Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

ONTOLOGI IBLIS DALAM AL-QUR’AN Nurul Hakim
Dialogia Vol 15, No 1 (2017): Dialogia jurnal Studi Islam dan Sosial
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/dialogia.v15i1.1189

Abstract

Abstract: The man carrying out his devotion to Allah SWT always harassed by demons. Devil is the enemy of Allah SWT. Indeed, the existence of Devil as the enemy of Allah SWT as well as humans. But who is the real devil? Do they belong to certain creature which are different from human beings, jinn, angels, animals and others?. Then, what is exactly interpretation of the devil in human life? This issue is very rarely discussed. The writer concludes that "Devil" is a genie. It also indicates that Allah has commanded angels andg genie to prostrate to Adam. These two creatures are commanded to prostrate. Thus, there is no  kinds of Devil, as human beings, angels, animals and others. The term "satan" is used when he "in action" interferes humans. While the term "devil" is used in normal circumstances. To avoid the temptations of the devil, the Qur'an offers a very wise solution that is to keep people following the instructions or teachings written in the Qur'an. In asking for guidance (hida>yah), scholars divided into two kinds, namely first, the guidance that the actor is the man himself and secondly, the guidance that the actor is God. These instructions are not only the ability to know the direction of the first guidance, but also the ability to perform it. ملخص:كان الناس في عبادة الله دائما سيواجهون الغرور من الإبليس. لا شك أن الإبليس عدو الله وعدو الناس. ولكن من هو الإبليس؟ هل هو مخلوق مثل البشر والجن والملائكة والحيوانات وغيرها؟  بخلاف ذلك، كيف حقيقة تفسير الإبليس في حياة الإنسان؟ وهذا لا يبحثة الباحثون. وخلص الكاتب أن " الإبليس" من الجن وهذا كما يشير فى البيان على أن الله أمر لأن يسجد الملائكة والجن إلى آدم. وأمر الله السجود إلا على هذين المخلوقين. ولهذا ليس هناك مخلوق يسمى بإبليس، كما كان البشر والملائكة والحيوانات وغيرها، وكان هناك إلا الجن. وهذا يختلف عن الشيطان لأن مصطلح  "الشيطان" يستخدم عندما "في الفعل" يعني حينما يوسوس البشر. وأما مصطلح "إبليس" يستخدم في الظروف العادية. وللاجتناب عن غرور إبليس، يقدم القرآن حلا بسيطا وهو أن يعمل الناس الإرشادات المكتوبة في القرآن الكريم. وينقسم العلماء إلى أمرين لطلب الهداية، أولا: الهداية التي هو من نفسه وثانيا، الهداية التي جاءت من عند الله. وهذه الهداية الثانية ليست مجرد القدرة على معرفة ما كما فى الهداية الأولى، ولكن أيضا القدرة على أداء الهداية التي ملكها. Abstrak: Manusia dalam menjalankan pengabdiannya kepada Allah SWT. selalu diganggu oleh iblis. Iblis merupakan musuh Allah SWT. Memang keberadaan Iblis sebagai musuh Allah SWT—demikian juga manusia—tidak diragukan lagi. Tetapi, terkait siapa sebenarnya iblis tersebut? Apakah ia merupakan makhluk tersendiri sebagaimana kemakhlukan manusia, jin, malaikat, hewan dan lain-lain?. Lain daripada itu, apa sebenarnya tafsir dari iblis dalam kehidupan manusia? Hal ini amat jarang disentuh oleh para akademisi. Penulis berkesimpulan bahwa yang disebut “Iblis” adalah golongan jin. Hal ini juga mengindikasikan bahwa yang diperintahkan oleh Allah SWT. untuk bersujud kepada Adam adalah malaikat dan jin. Kedua makhluk inilah yang mendapat perintah untuk bersujud. Dengan demikian, berarti tidak ada makhluk yang bernama Iblis, sebagaimana makhluk manusia, malaikat, hewan dan lain-lain. Yang ada adalah makhluk jin. Hal ini beda dengan syetan. Terma “setan” digunakan ketika ia “in action” mengganggu manusia. Sedangkan terma “iblis” digunakan dalam keadaan biasa (normal). Untuk menghindari godaan iblis, al-Qur’an menawarkan solusi yang sangat bijaksana yaitu agar manusia mengikuti petunjuk atau ajaran yang tertulis dalam al-Qur’an. Dalam memohon petunjuk (hida>yah), ulama membagi menjadi dua, yaitu pertama, petunjuk yang pelakunya adalah manusia itu sendiri dan kedua, petunjuk yang pelakunya adalah Tuhan. Petunjuk ini tidak sekadar kemampuan untuk mengetahui arah seperti petunjuk pertama, tetapi sekaligus kemampuan untuk melaksanakan isyarat-isyarat yang dimiliki. Kata Kunci: Iblis, the Qur'a>n, Manusia, Hida>yah.     
Konsep Pendidikan Anak Perspektif Zakiah Daradjat Dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam Nurul Hakim; Susi Fitriana
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan Vol 13 No 02 (2018): Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (21.276 KB) | DOI: 10.37680/adabiya.v13i02.28

Abstract

Child education holds a major influence on the child's future. Today, many children who are damaged morally even have many problems in the world of child education. As a result children deviate even fall into criminal acts. To foster children's education in the aspects of family, school and society it is important for educators to introduce these three aspects. In introducing these three aspects, there must have been a lot of thoughts of figures discussing children's education, one of which was Zakiah Daradjat. Zakiah Daradjat is the only thinker who instills the concept of education based on Islamic scholarship on children's education in families, schools and communities. He is a female figure in Indonesia who has put a lot of attention in various fields including education, morals, the lives of children, youth, teachers, families and schools. The results of this discussion are (1) the concept of children's education in the family aspect perspective Zakiah Daradjat includes parents to be role models for children, cultivation of soul and taqwa given to children, (2) the concept of child education in the school aspect perspective Zakiah Daradjat includes mental, moral guidance , religious education conducted intensively and talent then fosters children's intelligence, (3) relevance of the concept of child education in family aspects and school aspects of perspective Zakiah Daradjat with the aim of Islamic education in the family aspect is the experience received by children, in the aspect of school, namely intelligence, whereas in the aspect of society namely the achievement of education in a real society.
Sunnah Perspektif Muhammad Syahrur Nurul Hakim; Tantin Puspita Rini
Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan Vol 15 No 01 (2020): Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/adabiya.v15i01.264

Abstract

The purpose of this writing is for tracing the nature of the Sunnah according to the Syah}ru>r. This study uses literature with a qualitative approach. The results of the study are the concept of sunnah according to Syah}ru>r: (1) to maintain the dynamism of hadith three basic concepts are needed, namely the condition of being, the process of being, and the condition of being. (2) All the words and deeds of the Prophet are not revelations. (3) In the compilation and modification of the hadith, politics becomes a factor of chaos. Reconstruction of the Sunnah of the Syah}ru>r: (1) The Sunnah is what was done by the Prophet in the seventh century and is the first model of how to interact with Islam at a certain time and space, not the only and not the last. (2) Sunnah is divided into two, namely sunnah risa>lah and sunnah nubuwwah. (3) The Prophet was not a maʻs}u>m in all things. The conclusion of this study is that the Prophet's sunnah is the Prophet's interaction with al-Tanzi>l al-H}aki>m, which in this case has the meaning that the content of the Prophet's sunnah is a derivative of the laws contained therein. Tujuan penulisan ini untuk menelusuri hakikat sunnah menurut Syah}ru>r. Kajian ini menggunakan pustaka dengan pendekatan kualitatif. Hasil kajian adalah konsep sunnah menurut Syah}rur: (1) untuk menjaga kedinamisan hadis dibutuhkan tiga konsep dasar, yaitu kondisi berada, kondisi berproses, dan kondisi menjadi. (2) Segala perkataan dan perbuatan Nabi bukan merupakan wahyu. (3) Dalam penghimpunan dan pengkodifikasian hadis, politik menjadi faktor kekacauan. Rekonstruksi sunnah Syah}ru>r: (1) Sunnah ialah apa-apa yang—telah—diperbuat oleh Nabi di semenanjung Arab pada abad ketujuh masehi dan ia merupakan model pertama bagaimana berinteraksi dengan Islam pada penggal ruang dan waktu tertentu, bukan satu-satunya dan bukan yang terakhir. (2) Sunnah terbagi menjadi dua, yaitu sunnah risa>lah dan sunnah nubuwwah. Sunnah risa>lah terbagi menjadi dua; ketaatan yang tersambung (wajib ditaati) dan ketaatan yang terputus (tidak wajib ditaati). Sunnah nubuwwah tidak perlu ditaati. (3) Nabi bukan seorang yang maʻs}u>m dalam semua hal. Kesimpulan kajian ini adalah sunnah Nabi dalam pandangan Syah}ru>r merupakan interaksi Nabi terhadap al-Tanzi>l al-H}aki>m, yang dalam hal ini mempunyai makna bahwa kandungan sunnah Nabi merupakan turunan hukum-hukum yang terkandung di dalam al-Tanzi>l al-H}aki>m.
Etika Komunikasi dalam Media Sosial Sesuai Tuntutan Al-Qur an Rinwanto Rinwanto; Hidayatus Sholihah; Nurul Hakim; Mufid Syakhlani
Journal of Communication Studies Vol 1 No 01 (2021): JCS: Journal of Communication Studies
Publisher : Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (935.368 KB) | DOI: 10.37680/jcs.v1i01.721

Abstract

Abstract This paper discusses the phenomenon of the development of communication tools in the ancient era until it has grown rapidly until now. Many uncovered stories that are not true from people who are not responsible, either from certain groups or from personal interests. Communication from social media is very dangerous if it is not accompanied by proper ethics in communicating, especially in social media. AS-Syaukani, for example, defines the keyword al-bayan as the ability to communicate. Besides that, in the al-quran there is another keyword, namely qoul. The commands to say in the al-quran and hadith are an indication of the obligation for Muslims to apply the nature of honesty and correct speech which in the concept of al-quran is known as qaulan sadidan.
Respecting Elders and Community Norms: Understanding the Adat Prohibition on 'Nikah Malem Songo Geblake Mbah Rinwanto Rinwanto; Nurul Hakim; Farida Isroani; Yudi Arianto
Indonesian Journal of Cultural and Community Development Vol 14 No 1 (2023): March
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21070/ijccd.v14i1.870

Abstract

This study aims to explore the prohibition of "nikah malem songo geblake mbah" in the Jegulo Soko Tuban community, which is an adat (customary) prohibition outside of Islamic law. Using a normative-fiqhiyyah and sociological approach, the study found that the prohibition of "nikah malem songo geblake mbah" is based on sadd al-dhari'ah, as it is believed to potentially cause harm and disrespect to elders, and goes against community norms. The research also identified various factors contributing to the prohibition. In terms of Islamic law, the study concludes that "nikah malem songo geblake mbah" is prohibited, as it goes against the principles of kemaslahatan (public interest) and may cause harm. Therefore, it is recommended that the community continues to uphold the prohibition to maintain social harmony and respect for cultural norms.Highlights: The prohibition of 'nikah malem songo geblake mbah' is an adat rule outside of Islamic law. The prohibition is based on the principles of sadd al-dhari'ah and may cause harm and disrespect to elders. Upholding the prohibition is necessary to maintain social harmony and respect for cultural norms.
Kesetaraan Gender dalam Perspektif Hukum Islam Mohammad Hendra; Nurul Hakim
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 4 No 1 (2023): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51675/jaksya.v4i1.293

Abstract

Sebagai gagasan intelektual dan emosional, kajian ini diilhami oleh pemahaman konservatif terhadap hukum Islam yang memberi kesan supremasi laki-laki atas perempuan, sementara pemahaman reformis memberi kesan kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan. Pemahaman konservatif perlu menjawab tantangan zaman dengan mengedepankan maslahah mursalah. Ia banyak ditemukan dalam kitab-kitab klasik, yang pandangan dan penafsirannya lebih cocok untuk lingkungan dan zamannya. Pemahaman reformis, banyak dilakukan oleh ulama-ulama khalaf guna menghadapi perubahan dan tuntutan anak zaman. Dari itu persoalan gender atau kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan dalam Islam semakin menarik minat banyak pihak, salah satunya adalah pemahaman kesetaraan gender di lingkungan para pemuka agama, baik pimpinan organisasi keagaman ataupun organisasi lainnya—cenderung memberikan penafsiran yang berbeda-beda. Tulisan ini merupakan hukum normatif, disebut juga penelitian hukum kepustakaan. Pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi atau bahan pustaka bidang hukum, yang dari sudut kekuatan mengikat dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara deduktif dan induktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum Islam mengakui eksistensi kesetaraan gender di ruang publik. Hal ini dapat dilihat: 1) hukum Islam memberi perlakuan yang sama di depan hukum kepada setiap individu manusia; 2) laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat sebutan “khair ummah”, yang sama sekali tidak bergender; 3) nilai kebajikan manusia, tidak ditentukan oleh gender tertentu.