Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

THE INTERPRETATION OF DOUBLE BURDEN OF WOMEN: A Comparison between al-Misbah and al-Lu’lu’ wa al-Marjân fî Tafsîr al-Qur’ân Sulfa, Nafilah
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v7i2.3848

Abstract

One of the factors that causes women to experience gender inequality so that they are not equal to men is the gender-biased interpretation of religious texts. Applying interpretive approach and comparative method as well as the theory of liberal feminism and double movement, this article discusses three issues, namely: (a) double burden for women in the Qur’an; (b) the interpretation of M. Quraish Shihab in al-Misbah and Karîmân Hamza in al-Lu'lu 'wa al-Marjân fî Tafsîr al-Qur’ân regarding verses of the Qur’an containing double burden for women; and (c) the assumption that the gender of the interpreter could result in a gender-biased interpretation. This research shows that Islam comes on a mission to bring about equality between mankind. Shihab’s interpretation is more accommodating to women’s interests than that of Hamza’s, while Hamza’s interpretation is more patriarchal. Preference to certain sexes is not always related to gender equality in the interpretation of the Qur’an, so the assumption that one of the factors causing women to experience gender inequality is the gender-biased interpretation of religious texts simply because the majority of interpreters are male can not be justified.[Salah satu faktor penyebab kaum perempuan mengalami ketimpangan gender, sehingga mereka belum setara adalah interpretasi teks-teks agama yang bias gender. Dengan pendekatan tafsir, metode komparatif dan teori feminisme liberal serta double movement, artikel ini mendiskusikan tiga persoalan, yaitu: (a) double burden perempuan dalam Al-Qur’an; (b) penafsiran M. Quraish Shihab dalam al-Misbah dan Karîmân Hamzah dalam al-Lu’lu’ wa al-Marjân tentang ayat double burden bagi perempuan; dan (c) asumsi bahwa jenis kelamin mufasir menimbulkan penafsiran bias gender. Penelitian ini menunjukan Islam membawa misi kesetaraan manusia. Penafsiran Shihab lebih akomodatif terhadap kepentingan perempuan, sedangkan penafsiran Hamzah lebih bias patriarkal. Keberpihakan pada jenis kelamin tertentu tidak selalu berhubungan dengan kesamaan jenis kelamin dalam penafsiran Al-Qur’an, sehingga asumsi salah satu faktor penyebab kaum perempuan mengalami bias gender adalah interpretasi teks agama yang bias gender karena mayoritas mufasir adalah laki-laki tidak dapat dibenarkan]
Qiraat Syaddzah dalam Tafsir Bahru Al-Muhit Mas'ud, Mas'ud; Ni’mah, Khairin; Sulfa, Nafilah
Al Karima : Jurnal Studi Ilmu Al Quran dan Tafsir Vol 8 No 2 (2024): Al Karima : Jurnal Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran Isy Karima Karanganyar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58438/alkarima.v8i2.250

Abstract

Memahami Al-Qur’an tidak cukup dengan mata telanjang karena masih bersifat mujmal, untuk memahaminya memerlukan alat bantu berupa tafsir yang notabene menjelaskan Al-Qur’an dari berbagai aspeknya. Adanya tafsir tidak lepas dari adanya qiraat. Dari bermacam qiraat yang masih terjadi perdebatan di antara ulama adalah qiraat syadzah yang terimplikasi dalam tafsir. Bisa saja qiraat syadzah itu dibutuhkan dalam menafsirkan Al-Qur’an mengingat periwayatannya bersumber dari sahabat dan mendengar langsung dari Nabi. Salah satu tafsir yang memuat qiraat syadzah adalah tafsir al-Bahru al-Muhit karya Abu al-Hayyan. Penelitian ini menggunakan pustaka (library research) sebagai metode dalam penelitian ini, yaitu metode yang bersumber dari data yang diteliti. Penelitian ini memiliki dua permasalahan (1) Bagaimana polarisasi Qiraat Syadzah (2) Bagaimana Qiraat Syadzah dalam Kitab al-Bahru al-Muhit karya Abu Hayyan. Terdapat tiga pola dalam qiraat syadzah: pertama, qiraat yang diriwayatkan dari rawi tidak tsiqah tetapi mempunyai kesesuaian dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan rasm Utsmani; kedua, qiraat yang diriwayatkan dari rawi tsiqah tetapi menyalahi kaidah-kaidah bahasa Arab; ketiga, qiraat yang sanadnya sahih dan mempunyai kesesuaian dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, namun menyalahi rasm Utsmani. Munculnya qiraat syadzah dalam tafsir disebabkan dua hal, pertama, adanya perbedaan persepsi terhadap hadis tentang makna zahir dan batin yang dimiliki Al-Qur’an; kedua, karena pengaruh tersebarnya hadis qiraat syadzah. Al-Zamakhsyari merupakan ulama yang banyak menyebutkan qiraat syadzah dalam tafsirnya al-Kasyaf, kemudian Abu Hayyan menerapkan qiraat syadzah dalam kitabnya al-Bahru al-Muhit dan al-Syaukani dalam tafsir Fathu al-Qadir.
KISAH KHAULAH BINTI SA’LABAH DALAM AL-QUR’AN (Analisis Hermeneutika Double Movement Fazlurrahman Terhadap QS. al-Muj?dalah Ayat 1-4) Rohmah, Husnur; Sulfa, Nafilah
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 8, No 2 (2024)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v8i2.1670

Abstract

Khaulah merupakan seorang wanita yang berani menyampaikan persoalanya kepada Rasululllah yang sekaligus mengkritik kedominanan laki-laki atas  perempuan. Berkat kebenaraniannya sehingga perempuan dapat menemukan jawaban atas permasalahan yang sama dengan yang sedang di hadapi Khaulah, untuk penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai Khaulah lebih tepatnya kesetaraaan gender dengan menggunakan teori double movement Fazlurrahman. Penulis menggunakan teori double movement Fazlurrahman untuk mengetahui ideal moral dalam kisah Khaulah yang sesuai dengan konsep teori double movement Fazlurrahman. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang dipilih dalam menulis artikel ini yaitu dengan menggunakan teori deskriptif-analitis tematik. Jenis dari penelitian ini adalah penelitain kepustakaan yang dilakukan dengan cara mencari jawaban rumusan masalah dari suatu penelitian dengan membaca buku, artikel atau sumber lain dari berbagai literatur. Keadilan Islam terhadap seorang perempuan terasa hingga sekarang. Seorang perempuan bisa mengenyam pendidikan dengan setinggi-tingginya, kebebasan berpolitik, berpendapat bahkan hak-hak yang lainnya. Sehingga dari rincian ayat tersebut dapat penulis tarik ideal moral atau pesan yang ingin disampaikan bahwasanya seorang wanita diperkenankan untuk menyampaikan pendapat, gugatan dan bahkan lain sebagainya. 
Konsep Mahar dalam Surah An-Nisa Ayat 4: Pendekatan Maqasid Al-Qur’an dalam Perspektif Rasyid Ridha Sulfa, Nafilah; Khair, Nafilatul
Al Karima : Jurnal Studi Ilmu Al Quran dan Tafsir Vol. 9 No. 1 (2025): Al Karima : Jurnal Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran Isy Karima Karanganyar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58438/alkarima.v9i1.303

Abstract

This research is motivated by the attention of researchers to the current dowry problem which according to researchesrs is very irrelevant to sharia recommendation and provisions. Which at the time the dowryis more emphasized on the basis of interest and profit. This type of researchesr uses library researchesr or library researchesr. The data collection method used is the documentation method. Meanwhile, the analytical method used is the maudhui/thematic method, namely examining verses that have the same discussion and then compiling them into a discussion. The result of researchesr conducted by researchesrs on surah an-nisa verse 4 are: according to Rashid Ridha, dowry is something that is given by a man to a woman sincerely without any element of coercion and is an obligation due to marriage. A husband may not take anything from a wife except for the pleasure of a wife. Mahar is something tha is the right of a wife as compentation for the pleasure that wil be felt by a husband after they do the marriage.
KONTROVERSI HADIS INNA ABῘ WA ABĀKA FĬ AL-NĀR (TELAAH SANAD DAN MATAN HADIS) Prayitno, Mujahid Agil; Ikmal, Ikmal; Sulfa, Nafilah
Al FAWATIH:Jurnal Kajian Al Quran dan Hadis Vol 6, No 1 (2025)
Publisher : Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24952/alfawatih.v6i1.15258

Abstract

This study aims to explain the position of the hadith "innā abĭ waabāka fĭ al-nār" which is considered controversial. In this paper, the author focuses his research study from the side of takhrĭj hadith, analysis of sanad and matan hadith, and analysis of understanding hadith. This type of research is classified as library research. Through this study, the hadith "innā abĭ wa abāka fĭ al-nār" was takhrijed by three hadith scholars with different sanad lines. Each narrator has a connection between one and the other, and is classified as a trusted narrator and has strong memorization, from the side of the hadith editorial from the three lines there are slight differences that do not affect the degree of the hadith. From the side of understanding, scholars agree that the hadith has nothing to do with the condition of the Prophet Muhammad's parents with several reasons supported by authentic opinions.