPOR REPUBLIK INDONESIA PADA KANTOR IMIGRASI KELAS I BALIKPAPAN Moh. Asir; Bruce Anzward; Elsa Aprina
LEX SUPREMA Jurnal Ilmu hukum Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (853.35 KB)

Abstract

Mobilitas perpindahan manusia dari satu wilayah ke wilayah lain semakin meningkat. Hal iniberpengaruh terhadap kepentingan manusia dalam mengajukan paspor ke Imigrasi. Akantetapi, ini menimbulkan masalah baru, yakni adanya pemalsuan data untuk mendapatkanpaspor, khususnya pada kantor Imigrasi Kelas I Balikpapan. Rumusan masalah dalampenelitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban hukum terhadap pelaku pemalsuandata untuk mendapatkan paspor pada Kantor Imigrasi Kelas I Balikpapan serta bagaimanakahpenegakan hukum terhadap pelaku pemalsuan data untuk mendapatkan paspor pada KantorImigrasi Kelas I Balikpapan.Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridisempiris.Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pertanggungjawaban oleh pelaku pemalsuan datauntuk mendapatkan paspor yaitu pertanggungjawaban hukum administrasi mengenaidokumen keimigrasian yang penarikan paspor, pembatalan, penangguhan, dan/ataupencabutan paspor. Sedangkan pertanggungjawaban hukum pidana sesuai dengan Pasal 126huruf (c) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Kemudian, penegakanhukum yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Balikpapan adalah penegakan hukumrepresif dan preventif.Penegakan yang dilakukan belum maksimal dikarenakan beberapafaktor, yaitu lemahnya pengawasan, kurangnya penegak hukum, kesadaran hukummasyarakat yang rendah, dan budaya hukum dala masyarakat.
Penegakan Hukum terhadap Admin Judi Online berdasarkan Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Bruce Anzward; Sri Endang Rayung Wulan; Nihaya Lila Utami
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.767

Abstract

Indonesia as a developing country continues to strive to advance its resources, especially technology in the field of communication, becoming one of the rapidly growing and accepted fields in human life. convenience for their lives, especially with the internet media in it. The internet not only has a positive impact but also has a negative impact. One of the negative impacts that is happening and is currently rife among the public is online gambling games. The problem approach used in this study is a normative juridical approach. The approach taken is an approach on matters of a juridical nature which uses legal materials such as laws, books, related journals. The ITE Law in Article 45 paragraph (2) and also Article 27 paragraph (2) will only serve as objects used to ensnare gambling which has been explained by Article 303 of the Criminal Code in electronic media. So that the point of reading the sentence regarding gambling is in Article 303 of the Criminal Code. It is not enough to carry out the activities, but all of them must be supported by the inner attitude of the perpetrators themselves. Where in Article 303 of the Criminal Code it is explained that the inner attitude of the perpetrator must be "deliberately". The doctrine of mens rea is referred to as the basis of criminal law, in practice even added criminal liability may disappear if there are conditions that forgive. This later must be considered when asking for criminal liability for link spreaders that contain gambling content.