AbstrakKeputusan DPR memberhentikan Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si. D.F.M., hakim konstitusi dalam masa jabatan dan menggantinya dengan Prof. Dr. Guntur Hamzah, S.H., M.H. menuai banyak pro dan kontra baik dari kalangan hukum maupun dalam masyarakat. Pemberhentian Hakim Aswanto dan penunjukan Guntur Hamzah sebagai pengganti dilakukan oleh DPR melalui rapat paripurna DPR. Keputusan DPR tersebut termasuk dalam tindakan sewenang-wenang karena dilakukan tanpa adanya wewenang untuk memberhentikan hakim konstitusi, serta menabrak berbagai ketentuan perundang-undangan mengenai independensi Mahkamah Konstitusi dan mekanisme pengangkatan serta pemberhentian hakim konstitusi. Akan tetapi DPR menganggap bahwa tindakan DPR memberhentikan hakim konstitusi telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dimana DPR mengartikan atas dasar wewenang mengajukan hakim konstitusi DPR dapat melakukan evaluasi terhadap hakim konstitusi yang diajukannya. Tulisan ini membahas mengenai aspek yuridis pemberhentian hakim Aswanto dan penunjukan Guntur Hamzah sebagai penggantinya oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statuta approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil menunjukkan bahwa dalam ketentuan perundang-undangan DPR tidak memiliki wewenang memberhentikan hakim konstitusi disamping itu, mekanisme pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi yang dilakukan oleh DPR menabrak ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 23 UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi.Kata Kunci: DPR, Pengangkatan/Pemberhentian, Hakim Konstitusi.