Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

EDUKASI PENCEGAHAN STUNTING MELALUI SUPLEMENTASI PADA KADER POSYANDU DESA WONGAYA GEDE Kurnianta, Putu Dian Marani; Prasetya, Anak Agung Ngurah Putra Riana; Astari, Ni Komang Eni; Ricardo, I Komang Aan Adi
GEMAKES: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 4 No. 1 (2024): GEMAKES: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Jakarta I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36082/gemakes.v4i1.1395

Abstract

Stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya, namun hingga saat ini kejadian stunting masih terjadi. Pemberian suplemen mikronutrien berupa vitamin dan mineral merupakan salah satu upaya dalam pencegahan stunting. Kegiatan pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kader kesehatan mengenai peran penting suplemen pada ibu hamil, balita, wanita usia subur, dan remaja putri untuk mencegah terjadinya stunting, dengan melibatkan 44 kader Posyandu di Desa Wongaya Gede. Metode pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan memberikan edukasi melalui media PowerPoint. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil antara pre-test dan post-test dengan menggunakan kuesioner yang telah memenuhi uji validitas. Hasil kegiatan ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah pemberian edukasi (pre-test dan post-test, p=<0,001, 95%). Tingkat pengetahuan yang sebelumnya masuk dalam kategori “Cukup” (73,2%) meningkat menjadi “Baik” (82,7%) setelah diberikan edukasi. Kami berharap kegiatan edukasi ini dapat menjadi program yang berkelanjutan, sehingga para kader dapat lebih paham mengenai cara mencegah stunting dan tidak ada lagi kasus stunting pada balita di Desa Wongaya Gede.
Effectivity of Erythropoietin Alpha Compared to Erythropoietin Beta in Patients with Chronic Kidney Disease-Anemia on Hemodialysis Prasetya, Anak Agung Ngurah Putra Riana; Suprapti, Budi; Shanti, Bayu Dharma
Folia Medica Indonesiana Vol. 55 No. 2 (2019): June
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.652 KB) | DOI: 10.20473/fmi.v55i2.24461

Abstract

Anemia in patient with chronic kidney disease could cause a lot of complication. The first line therapy of this condition is by treating with erythropoiesis-stimulating agents (ESA) or called erythropoietin. The erythropoietin alpha and beta were two types of the human recombinant erythropoietin that are usually used in Indonesia. The aim of this study was to determine the effectivity of erythropoietin alpha compared to erythropoietin beta especially in haemoglobin and haematocrit level. This prospective observational study was conducted in March – September 2016. The inclusion criteria were CKD stage 5 patients with a minimum of 3 months of regular hemodialysis, Hb <10 g/dL with enough iron status ST > 20% and FS > 200ng/mL. The methology of this study had been approved by the Health Research Ethics Committee of the Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Hospital, Surabaya. Patients received 2000 IU subcutaneous erythropoietin twice a week on both groups. Blood sample was withdrawn in pre-treatment and after 4 weeks of post erythropoietin therapy treatment for measurement of haemoglobin and haematocrit. Target for this erythropoietin therapy are increase of Hb 0.5 – 1.5 g/dL (not to exceed 12 g/dL) and increase of Hct level 2 – 4 % in 4 weeks. Based on the inclusion criteria, there were 20 patients in this study (10 patient each of both erythropoietin alpha either beta group) that consist of 7 women and 13 men. After the treatment, the mean of increased haemoglobin level for erythropoietin alpha group was 1.28 ± 0.80 g/dL (p=0.001) and erythropoietin beta was 0.37 ± 0.95 g/dL (p=0.254). The mean of increased haematocrit level for erytropoietin alpha group was 3.56 ± 3.46 % (p=0.010) and erythropoietin beta was 1.34 ± 2.71 % (p=0.152). In comparison of haemoglobin and haematocrit achievement in both groups showed that erythropoietin alpha gave better achievement in haemoglobin parameter (p=0.033), but there were no differences in both groups on haematocrit parameters (p=0.127).
PERBEDAAN EFEKTIVITAS NIFEDIPIN DAN METILDOPA PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN KEHAMILAN Prasetya, Anak Agung Ngurah Putra Riana; Ratnasari, Pande Made Desy; Kurnianta, Putu Dian Marani
Parapemikir : Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 13, No 1 (2024): Parapemikir : Jurnal Ilmiah Farmasi
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Politeknik Harapan Bersama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30591/pjif.v13i1.5748

Abstract

Hipertensi pada kehamilan merupakan peningkatan tekanan darah (TD) ≥140/90 mmHg saat hamil. Hipertensi pada wanita hamil dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi kronik, gestasional, pre-eklamsia, dan eklamsia. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan pengaruh Nifedipin dan Metildopa dalam menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) dan diastolik (TDD) pada kehamilan. Penelitian ini dilakukan di RSIA X di Denpasar dan merupakan penelitian non-eksperimental dengan jenis rancangan case study dengan pengambilan data secara restrospektif. Subjek penelitian adalah data rekam medis pasien hipertensi kehamilan yang mendapatkan terapi antihipertensi nifedipin atau metildopa. 20 sampel diambil menggunakan teknik non-probability sample dengan pendekatan purposive sampling. Data dianalisis menggunakan uji beda Independent sample t-test. Dari hasil penelitian ini didapatkan usia terbanyak pasien hipertensi dengan kehamilan yaitu pada rentang 30 – 39 tahun (60%). Rata-rata penurunan TD pada kelompok Nifedipin yaitu TDS sebesar 27,3 ± 14,32 mmHg dan TDD sebesar 15,3 ± 11,31 mmHg. Pada kelompok Metildopa terjadi rata-rata penurunan TDS sebesar 19,5 ± 8,37 mmHg dan TDD sebesar 11,7 ± 10,43 mmHg. Berdasarkan hasil uji beda diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pemberian nifedipin dan metildopa dalam menurunkan tekanan darah sistolik (p=0,158 0,05) maupun diastolik (p =0,469  0,05).
Aktivitas Analgesik Ekstrak Etanol 70% Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) pada Mencit Secara In Vivo Prasetya, Anak Agung Ngurah Putra Riana; Ratnasari, Pande Made Desy; Ardianti, Ni Putu Lia
Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia Vol. 11 No. 1 (2025): Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia
Publisher : Program Studi Farmasi Universitas Mandala Waluya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35311/jmpi.v11i1.737

Abstract

Nyeri ditandai rasa tidak nyaman akibat adanya kerusakan jaringan tubuh sehingga memerlukan pengunaan obat golongan non steroid antiinflamatory disease (NSAID) untuk mengatasi nyeri. Penggunaan obat NSAID jangka panjang memiliki resiko efek samping pada saluran pencernaan. Ekstrak Etanol 70% kayu secang mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, dan terpenoid yang dapat menghasilkan efek analgesik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas analgesik menggunakan beberapa varian dosis ekstrak etanol 70% kayu secang pada mencit secara in vivo yang diinduksi asam asetat. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan proses ekstraksi menggunakan maserasi ultrasonik dengan pelarut etanol 70%. Uji analgesik dilakukan menggunakan metode writhing test. Hewan uji yang digunakan adalah mencit yang dikelompokkan menjadi kontrol negatif, kontrol positif, dan kelompok varian dosis 50mg/kgBB (S1), 100mg/kgBB (S2), dan 200mg/kgBB (S3). Aktivitas analgesik dilihat berdasarkan %Proteksi geliat dan %Daya analgesik serta dianalisis secara statistik menggunakan kruskal-wallis dan Post-Hoc Pairwise Comparisons. Hasil penelitian menunjukan ekstrak etanol 70% kayu secang mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, dan terpenoid. Hasil uji analgesik didapatkan %Proteksi geliat S1, S2, dan S3 masing-masing sebesar 54,62%, 80,81%, dan 87,62%, serta %Daya analgesik masing-masing sebesar 115,20%, 170,45%, dan 184,81%. Hasil analisis statistik menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan (<0,05) antara varian dosis S2 dan S3 dengan  kontrol negatif. Hasil penelitian ini menunjukan ekstrak etanol 70% kayu secang memiliki aktivitas sebagai analgesik dengan semakin tinggi jumlah ekstrak yang digunakan aktivitas analgesik yang dihasilkan semakin tinggi sehingga ekstrak etanol 70% kayu secang dapat dikembangkan menjadi sediaan obat berbasis herbal sebagai analgesik.
Identifikasi Potentially Inappropriate Medication Pasien Geriatri Dengan Beers Criteria 2023 Dan STOPP Criteria Version 3 Putra, I Wayan Rama Wijaya; Prasetya, Anak Agung Ngurah Putra Riana; Ratnasari, Pande Made Desy
Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia Vol. 10 No. 1 (2024): Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia
Publisher : Program Studi Farmasi Universitas Mandala Waluya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35311/jmpi.v10i1.517

Abstract

Pasien geriatri biasanya memiliki beberapa penyakit kronis dengan peresepan obat secara polifarmasi yang beresiko terjadinya Potentially Inappropriate Medication dan menyebabkan Adverse Drug Events (ADEs) pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kejadian Potentially Inappropriate Medication dengan menggunakan Beers dan STOPP Criteria serta menganalisis hubungan antara faktor risiko PIM dengan kejadian PIM. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif observasional secara cross-sectional. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien geriatri. Pengambilan data menggunakan teknik simple random sampling dengan kriteria inklusi yaitu pasien yang berusia 65 tahun keatas dengan data rekam medik lengkap, dengan kriteria eksklusi yaitu pasien yang meninggal atau dirujuk ke rumah sakit lain selama periode tahun 2023. Sebanyak 373 sampel masuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini. Hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 12,06% kejadian PIM di rawat jalan dengan obat paling tinggi yaitu antihistamin generasi pertama (19,58%), benzodiazepine (15,38%), dan antipsikotik (9,09%). Sedangkan kejadian PIM di rawat inap sebesar 4,48% dengan obat yang paling tinggi yaitu kortikosteroid (20,59%), dan NSAID (11,79%). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui terdapat korelasi yang sangat lemah antara jumlah penyakit dan jumlah obat terhadap resiko kejadian PIM.
Identification of Potentially Inappropriate Medication in Geriatric Patients at Wangaya Hospital, Denpasar City with Beers Criteria and Stopp Criteria in 2023 Putri, Made Shinta Sanma; Prasetya, Anak Agung Ngurah Putra Riana; Kurnianta, Putu Dian Marani
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 21 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/pharmacon.v21i1.5251

Abstract

Geriatric (elderly) patients generally require a number of drugs (polypharmacy) to cure health-related conditions that tend to occur Potentially Inappropriate Medication (PIM). Identification of PIM is very important to prevent Drug Related Problems (DRP).  The purpose of the study was to identify the incidence of PIM using the Beers Criteria and STOPP Criteria and analyze the relationship between PIM risk factors and the incidence of PIM in geriatric patients at Wangaya Hospital, Denpasar City. This type of research is retrospective observational in a cross-sectional manner using simple random sampling techniques on all geriatric patients for the period 2023. Samples that met the inclusion criteria, namely geriatric patients aged ≥65 years in outpatient and inpatient facilities with geriatric patients who died and who were referred to other hospitals, were excluded from this study. Of the 354 samples, the prevalence of PIM in outpatient care was (4.23%) with the most common drugs being spironolactone (55.84%), Sulfonylureas (19.48%), and NSAIDs (6.49%) with Beers criteria. In hospitalization, (0.84%) with NSAIDs (25%), corticosteroids (25%), clopidogrel (25%), and antipsychotics (25%) with STOPP criteria. Based on the evaluation results, there was a very weak correlation between the number of drugs (p=0.000; r=0.199) and there was no relationship between the number of diagnoses (p=0.674) prescribed and the incidence of PIM. Based on this, it can be concluded that the greater the number of drugs can increase the risk of PIM.
Gambaran Penggunaan Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Rawat Jalan Di Salah Satu Rumah Sakit Negeri Tabanan Bali Ratnasari, Pande Made Desy; Prasetya, Anak Agung Ngurah Putra Riana; Arini, Heny Dwi
Acta Holistica Pharmaciana Vol 4 No 1 (2022): Acta Holistica Pharmaciana
Publisher : School of Pharmacy Mahaganesha (Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62857/ahp.v4i1.63

Abstract

Intisari Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) dengan kontrol glikemik yang buruk berdampak pada peningkatan morbiditas dan mortalitas sehingga diperlukan penggunaan insulin secara dini. Terdapat dua golongan insulin berdasarkan asalnya (manusia dan analog) yang memiliki keunggulan masing-masing, maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan insulin pada pasien DMT2 rawat jalan di salah satu Rumah Sakit Negeri Tabanan Bali. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Desember 2019 dengan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien DMT2 rawat jalan yang memperoleh insulin yang sama selama minimal 3 bulan kunjungan, berumur >18 tahun dan data rekam medik yang lengkap. Pengumpulan data berdasarkan rekam medik pasien selama periode September-November 2019 menggunakan instrumen penelitian. Data dianalisis secara deskriptif menggunakan software Microsoft Excel yang ditampilkan dalam bentuk tabel. Penelitian ini melibatkan 88 pasien yang mayoritas berumur 46-65 tahun (53,4%), berjenis kelamin laki-laki (53%), tidak bekerja (60%), berpendidikan SD (57%), mengalami DM <5 tahun, 90% mengalami komplikasi mikrovaskuler serta 80% mengalami penyakit penyerta. Seluruh pasien menggunakan insulin analog dengan jenis insulin kerja panjang (49%) yang telah sesuai dengan pedoman terapi. Pengunaan insulin analog lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu efek samping hipoglikemia lebih rendah dan dapat menurunkan HbA1c hingga 2% sedangkan insulin kerja panjang memiliki lama kerja yang panjang yaitu 12-24 jam sehingga mempermudah dalam waktu penyuntikan serta hampir tidak memiliki efek puncak sehingga dapat meminimalkan terjadinya efek hipoglikemia.