Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

HUBUNGAN ARAB SAUDI DAN MESIR PADA MASA PEMERINTAHAN ABDEL FATTAH AL-SISI DALAM KONFLIK SURIAH Surez, Muhammad Farhan; Saeri, M.
Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 8: Edisi II Juli - Desember 2021
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aims to examine the relationship between two mutually influential countries in the Middle East region, namely Saudi Arabia and Egypt. Relations between the two countries have experienced various dynamics, either as rivals or allies. Relations between Saudi Arabia and Egypt, which had deteriorated after the fall of the Hosni Mubarak regime caused by the Arab Spring, recovered after the rise of Abdel Fattah Al-Sisi to the reins of Egyptian power after the coup of Muhammad Morsi's government, which incidentally is a figure affiliated with the Muslim Brotherhood (MB).  Saudi Arabia played an important role in the coup carried out by Al-Sisi, but the relations between the two countries became heated again after the differences in interests in the Syrian conflict.The results of this study indicate that the Syrian conflict has created new dynamics for the relationship between Saudi Arabia and Egypt. The occurrence of differences in interests in responding to the Syrian conflict has caused heated relations between Saudi Arabia and Egypt as evidenced by the negative response given by Saudi Arabia to Egypt's support for the Bashar Al-Assad regime in Syria. Saudi Arabia wants the fall of the Assad regime in Syria due to rival interests for regional dominance with Iran as well as Sunni and Shia ideological rivalries with Iran. While on the other hand, Egypt wants the Assad regime in Syria to remain stable so that Al-Sisi's power in Egypt is not threatened by the influence of Islamist and extremist groups such as MB.Keywords: Saudi Arabia and Egypt Relation, Middle East, Syrian Conflict, Regional Domination, Sunni, Shia
KONFLIK RUSIA-UKRAINA TAHUN 2014-2022 Saeri, M.; Jamaan, Ahmad; Surez, Muhammad Farhan; Gayatri, Pindi; Utami, Hana Inayah; Zarina, Zarina
Dinamika Global : Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Vol 8 No 2 (2023): Dinamika Global : Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Jenderal Ahmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36859/jdg.v8i2.1887

Abstract

Konflik Rusia-Ukraina dimulai pada tahun 2014 hingga saat ini. Pada tahun 2014, Rusia berupaya mencaplok wilayah Donbas dan Krimea. Upaya aneksasi Rusia dilakukan melalui serangan siber. Pada tahun 2022 Ukraina akan didukung penuh oleh senjata NATO. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengapa Rusia melanjutkan serangannya dari penggunaan operasi siber hingga penggunaan militer penuh. Peneliti menggunakan analisis perspektif realisme ofensif, teori kekuatan besar dengan konsep “kekuasaan”, untuk mengelola konflik secara transformatif. Temuan dalam penelitian ini adalah upaya penguatan kekuatan militer Rusia juga dipengaruhi oleh kehadiran NATO yang mempunyai kepentingan di Ukraina. Dalam perebutan wilayah pengaruh antara dua aktor adidaya, NATO sebagai kekuatan besar berkepentingan menjadikan Ukraina sebagai benteng militer terdekat untuk membendung pengaruh Rusia di kawasan Balkan. Sebaliknya, Rusia sebagai kekuatan besar di kawasan Balkan berkepentingan menjadikan Ukraina sebagai buffer zone untuk mengantisipasi kemungkinan tekanan terhadap NATO Rusia dalam segala aspek, terutama secara militer.
Indonesia Di Dewan HAM PBB: Memahami Penolakan Indonesia Terhadap Usulan Draf Perdebatan Pelanggaran HAM Tiongkok Terhadap Etnis Muslim Uighur Di Xinjiang Surez, Muhammad Farhan; Olivia, Yessi; Nizmi, Yusnarida Eka
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 3 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research (Special Issue)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i3.11763

Abstract

Pada tahun 2022, di Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Amerika Serikat (AS) mengajukan rancangan untuk memperdebatkan situasi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terhadap masyarakat Uyghur di wilayah Xinjiang, namun sayangnya gagal menjadi resolusi karena kurangnya suara setuju dari anggota dewan. Indonesia, negara mayoritas Muslim paling terkenal, dikenal sebagai salah satu anggota dewan yang memberikan suara menentang rancangan yang diusulkan. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan alasan penolakan Indonesia terhadap usulan rancangan tersebut. Tulisan ini menemukan bahwa ada empat faktor utama yang membuat Indonesia menolak usulan rancangan undang-undang tersebut, yaitu: 1). masalah dalam negeri 2). pengalaman masa lalu mengenai pelanggaran HAM dan perilaku inkonsistensi mekanisme penegakan HAM 3). pragmatisme ekonomi, dan 4). Persaingan blok politik AS-RRT dan politisasi isu pelanggaran HAM.