Abstrak: Pandemi Covid-19 telah mengubah wajah pendidikan anak dari Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi. Dampaknya menuai pro kontra seiring dengan masuknya era baru (postpandemic) terutama bidang pendidikan. Banyak sekolah tidak siap dengan belajar daring terutama sekolah yang berada di pedalaman. Minimnya sarana prasarana hingga akses internet merupakan salah satu penyebab sulitnya melalui masa pandemi. Akibatnya sekolah tidak siap menerapkan metode daring sebagai bentuk upaya perbaikan pendidikan. Desa Basseang memiliki tiga sekolah dasar yang tersebar di beberapa bagian pegunungan. Sulitnya akses ke kota dan hanya bergantung pada pendidikan dalam desa. Menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang hanya rata-rata lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Fokus pada penelitian yaitu Faktor pendukung dan penghambat sarana prasarana di Sekolah hingga tidak cukup memenuhi kebetuhan pendidikan. Tujuan Penelitian ini untuk memberikan gambaran akademis, tentang sarana dan prasarana pendidikan di Desa Basseang. Metode dalam penelitian menggunakan metode wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan bersama siswa-siswi, orang tua dan guru-guru dengan total informan sebanyak 15 orang. Sedangkan hasil obervasi digunakan sebagai data pendukung dalam penulisan artikel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di Desa Basseang belum cukup untuk mendukung pendidikan masyarakat. Akibatnya berdampak pada stagnasi pada ekonomi dan pendidikan. Keadaaan dapat membaik seiring dengan memaksimalkan dana desa sebagai sistem baru dalam proses pembangunan aspek kebutuhan masyarakat. Dana desa merupakan tumpuan Pemerintah Desa dalam membenahi pembangunan. Pembangunan terbagi atas dua yaitu sarana fisik dan non-fisik. Pembangunan fisik meliputi jalanan, perpustakaan desa, posyandu, pasar hingga sarana-prasarana pendidikan lainnya. Nonfisik dapat kita temui melalui akses informasi pada website desa, sekolah ataupun yayasan yang bekerja sama dengan desa.Abstract: The Covid-19 pandemic has changed the face of children's education from elementary school to university. The impact has pros and cons as we enter a new era (post-pandemic), especially in the education sector. Many schools are not ready for brave learning, especially schools in rural areas. The lack of infrastructure and internet access is one of the reasons why it is difficult to get through the pandemic. As a result, schools are not ready to apply bold methods as a form of effort to improve education. Basseang Village has three elementary schools spread across several parts of the mountains. Difficult access to the city and only depends on education in the village. Causing the low level of public education, with the average being only a junior high school (SMP) graduate. The focus on research is the supporting and inhibiting factors of infrastructure in schools so that they are not sufficient to meet educational needs. The aim of this research is to provide an academic overview of educational facilities and infrastructure in Basseang Village. The research method uses interviews and observation methods. Interviews were conducted with students, parents and teachers with a total of 15 informants. Meanwhile, the results of observations are used as supporting data in writing articles. The research results show that the facilities and infrastructure in Basseang Village are not sufficient to support community education. As a result, it has an impact on stagnation in the economic and educational sectors. The situation can improve along with maximizing village funds as a new system in the process of developing aspects of community needs. Village funds are the foundation of the Village Government in improving development. Development is divided into two, namely physical and non-physical facilities. Physical development includes roads, village libraries, posyandu, markets and other educational facilities. We can find non-physical through access to information on village websites, schools or foundations that collaborate with villages.